7 October 2011

Kencan Rahasia



 "Omong'e Ma'e ora oleh numpak Rosalia, kon numpak Laju Prima ae, jarene kuwi ki yo bis apik..."

Bagai dua kata pertama di lirik awal lagu karya Ahmad Dhani - Aku cinta kau dan dia, 'hancur hatiku' yg patut menyindir emosional saat kalimat di atas bicara lewat SMS.

Bagaimana tidak, kerelaan mengundur jadwal pulang kampung demi bisa menjadi 'batur' untuknya, yg sudah jauh hari tertulis di board rencana 'NUMPAK ROSALIA' berakhir tak sempurna akibat pesan singkat itu.

Bukan orang LA namanya, kalau armada tunggangannya bukan di bawah pacuan Mr.D, iktihad ini berkata sesungguhnya bukan PO baru di jalur JKT-WNG itu yg menjadi biang keladi penghancur mimpi ini, namun condong kepada subyek nama sopirnya. Coba saja Mr.D belum hengkang dari perusahaan lamanya, mustahil nama Laju Prima direkomendasikan.
Andaikan saja derajatnya mabur duwur, dari sopir menjadi owner, maka urusan market bukan sesuatu yg dipusingkan, karena Lenteng Agung selalu berbaik hati mempersembahkan pundi pundi rupiah untukknya.

Apalah daya ini, menentang keharusan artinya ngobak-obak banyu bening, gawe perkoro, ngajak kesruh, dll.
Laju Prima yo Laju Prima, setidaknya semua ini akan lebih buruk lagi jikalau terjadi beberapa bulan yg lalu, semasih Mr.D menjabat sebagai pemutar roda di perusahaan lamanya, dimana armadanya tidaklah berlebih jika harus disebut ketinggalan jaman.

****

Waktu terus berjalan, jarak menuju hari dada Jakarta kian terpotong rotasi bumi. Ibarat sampai terbawa mimpi keingingan bersanding di dalam bis ini segeralah terjadi.

Dewa 19 tak lagi bersenandung bab kehancuran hati, namun . . .

Kali ini malah sayap band pentholan gitarisnya, Andra and the Backbone, yg menyinggung lewat kata yg dijudulkan pada lagu andalannya, musnah !

Adalah ketika layanan short messenger membawa kabar "Mas, aku arep numpak travel ae, nggo nyingkat wektu, dadi mulih kerjo iso langsung mangkat".

Luluh lantah sudah harapan yg terbangun selama ini.

Oh Tuhan yang kuasa,
Berilah petunjukMu,
Betapa pedih kurasakan,
Kisah-ku tak sampai.


Ok lah kalau begitu, pilihannya pada jasa travel malah turut memusnahkan larangan menjajal Rosalia Indah, pun nantinya bukan dirinya yg menjadi sandingan. Dan lagi, goes time pun memungkinkan untuk dibuat dini, tanpa diulur-ulur lagi oleh seorang 'bareng-an'.

****

Setiap kali RM.Sari Rasa menyuguhkan sajian atas kupon prasmanan Gunung Mulia, setiap itu pula armada berlogo ri itu merayu-rayu. Ragam pilihan kelas, luasnya jangkauan trayek, serta maneko-warno body yg menjadi varian pada armadanya, bukanlah kekayaan yg gampang direnggut oleh perusahaan skala kecil yg kurang konservatif.
Itulah yg menjatuhkan hati ini untuk mengencaninya.

Pal Depok menjadi jujukan pencarian tiket bis asli Karanganyar yg belum lama membuka trayek jagowari (Jakarta Ponorogo lewat Wonogiri) itu.

Tidak sulit menemukan agen di jajaran lapak lapak pasar tiket di sini, kios permanen yg dipakai secara pribadi membuatnya paling mencolok.

"Purwantoro ada Mas ?"

"Sementara ini kami belum ada..."

Lho ??? Kenapa gerangan ? Bukankah beberapa bulan ini armada putih beraksen bulan sabit itu sudah wira wiri di jalanan Purwantoro setiap harinya ?
Kalaupun memang trayek Purwantoro tidak dialokasikan dari sini, tidakkah pemberangkatan perhari-nya yg banyak seyogiyanya dijadikan pondasi oper-operan ?

Huuh, gesekan hati atas dasar nama Rosalia Indah berakhir sia sia. Emosi yg membalut kemarin ternyata hanyalah bujuk rasuk setan bis atas rapuhnya sebuah cinta, sehingga mudah digoyah oleh sesuatu yg padahal belum jelas ke-adaan-nya.
Atau, ini adalah guna-guna kiriman orang tuanya yg tidak menghendaki bis plat AD-XA ini berjasa ? Lhoh, lha wong saya ikutnya sendirian kok Pak Buk, tidak dengan anak Njenengan ! Kenapa menyan masih juga diobong !

Siapa yg bisa dijadikan pelarian kegagalan ini, selain Gunung Mulia yg memang sengaja terkucil karena ingin warna berbeda dari gemerlap dunia otobis.

Sindoro Satriamas . . .

Apa itu saja, memang belum ada iming iming darinya, tapi dari pengalaman yg dicatatkan konco kerjo kemarin, rasanya recomended juga kalau bis yg mengambil nama sebuah gunung sebagai merk dagangnya itu berperan obat kekecewaan ini.

"Mas, kene Mas...", penyusuranku mencari kios yg bermuka patut sebagai toko tiket terhenti oleh panggilan seorang Bapak yg membelakangi sebuah meja kecil bertulis beberapa nama bis itu.
Dari tempat yg hanyalah emperan tanpa latar ruang yg menampung kursi sebagai media penantian, sesungguhnya agak canggung untuk membalikkan langkah kepadanya.

"Rene sek ae rapopo, arep nyandi ?", karena tembakan peluru keduanya ini akhirnya aku putar haluan kembali menilas pinggiran aspal yg sudah terlewati lima langkah.

"Enek Sindoro Pak ?"

"Enek, ngendi medune ?"

"Purwantoro !"

"Lho yen Purwantoro yo udu Sindoro to, Sindoro kuwi yen Ponorogo, Madiun, Ngawi ngono."

"Ning Purwantoro ki enek Sindoro lo Pak !"

"Yo enek ning seko Priok kono, ora seko kene."

"Lha ngko dioper po ra yo iso lo Pak ?"

"Ora iso no !"


Sambil mengeluarkan sebuah tiket dari laci meja kerjanya, "Yen Purwantoro iki no !"

What ? Laju Prima ? Yg bener saja Pak !

Ini kan bis yg sempat menjadi musuh lantaran memblokade kesempatan untuk Rosalia meng-arena-i malamku dan dia. Yang menjadi biang kerok perasaan mangkel, anyel, dongkol, bercampur aduk menyerangku bahkan sampai beberapa hari. Yang membuat keromantisan kami ruwet karena aroganisme atas keinginan versus keharusan dalam menentukan satu dari dua nama bis. Masa aku akan terjerumus menjilat ludah, hmmm...

"Liyane kuwi orenek to Pak ?"

"Lha njaluk opo ? Sing penak yo iki, montore anyar anyar, 115 oleh mangan wisan..."

Pilihan yg sulit untuk diputuskan, di satu sisi aku bosan jikalau harus meminta tiket Gunung Mulia lagi, sedang bis yg ditawarkan ini pun setidaknya bisa menuliskan satu pengalaman baru, di sisi lain aku telah mengolok bis ini, yg dari lubuk hati sesungguhnya aku menolak mentah mentah apa yg sudah disarankan orang tuanya kemarin.

Seperti apa jadinya andaikan dia tau bahwa bukan Rosalia yg sudah ku agungkan namanya yg besok membawaku menuju kampung, malah bis yg aku anggap melatari perang batin kami yg akhirnya berjasa.

Ya jangan sampai dia tau donk Mas !

"Yo wis Pak nekno kuwi ae !"
ups, aku telah terperdaya bisik bisik maya dari penjaga agen, seolah dia tau tentang kebimbangan ini, hingga pengaruh gaib supaya aku merahasiakan semua ini merasuk pikiran kosong ku.

Semanjur inikah komat kamit yg dimantrakan dukun suruhan orang tuanya, sampai aku dibuatnya bertekuk lutut dibawah ketetapannya itu.

####

Sebuah New Marcopolo lebih dulu mapan di terminal darurat Pal Depok, lebih cepat dari kedatanganku yg dipatok setengah jam menjelang keberangkatan.

"Iki kursi nomer piro tok Pak ? 30 opo 38 ?", menindaklanjuti jatah tempat duduk yg tertulis kurang jelas di lembar tiket.

"3D, mburi sopir nomor telu !"

Owh, jadi di PO yg tergabung dalam Hiba Grup ini menerapkan sistem seperti itu untuk penomoran seat-nya. Maklum cah ndeso, lagi ngerti sing model koyo ngene iki...

Jalan Raya Bogor dipungkasi oleh haluan kanan di pertigaan Hek menuju Terminal Pinang Ranti. Cikarang dan Karawang adalah agen selanjutnya yg dijatahkan pada bis trayek Depok-Purwantoro ini.

Meskipun baru, ekspedisi malam jarak jauhnya tidak dipermainkan oleh puluhan kursi yg dibawa, dari jumlah 38 hanya beberapa kursi bagian buntut saja yg tidak laku.
Seperti inilah fenomena dunia bisnis, modal adalah komposisi yg paling mutlak dalam memulainya, semakin kuat modal semakin kuat pula kemungkinan perputaran usaha lebih cepat, jadi kalau ada yg bilang bisnis tanpa modal itu rasanya impossible banget.

Dua armada 'kegagalan cinta' ku, Rosalia, menyejajarkan badannya di atas fly over Pemanukan yg tengah tersendat. Melihatnya, bukan perih karena aku tak bisa di dalamnya yg ku rasakan, malah banggaku timbul oleh fisik luar bis yg membawaku ini justru lebih up to date dari dua saudara berkelas Bisnis AC Seat 2-2 dan Bisnis AC Seat 2-2 Toilet itu.

"Ya, semuanya mohon untuk bersiap, karena bis sudah masuk rumah makan, kupon makan yg ada di tiket jangan lupa untuk dibawa. Untuk menghindari hal hal yg tidak diinginkan, disarankan apabila membawa barang barang berharga agar ikut dibawa turun.
Lha nanti tempat servis makannya di situ ya (sambil menunjuk arah yg di maksudkan)"
, wah inilah pengalaman pertama aku menjumpai seorang kenek yg sudi memberikan arahan lisan pada penumpang ketika bis masuk di RM.Taman Sari 2. Apakah ini memang SOP dari perusahaan, ataukah pribadi kenek yg memang berjiwa ramah tamah? Entahlah...

Bis dengan pengodean LP62 itu menyendiri di tengah kepungan Tunggal Dara, Gajah Mungkur, Harapan Jaya, Maju Lancar, dan lainnya. Mungkinkah trayek Depok-Purwantoro ini adalah senjata tunggal, atau memang para koleganya ada yg sudah lebih dulu pergi dan belum datang?

Basis rumah makan terbesar langganan para bis itu ditinggalkan. Sayang, tak banyak pemandangan dibalik kaca yg tercatat, waktu dalam kabin buatan Adiputro versi Non HD lebih banyak ku habiskan untuk menikmati kenyamanan perjalanan alias tidur.

Namun, sempat aku mengingat ada satu teman sejalan satu garasinya mendahului di suatu daerah antara Indramayu-Kendal, ini mencoret dugaan bahwa bis ini seorang diri mengarungi Pantura.

Rumah Makan ke-dua kembali membukakan mata, arah kaki langsung menuju toilet yg diarahkan oleh sebuah papan penujuk. Letak toilet yg bersembunyi, dan penampakan armada Tunggal Dara Putera, mengingatkan ketika saat itu aku di bawa bis yg sedang merintis jalur Jakarta-Purwantoro saat itu, ya inilah RM.Raos Eco yg dikenalkan oleh Agra Mas pada arus balik 2009 lalu.

"Kopi Mbak !", seruku pada gadis penunggu stand jajanan di emperan rumah makan.

"Kopi hitam apa kopi susu Mas ?"

"Kopi Susu !"

Inilah kali pertamanya merasakan original kopi susu, dimana bukanlah 3 in 1 yg dikemas dalam sebuah merk yg disedukan untukku, melainkan benar benar kopi hitam murni yg dicampur dengan gula plus susu putih, entah susu apa dan susu siapa yg ikut serta digelasku.

"Sing Praci wau sinten nggih? Badhe oper wonten mriki nopo mandhap Wonogiri mawon Pak? Mriki mawon nggih, ngentosi bis'e tesih wonten mburi, wonten penguruse kok...", kenek yg akhirnya ku ketahui bernama Pak Sugeng itu memberikan pilihan pada penumpang bertujuan kecamatan asal Presiden RI ke-dua. Ternyata line Wonogiri pun sudah di drop lebih dari satu armada oleh bis baru ini.

Kembali aku menyambung mimpi saat bis beranjak dari rumah makan penyedia kopi plus susu seharga 7500 itu.

Salatiga, Boyolali, Solo, Wonogiri, berangsur kursi kursi kabin ini tinggal menyisakan sisa sisa selimut yg berantakan, mungkin tak lebih dari sepuluh nyawa yg menghidupi planet Royal Coach E ini dalam perjalanan dari Wonogiri ke timur.

"Mas'e ngendi ?", sambil menindakkan tugas merapikan serakan kain biru bekas penghangat tubuh penumpangnya, Pak Sugeng menanyakan itu padaku.

"Terakhir ngendi iki ngko Pak ?"

"Gur Slogohimo ki, sisan ngguyang."

"Ora Purwantoro to ?"

"Masalahe iki ngetem neng guyangan Slogohimo. Ngko dipindah rapopo yo ?"

"Yo wes tak medun Slogohimo wae Pak."

"Malah ngono."

Apa boleh buat, meskipun seorang diri ini tetap menjadi sebuah konsekuensi perusahaan, namun gagasan ini pun bisa memaklumi, bagaimana gambaran dua orang kru dengan kendaraan besar harus bolak balik Slogohimo-Purwantoro hanya demi mengantarkan seorang penumpang.

Bantuan seorang teman sebagai ojek feeder akhirnya lebih ku pilih untuk menyambung sisa perjalanan yg masih sekitar lima kiloan itu.

11 January 2011

Management PO Gunung Mulia

Setelah sebelumnya saya mempublikasikan entri Gunung Mulia feat Laksana, kali ini saya masih pengen mengulas tentang Gunung Mulia, namun di postingan kali ini tidak lagi membahas masalah duel antara Gunung Mulia dan Laksana akan tetapi yg ingin saya bahas melainkan managemen dari Gunung Mulia sendiri. Ya, seperti yg orang orang bilang dan saya akui, kelebihan dari Gunung Mulia di jalanan Wonogiri itu karena beberapa alasan berikut.... Karena armadanya yg terbilang terawat jadi menarik minat para calon penumpang, lalu dengan armada yg bagus itu Gunung Mulia tidak juga membandrol harga tiket yg tinggi, apalagi dengan harga tiket yg lumayan efisien itu penumpang mendapatkan fasilitas 1x paket makan prasmanan di RM.Sari Rasa Wleri sewaktu keberangkatan ke Jakarta dan di RM.Markoni Indramayu sewaktu arah balik dari jakarta, selain itu managemen Gunung Mulia pun juga memberikan Welcome Snack pada penumpangnya, apalagi dengan fitur armada yg berkelas VIP/Bisnis AC yg menyediakan bantal dan selimut, dan juga rute yg menyebar sehingga penumpangnya diantar ke tempat tujuan akhir. Dengan beberapa alasan yg merupakan suatu poin lebih itulah sehingga bis berlivery putih grafis ini banyak dilirik calon penumpang termasuk saya sendiri. Walaupun sebetulnya bis ini juga masih ngompreng, namun keseringan bis ini telah penuh terisi penumpang dari agen resminya jadi gak terlalu banyak berhenti membujuk calon penumpang. Dengan dorongan chasis mesin Hino dan Mercedez-Benz, bis ini sesekali berhenti di kantor pusatnya Sukoharjo untuk dilakukan kontrol harga tiket dan tujuan, transit antar bis, serta pembagian snack, lalu berangkatlah bis dari garasi mampir di setiap terminal dan agen yg dilewati dan sekital pukul 19.30 masuk ke RM.Sari Rasa untuk berhenti makan malam. Kupon makan prasmanan yg dibendel dengan tiket bisa ditukar dengan 1x paket makan di tempat pelayanan prasmanan khusus Gunung Mulia, bisa juga paket makan diambil berupa nasi kotak untuk mereka penumpang yg enggan beranjak dari seat 2-2 nya. Dari pengalaman saya yg membuat saya merasa terkesan kagum adalah suatu ketika itu sang Cheker yg tengah melakukan kontrol tiket di RM.Markoni (maklum, jika dari Jakarta pengontrolan tiketnya adalah di RM.Markoni) mendapati beberapa penumpang yg tidak menukarkan kupon sevis makannya, lalu dengan nada ramah tamahnya sang Cheker memberi arahan dan saran kepada penumpang itu, beginilah kira-kira ucapan Cheker kala itu "Wah mbak, ini tadi kupon makannya kok gak dipakai, kupon ini seharusnya ditukar dengan servis makan di situ mbak (sambil tangannya menunjukkan tempat servis makan di RM.Markoni), apa mau dibungkus aja mbak makannya, biar dibungkusin dulu sama kru kami?", lalu sebenarnya penumpang tersebut enggan untuk mengiyai tawaran Cheker tersebut namun Cheker itu tetap saja memberi aba aba pada sang Driver untuk menunggu dulu, dan tidak lama ada seorang yg membawakan nasi kotak untuk penumpang itu. Sungguh saya merasa kagum akan keramahan dan kepedulian sang Cheker kepada penumpang. Saya rasa spekulasi Managemen PO Gunung Mulia lumayan bagus, semua krunya selalu mengenakan seragam perusahaan dan selalu bersikap ramah tamah kepada penumpangnya, armadanya yg selalu terawat dengan baik, serta harga tiket yg distandarkan. Hanya saja terkadang saya menemukan sebuah fenomena dan sayapun lagi-lagi juga pernah mengalaminya sendiri. Waktu itu sedang waktunya bis berhenti untuk yg kedua kalinya, tepatnya di RM.Sari Rasa, begitu pak sopir mengunci handremnya saya pun turut beranjak dari kursi nomor 25 untuk turun dari bis, setelah saya berhasil melewati pintu keluar bis, saya melihat ada 3 unit armada Gunung Mulia yg ada disitu, satu armada bertubuh Proteus, satu lagi Panorama 2, dan satunya lagi adalah yg saya tumpangi itu berbentuk Panorama DX.
Tak lama saya melihatnya lalu saya melangkahkan kaki menuju toilet, sesudahnya dari toilet niat di benak saya ingin segera memesan segelas kopi dan menikmatinya sambil melihat kedatangan bis bis disitu, namun urung niat itu kesampean ingatan saya tertuju pada sebungkus rokok yg tertinggal di tas, secepatnya saya menginjakkan kaki ke dalam bis lagi, namun justru seperti orang bingung saja saya di dalam bis, masih jelas di ingatan saya bahwa nomor kursi saya tadi adalah 25, namun kok saya tidak menemukan tas saya disitu, saya gak berpikir apa apa atau berburuk sangka akan tas saya namun saya memutuskan untuk keluar dari bis dengan sedikit keraguan kalau saya salah masuk bis, akan tetapi bis yg saya masuki ini juga berbentuk Panorama DX seperti sebelumnya tadi, "masa sih salah,,," itu keraguan yg ada di pikiran saya. Setelah sampai di luar, sungguh saya malu dengan diri sendiri, ternyata benar saya salah masuk bis. Mungkin sewaktu saya sedang di kamar kecil itu, ada sebuah bis lagi yg datang dg body yg sama Panorama DX, tapi siapa juga yg menyangka lha wong bisnya aja sama persis gitu, gak ada perbedaan setitikpun selain 1 digit angka terakhir dalam plat nomor, apalagi tadi juga cuma ada sebuah Panorama DX, jadi ya saya pikir itulah bis saya. Kejadian semacam itu juga tidak jarang saya lihat pada penumpang yg hendak masuk kembali ke bis sewaktu di rumah makan, kebanyakan mereka harus melihat angka plat nomor yg ada di tiket yg di bawa dengan plat nomor yg ada di bis, seandainya dalam waktu yg bersamaan bis yg ada di rumah makan mencapai 10 bis lebih maka akan semakin sulit penumpang menemukan bisnya karena mesti melihat nopol bis satu persatu. Pasalnya liveri armada bis Gunung Mulia semua sama persis, putih bergaris orange coklat dan hitam, apalagi kelas bis yg kebanyakan distandarkan VIP saja, jadi cukuplah sulit bagi sebagian penumpang yg kurang paham akan lekuk tubuh bis yg sebenarnya berbeda, bagi mereka plat nomor lah satu sesuatu yg membedakan antara bis satu dengan yg lain. Seandainya livery bis dibuat bervariasi layaknya Nusantara, Haryanto, Shantika, atau Muji Jaya, mungkin itu bisa membantu penumpang dalam menemukan bisnya, namun jika liverinya dibuat sama seperti halnya Gunung Mulia ini ada baiknya managemen PO memberi sebuah nomor lambung di badan tubuh bis. Meskipun sama halnya dengan plat nomor, akan tetapi nomor lambung akan terlihat lebih jelas dan lebih mudah dikenali. Rosalia Indah, Laju Prima, Sinar Jaya telah menerapkan nomor lambung itu di badan bis, jadi gak ada salahnya Gunung Mulia mengikuti jejak mereka. Tak lain, demi kemudahan dan kenyamanan penumpangnya lah dasarnya, semoga saja lekas menjadi perhatian managemen PO Gunung Mulia.

2 January 2011

Gunung Mulia feat Laksana

Layaknya sebuah ponsel yg tak bisa berfungsi tanpa adanya kartu selular, atau sebuah sikat gigi yg baru bisa dimanfaatkan setelah adanya pasta. Yup, begitulah hubungan mutualisme suatu benda, satu jenis benda tak bisa lepas dari satu jenis benda lain.
Begitupun sebuah bis yg tak bisa lepas dari yg namanya karoseri. Mutualisme seperti ini ada kalanya dijadikan ajang merangkul mitra antar perusahaan produsen benda itu sendiri, semisal HP Nokia dijual sepaket dengan kartu simPATI, maka di dalamnya telah terjalin kerjasama antara Perusahaan Nokia dan Telkomsel. Kembali ke pokok bahasan, Perusahaan bis pun demikian, dari sekian banyaknya PO di Negeri ini, ada di antara mereka yg menjalin hubungan mutualisme yg tentunya dengan perusahaan karoseri. So, armada yg dimiliki sebuah PO kesemuanya hasil karya satu karoseri saja. Example, Nusantara (Kudus) yg kesemua armadanya baik reguler, divisi parwis, maupun cyberbus nya dipercayakan kepada karoseri Adiputro (Malang), lalu Ramayana (Muntilan) menyerahkan semua armadanya digarap oleh karoseri Morodadi Prima (Malang), kemudian Maju Lancar (Wonosari) kebanyakan armadanya dibangun oleh Tri Sakti (Magelang), ada lagi Armada Jaya Perkasa (Banten) setia pada New Armada (Magelang), dan Sumber Alam (Kuthoarjo), Sahabat (Cirebon), serta Gunung Mulia (Sukoharjo) merupakan PO yg bermitra dengan Laksana (Semarang). Entah, apa alasan mereka para PO tersebut berpartner dengan satu perusahaan karoseri, mungkin karena karya dari karoseri yg punya nilai kuaitas yg tinggi, atau lantaran harganya yg miring.
Nah, di sini yg menarik buat saya adalah kemitraan PO Gunung Mulia dengan sang partner Laksana. Saya melihat PO yg berkantor pusat di Sukoharjo ini memiliki koleksi armada made in Laksana yg begitu lengkap. Dari Generasi Panorama, baik Panorama 1, Panorama 2, dan Panorama DX yg memuat desain sporti , maupun panorama 3 yg terhias sebuah selendang di bagian samping depan badan bis.
Panorama 3
Panorama 3
Panorama DX
Dari keempat varian Panorama ini, saya lihat Panorama DX lah yg paling digandrungi Gunung Mulia, terlihat bis bumel Solo-Purwantoro nya saat itu didominasi armada dengan balutan costum ala Panorama DX. Setelah itu sedang maraknya body setra selendang yg ditelurkan oleh Adiputro, dan Laksana pun turut muluncurkan body tersebut dengan tag Comfort, Gunung Mulia pun tak mau ketilapan memilikinya dengan khas orange untuk warna selendangnya. Kemudian body minimalis dengan nama Sprinter dilaunchingkan oleh Laksana, Gunung Mulia pun segera menebusnya. Menurut kabar, di samping Sprinter Laksana juga membuat body limited edition yg bertajuk Colombus, entah apa yg menjadi perbedaan antara dua nama yg sebenarnya secara kasat mata terlihat kembar itu. Namun lantaran Colombus oleh Laksana tidaklah diproduksi secara masal layaknya Sprinter, Gunung Mulia pun harus pasrah dengan Laksana yg memberikan Colombusnya tersebut kepada Sindoro Satriamas. Tak jua berhenti sampai di situ, di tengah gemparnya karoseri berlomba berkreasi menghasilkan desain bis yg diminati para operator PO, Laksana pun mengeluarkan Proteus.
Proteus
Dan tentu sebagai mitra Laksana, Gunung Mulia pun tak mau belama-lama untuk mengoleksi produk baru Laksana itu, konon kabarnya Gunung Mulia mendapatkan satu unit body Proteus yg diberikan oleh pihak Laksana secara gratis sebagai bonus pembelian 10 unit Proteus. Lepas dari Proteus namun tak lepas dari desain minimalis, Nucleus 3 selanjutnya dirancang oleh Laksana, pada saat itu armada yg digunakan Gunung Mulia untuk angkutan mudik 2009 kebanyakan mengusung body Nucleus 3 yg baru keluar dari karoseri Laksana. Serta saat ini terlihat Nucleus 3 menggatikan Panorama DXnya Gunung Mulia yg bermain di jalur bumel. Beralih dari kesan minimalis, kali ini Laksana menciptakan body dengan desain selendang sudut lengkung yg dilabel dengan nama Legacy, body yg dalam bahasa indonesia berarti Warisan ini awalnya digunakan Gunung Mulia untuk kelas eksekutif saja, namun saat ini juga untuk melayani kelas VIP. Belum puas dengan desain pertamanya, Laksana pun kembali mengeluarkan Legacy keduanya, kali ini dinamai Legacy Sky SR-1, saat ini Gunung Mulia baru memakainya untuk divisi pariwisata saja, selanjutnya mungkin juga akan digunakan untuk divisi reguler, tinggal menunggu waktu saja. Tak lama dengan kemunculan Legacy Sky, saat itu Laksana juga membangun varian Proteus anyar dengan pembaharuan nama New Proteus. Namun sampai saat ini saya belum melihat varian ini dipakai oleh Gunung Mulia.
Yups, itulah hubungan antara karoseri Laksana dan PO Gunung Mulia, dulu memang Gunung Mulia sempat meggunakan body dari Tri Sakti juga, namun sejak armada kelas Non AC nya ditiadakan, balutan baju by Tri Sakti pun ikut tak terlihat di kubu Gunung Mulia.
Namun di balik kesetiaan Gunung Mulia pada Laksana, ada sesuatu yg gak pernah terpikirkan oleh saya. What? Seperti yg kita ketahui dan bismania akui, jikalau di kancah perbisan Indonesia saat ini sedang hangatnya body New Travego. Ya, body kelahiran pabrikan Jerman Mercedez-Benz ini tengah menjamur layaknya fenomena tren, di Indonesia sendiri Adiputro lah yg menelurkan body ini atas lisensi dari langsung dari Mercy. Namun di samping Adiputro, banyak juga karoseri laen yg turut membangun body ini, seperti Morodadi Prima, Trijaya Union, Tri Sakti, New Armada, Tentrem, bahkan Rahayu Santosa. Tak berbeda dengan karoseri yg kepengen membuilt New Travego, di kubu PO pun kepincut memilikinya. Ada yg memesan ke Adiputro, namun karena garapan adiputro merupakan karya yg standarisasi jadi harganya yg gak mo dinegosiasi maka ada juga yg memesan ke lain karoseri, bahkan gak sedikit yg hanya merenovasi armadanya dengan niat model New Travego akan tetapi hanya berhasil mirip saja. Mengingat sebelum varian New Travego ini hadir, telah ada terlebih dulu sang kakaknya yg bernama Travego saja, dari sisi sportinya memang terlihat mirip tapi tak serupa maka untuk merenovasi menjadi New Travego para PO tinggal menambahkan apa yg menjadi kekurangan Travego akan kelebihan versi New nya. Nah kembali ke Gunung Mulia, tak lain halnya dengan mereka PO yg kepincut dengan New Travego, lhah padahal Laksana sendiri tak pernah membuatnya. Lalu gimana ya Gunung Mulia memilikinya? Begini jalan ceritanya, dulu sewaktu Adiputro meracik Travego, memang Laksana juga membuatnya dengan tag Panorama 2, nah sampai disini sudah ada sedikit gambaran kan? Jadi Gunung Mulia itu merenovasi Panorama 2 nya menjadi layaknya New Travego. Pertama tama dengan cara menambahkan panggul yg menjadi satu titik khas sebuah New Travego di bagian samping atas badan bis, lalu mencomot mata depannya dan menggantinya dengan lampu New Marcopolo khas Adiputro, terakhir mengganti stoplamp nya juga dengan New Marcopolo. Namun bagaimana dengan hasilnya? Saya rasa tidaklah sempurna. Yups, terkesan seperti PO kecil yg terbiasa merenovasi armadanya menjadi New Travego, apalagi Gunung Mulia juga telah loyal terhadap Laksana, serasa tidaklah tepat melakukannya itu semua itu. Awalnya saya juga gak percaya waktu ada temen yg bilang bahwasanya Gunung Mulia sedang membangun body New Travego, rasanya mustahil gitu loh buat saya, tapi rasa itu mau gak mau harus lenyap dari anggapan saya setelah saya melihat langsung bis itu di pintu tol Dukuh untuk yg pertama kali dan semakin dikuatkan dengan bukti penglihatan saya yg kedua di poolnya Sukoharjo.
Yups, ada apa dengan Gunung Mulia??? Tentu hanya managemennya yg tau, mungkinkah Gunung Mulia juga tertarik akan kegagahan New Travego di belakang keakrabannya dengan Karoseri Ungaran Semarang itu, atau memang sengaja membuat kejutan bagi customernya? Yg jelas menurut saya kesetiaan Gunung Mulia kepada Laksana merupakan suatu sisi lebih, so buat saya lebih menarik Gunung Mulia melengkapi koleksi armada made in Laksana daripada membuilt New Travego. Yaah, namun apa boleh buat, semua itu sudahlah kehendak sang pemilik, kita hanya bisa berharap saja, mudah madahan ini menjadi yg pertama dan terakhir pada Gunung Mulia.