13 May 2013

Mitos Jodoh "Ngalor - Ngulon"

"Gegarane wong akrami, dudu bondho dudu rupo, amung ati pawitane..."
Sepenggal lirik dari tembang jawa berjudul "Dadi Ati", menguak akan pepatah "Cinta itu Buta", tak memandang nilai nilai yg menyudutkan adanya sedikitpun selisih persepsi kehidupan, alami senatural rasa tatkala pandangan pertama di antara keduanya.
Alangkah indah sebuah cinta jika benih benihnya tanpa adanya rasa keterpaksaan, dan betapa bahagianya jika tumbuh kembangnya tak jua ada silih ganti problema.
Namun, sungguh ironisnya menyayat hati, manakala tolak awal rajutan masa depan itu telah terlarang akan sesuatu.
Dalam adat Jawa, ada sebuah tradisi yg hingga kini masih begitu diyakini kebenarannya, yg bilamana seorang laki laki hendak mempersungting seorang perempuan, maka arah rumah perempuan dari rumah laki lakinya tidak dihalalkan Ngalor-Ngulon.
Ngalor-Ngulon dalam arti bahasa Indonesia adalah Utara condong ke Barat, atau dalam arah mata angin disebut Barat Laut.
Kenapa? Ya, apapun jawabannya, itulah mitos, suatu kepercayaan yg diwariskan turun temurun, hingga ketenarannya masih diemban oleh generasi keturunannya sebagai sebuah tradisi.
Lantas bagaimana jika mitos tersebut dilanggar? Konon jika ada pasangan yg melakukan larangan "Ngalor-Ngulon" tersebut, niscaya rumah tangganya tak akan bahagia, banyak muncul berbagai prahara, bahkan akan berujung pada perceraian. Atau salah satu dari sanak keluarga mereka akan berakibat sakit berkepanjangan.
Mungkin terkesan mengada ada, karena dalam rumah tangga, tak khayal dengan adanya prahara, pun sakit itu juga telah menjadi bagian dari hidup ini, secara logika karena kurang menjaga kesehatan, dan secara islamiah adalah cobaan dari Allah.
Namun itulah mitos, seakan telah menjadi kitab dari nenek moyang yg selalu terpegang teguh oleh anak cucunya. Tak jarang, pasangan yg telah lama menjalin hubungan, harus rela terpisah sebelum merajut rumah tangga karena rumah mereka berarah ngalor ngulon. Seolah olah "sedia payung sebelum hujan", lebih baik sakit di dini hari daripada esok lusa.
Hehe... Ngalor-Ngulon...
Mau Percaya? atau Tidak? Monggo...

8 May 2013

Aku dan Dia dalam Bis

Alarm di HP ku berdering, menandakan jam 04.30 telah tiba, mata ku paksa untuk tak lagi terpejam, tanganku segera mencapai keberadaan sumber bunyi itu untuk menonaktifkannya.
"Mas, hari ini masuk pagi apa siang?", begitulah biasanya isi pesan yg masuk ke HP ku sesaat setelah aku mematikan sinyal alarm tadi. Sekolahku adalah sebuah SMK Swasta yg memiliki jumlah kelas terbanyak se-Wonogiri, sedang gedungnya tak mampu menampung kesemua anak didiknya, maka sewaktu menginjak kelas tiga, aku harus rela masuk bergantian, bisa saja pagi dan bisa pula siang, tergantung jadwal yg telah ditetapkan pihak sekolah.
"Ntar ikut Ganesha ya mas, biar bisa bareng", sms keduannya merespon balasanku yg mengatakan masuk pagi.
Usai mengiyai ajakannya, aku segera bangun seraya untuk mandi dan mulai bersiap siap, dinginnya pagi itu terasa lebih hangat seketika mencicipi menu breakfast dan segelas teh manis yg telah disiapkan ibuku. Sehabisnya sajian sarapan pagi, aku langsung berpamitan dan melangkahkan kaki ke jalan raya, lima menit lama perjalanan yg harus ku tempuh untuk mencapai halte pribadiku itu, terkadang masih gelap gulita, namun ada juga saatnya hari sudah mulai sedikit terang, semua tergantung dari pengaruh revolusi bumi.
Jantung deg deg'kan lantaran penasaran apakah bis hijau yg berangkat pertama kali dari Purwantoro itu ada atau tidak, pasalnya armada eks divisi malam itu tak tentu jalan, dan jika begitu maka aku lebih memilih ikut mobil angkutan umum ke Slogohimo lalu naik bis dari situ, daripada menunggu bis di belakangnya yg jarak waktu intervalnya lumayan lama sehingga bel masuk sekolahku tak terkejar.
Suara raungan mesin dari kejauhan terdengar, pertanda bis itu jalan, aku segera menyebrang jalan untuk bisa naik bis dari PO legendaris itu.
Jok masih kosong, paling hanya isi antara lima hingga sepuluh anak berseragam putih abu abu, aku leluasa memilih tempat duduk untukku bisa bersanding dengan seseorang yg mengirimi sms tadi, setelah mendapatkan posisi yg wuenak, biasanya aku mengirim sms balik padanya, menginformasikan bahwa bis idola anak sekolahan Wonogiri itu jalan dan mengabarkan sampai dimanakah saat itu supaya dia segera bersiap.
Bis yg tagline kaca depannya bertulis "Ganesha" itu tiba juga ditempat penantiannya, matanya mencari dimana keberadaanku saat dia telah berada di kabin bis berformasi seat 2-2 itu, dan langkahnya langsung terarah ke tempatku saat matanya tertuju ke wajahku.
Rasanya baru bisa tenang dan lega, setelah tadi sempat penarasan akan bis Bisnis RS ini jalan atau tidak, sempat kawatir jikalau kursi disebelahku ada yg menempati, kini semua berubah menjadi sebuah perasaan adem ayem, di tambah senyumnya yg selalu disuguhkan padaku saat dia mulai duduk bersebelahan denganku, entah kenapa seakan aku turut merasakan sebuah kebahagiaan manakala dia tersemyum lembut seperti itu.
Aku memang tak menjalin hubungan lebih dengannya, hanya sebuah perkenalan yg ku awali di kabin armada buatan Jaya Karoseri ini juga. Pun begitu, entahlah lantaran apa, aku dengannya begitu dekat, begitu srek, tak ada sesuatu yg tertutupi diantara kami, apapun yg tengah kami rasakan selalu saling kami curahkan. Bahkan karena kedekatan itu, banyak dari temanku maupun temannya menganggap kami pacaran, padahal dia saja sudah tak sendiri lagi, namun andaikan saja seseorang yg ada di hatinya mengetahui kedekatan kami yg sesungguhnya, mungkin saja dia menilai hubunganku ini adalah sebuah perselingkuhan, walaupun demi apapun aku tak pernah berniat untuk itu.
Selepas parasnya yg indah di pandanganku, aku lebih mengaguminya karena kejujuran atas hidupannya, dan bagaimana dia bisa setegar itu, bisa menjadi sosok yg dewasa, dan yg pasti bisa menutupi segala liku liku hidupnya dengan aura wajahnya yg selalu riang, itulah yg sesungguhnya membuatku begitu kagum padanya.
Setiap kalinya, hanya sekitar 30 menit kami bertemu di atas 6 roda yg berputar, karena aku harus turun di Jatisrono untuk transit ke minibus, sementara dia tetap ikut bis itu hingga mencapai sekolahnya.
Pun begitu waktu yg sebentar tadi ku rasa cukup untukku sekedar bertemu muka dan bercurah hati dengannya, mengingat hanya di bis itulah kami bisa melakukan semua itu selama kurang lebih delapan bulan hingga akhirnya aku lulus terlebih dulu dengannya yg masih setahun lagi, dan sehabisnya kami hanya bisa menjadikan semuanya sebatas kenangan indah Aku dan Dia dalam Bis.