31 August 2013

Panjang Ilang, Rangkaian Janur yg Menyimpan Mitos

Janur, ya... daun kelapa yg masih muda yg umumnya berwarna kuning kehijauan. Dalam adat masyarakat khususnya suku Jawa, janur begitu erat kaitanya dengan pesta pernikahan. Entah apa alasanya dan darimanakah asal muasalnya, sehingga ke’identikannya menjadikan dimana ada hajatan di situ pula ada janur. Di tempat berlangsungnya resepsi, janur begitu mendominasi, dari gerbang pintu masuk hingga ke dekorasi dekorasi di dalamnya.

Janur bisa dibuat menjadi berbagai macam bentuk, baik sebatas mainan hingga fungsionalnya yg mengandung arti. Ketrampilan merangkai janur menjadi suatu bentuk tentu mempunyai nilai seni, bahkan sewaktu SMP dulu, sekolahku pun memuat pelajaran “Seni Janur” yg menjadi pelajaran Muatan Lokal Ketrampilan Tangan dan Kesenian. Menggunting, melipat, dan menggulung janur hingga menjadi berbagai bentuk mulai yg berskala simpel hingga yg rumit.
Namun, siapa tau di balik indahnya janur janur yg terangkai menjadi beragam bentuk itu, ternyata ada sesuatu yg tabu, mistis, dan masih menjadi mitos di kalangan suku Jawa hingga kini.


Panjang Ilang, ya itulah namanya. Rupanya nenek moyang dulu pernah mewarisi anak cucunya untuk tetap memegang teguh anggapan bahwa rangkaian janur yg satu ini tidaklah sembarangan. Konon, Panjang Ilang ini tidak boleh sembarangan dirangkai jika tidak pada saat yg tepat yaitu ketika menepati adanya orang yg punya hajat. Apa alasannya dan apa akibatnya, ya apapun jawabanya itulah mitos, percaya tak percaya memang.
Keris, Pecut, Bola, Kipas, Ketupat, Kembar Mayang, dsb adalah sebagian dari berbagai macam bentuk janur yg pernah ku pelajari dulu, namun dari sekian banyak rangkaian janur yg di ajarkan di sekolahku selama setahun itu, memang belum pernah aku merasa ada materi membuat rangkaian janur bernama “Panjang Ilang”, jadi mungkin mitos itu memang benar adanya.

3 August 2013

Pandangan Seorang "Bukan Bismania"


Bagi seorang bismania, bukan hal tabu lagi dengan aktifitas mengambil gambar bis dengan sebuah kamera, entah di terminal, garasi, agen, rumah makan, area parkir, jalan raya, atau dimanapun lokasi pengambilannya asalkan ada objek bis yg merupakan fokus utamanya. Selain bertujuan mengabadikan gambar bis yg saat itu tengah dijumpai, tentunya gambar hasil jepretan itu bisa memberikan seni tersendiri di dalam hobinya terhadap Long Vehicle yg bernama bis.
Namun, tahukah anda bagaimana pikiran seorang yg bukan merupakan bismania menilai kegiatan anda selama berburu sosok bis dengan senjata kamera?
Pernahkah anda merasa risih, malu, sungkan untuk melancarkan kegiatan itu di tengah kerumunan masa yg memberikan tatapan tajam penuh keheranan dengan apa yg tengah anda lakukan?


Foto ini ku ambil di Solo saat beranjak dari gate keluar Taman Satwararu Jurug. Melihat Werkudara merupakan bis wisata kebanggaan wong Solo, apalagi koleksi file di albumku hanya menyimpan gambar bis tingkat warna merah itu dari hasil download saja, maka kali itulah moment yg pas untukku bisa memiliki bis berlivery tokoh wayang itu hasil dari bidikan tanganku sendiri.
"Mandek sek Lek, tak moto bis kuwi", pintaku pada joki yg saat itu memegang kendali setir mobil yg ku tumpangi. Aku segera turun saat mobil berhenti di depan bis double kabin itu.
"Sopire piye, ngguyu mesti bis'e tok foto?", tanya sopir yg tengah bersamaku saat aku kembali masuk ke mobil.
Hehehe, begitulah penilaian orang yg buta terhadap bismania, sehingga menaruh rasa aneh saat mendapati orang lain berhobi dengan bis.
Walaupun saat memotret aku tak memerhatikan reaksi sang sopir bis, namun aku yakin bahwa sopir itu tidaklah menertawakanku karena hobiku. Kenapa, ya karena sopir bis itu justru telah tahu akan keberadaan bismania, dan pengambilan gambar olehku itu tentulah bukan kali pertama yg beliau alami, nyatanya aku telah banyak mengoleksi foto bis tingkat buatan karoseri Tri Sakti Magelang itu dari hasil upload'an orang lain di dunia maya.
Hanya saja, sopir yg tengah bersamaku tak akan tahu semua itu, sehingga menganggap aku melakukan sesuatu yg ganjil, unik, dan lain dari mayoritas.