Tidaklah hatiku bosan bercengkraman dengannya, namun tak jua
puas ku dapati lewat persembahannya. Andaikan ingatanku mampu megukir sejumlah
kesanku dengannya, entah berapa kali aku telah menikmati pelayanan itu, namun
selalu saja aku dipososikan dengan sebuah pilihan serta keadaan yg
mengharuskanku kembali melenggang di atas kenyamanan sang Laju Prima.
Apalagi keteguhanku untuk bisa mencicipi cita rasa Golden Dragon berpadu Legacy Sky SR-1 masih saja utuh, tekadku kuat, doaku penuh harapan suatu saat semua itu niscaya terlaksana.
Arus balik tahun baru 2013 nampaknya menjadi lahan subur bagi para operator perbisan, terbukti di kampung kecilku saat itu terbilang sulit untuk mendapatkan sebuah tiket bis malam sebagai sarana perjalanan kembali ke ibukota.
Memang, niatan hati tak begitu saja tertuju pada si biru putih yg telah cukup lama menjadi primadonaku, sempat ku bertanya tanya pada agen Harapan Jaya dan Rosalia Indah, namun persediaan tiket bukan saja habis di hari itu melainkan sudah terbooking hingga lima hari selanjutnya, ckckck semoga aja fenomena itu merupakan sedikit keberhasilan program "Ayo Naik Bis" oleh BisManiaComunity. Sedang catatan pembukuan di agen Laju Prima Purwantoro hanya tertulis tiket habis terjual sampai sehari berikutnya saja, jelas keadaan ini menjadikan efisien waktuku untuk lebih cepat memulai keseharianku mengais rejeki. Tanpa pikir panjang lagi, tiket segera ku tebus dengan nilai 260 ribu untuk dua lembar tiket sementara dari agen. Biarlah keinginanku untuk merasakan keganasan SCANIA atau 1626 terbendung dulu, jikalau takdir memelukku pasti Golden Dragon bakal tercapai, toh itu kan juga belum pernah aku menjajalnya, maka ku iklaskan ketidak cekatanku dalam menggapai made in Swedia ataupun Jerman, bagai tiada rotan akarpun jadi, Eropa gak ada China pun tak mengapa.
Berhubung bis yg bernaung di bawah kibar Hiba Group ini menghalalkan pelanggan yg telah memegang tiket untuk tidak harus datang ke agen ketika pemberangkatan, maka lebih efektif jika aku menunggu di jalan raya depan tempat tinggalku, yups lebih hemat waktu, tenaga, dan biaya pastinya.
Sesaat ku isi waktu penantianku dengan sebuah penasaran bertabur harapan, ditengah rintik rintik kecil gerimis yg membasahi bumi Purwantoro kala itu, hape jadulku menderingkan isyarat sebuah panggilan masuk yg ternyata adalah dari Agen Laju Prima Purwantoro, mengabarkan bahwa armada yg akan membawaku telah berangkat meninggalkan lahan landasan parkir. "LP pinten Pak jatah kulo?", tanyaku untuk mendapatkan singkat kata yg ku yakin sanggup menjawab segala penasaran ini. "LP 108 Mas..." ???
Oh ya,,, LP 108??? Bukankah ini adalah sesuatu yg telah berulang gagal ku dapatkan di setiap kali usahaku, dan bukankan ini yg tetap masih ku tunggu di balik semua ketidak berhasilan sebelumnya, inikah jawaban atas segala kesabaranku dalam penantian yg lalu???
Segera ku jinjing tas punggungku untuk naik bersamaku ke kabin armada impian, ku arahkan langkahku menapak koridor body build up by Laksana karoseri ini ke seat 9A-B. Ku layangkan mata memutar menatap interior body yg di'atsiteki oleh Sani-Riri ini, berniat membuktikan kebenaran klaim seorang teman sesama pecinta bis yg menyatakan bahwa panorama rancang bangun dalam kabin body Legacy versi anyar ini lebih terlihat mewah sekalipun dibandingkan dengan made in Adiputro yg terkenal dengan brand name Royal Coach'nya. Tata letak bagasi atasnya dilengkapi dengan penutup berhidrolik layaknya sebuah kabin pesawat terbang, dengan penerangan lampu led putih yg berjajar memanjang, di langit langit atapnya terlukis beberapa bentangan garis biru yg ternyata berfungsi sebagai lampu tidur, dua unit pintu darurat atas dilengkapi dengan sign "exit" yg dapat menyala pada malam hari ketika lampu kabin dimatikan, serta dengan fitur seat original "Versa" yg memang cukup nyaman. Hmmm, patutlah jikalau interior produk unggulan Laksana ini menyandang gelar Luxury daripada produk rancang bangun karoseri lain. Hanya saja balutan AC unit dalam yg berbentuk grill dengan tombol power geser terasa kurang ekonomis, banyak tombol yg telah patah sehingga lubang AC tak dapat ditutup atau dibuka.
Bersamaan roda berputar melindas panasnya aspal jalan raya, kini giliranku untuk merasakan goyangan chasis Golden Dragon yg didorong 330 tenaga kuda. Sewaktu kemarin aku ikut PO lokal, ketika armadaku bersusah payah mengerahkan sekuat tenaganya untuk mendaki tanjakan jalur alas roban, kala itu LP 90 yg berspesifikasi sama dengan LP 108, dengan mudahnya ngeblong nafas tua armadaku, akselerasinya seperti begitu ringan. Namun itu hanya sekedar melihat di balik jendela PO lain, sekaranglah momentum untuk merasakan garangnya komponen bis buatan negeri tirai bambu yg sesungguhnya.
Jalur Wonpgiri yg dipenuhi dengan sudut tikungan yg tajam serta fisik aspal yg tak murni mulus, menjadikan sisi tersendiri untukku merasasakan kehebatan balon udara yg diadopsi di chasis ini. Sistematis kerja pada Air Suspension saat bis meliuk ditikungan yg tajam ku rasa oke, tidak begitu ku rasa ada kemiringan yg berarti pada body bis, begitupun saat bis berpapasan dengan sesama kendaraan seukuran yg mengharuskan satu di antara sisi rodanya jatuh keluar lintasan. Namun untuk urusan empuk tidaknya getaran, perasaan bis ini standar aja, masih juga terasa ada goncangan keras saat roda melewati jalan yg bergelombang, justu aku klaim lebih empuk chasis Mercy sekalipun yg tak bersuspensi udara.
Setibanya bis memasuki daratan tandus terminal Kartosuro, ku sempatkan untuk meghisap rokok di tempat yg memang telah difasilitaskan, "Smoking Area", hanya saja pintunya telah mengalami rombakan alias tidak standar lagi, pasalnya pintu tidak dapat menutup rapat dikarenakan pelatuk kuncinya telah raib, alhasil pintu dimodifikasi dengan kunci manual yg hanya bisa dioperatori dari dalam area merokok saja sebagai solusi pintu kembali tertutup normal, ini membuat siapapun nantinya mustahil bisa memasuki ruangan ini, soalnya jika bis telah diperjalanan maka pintu akses antara kabin penumpang dan Smoking Area ini pasti akan dipatenkan dari dalam oleh sang driver yg tengah mengarungi mimpi diatas ranjang macan'nya.
Sepanjang perjalanan, kaca diselimuti dengan beku embun karena cuaca yg tak bersahabat, hmmm... makin bertambah aja kejenuhanku. Menginjak kota semarang, bis masuk ke terminal Bawen, sepanjang lalu lalangku ke Jakarta dengan sebuah bis malam, inilah kali keduanya aku menemui bis yg aku tumpangi masuk terminal Bawen. Mataku hanya melihat sesosok Ramayana tujuan Jambi tengah parkir menghadap agen, lagi lagi tak ada pemandangan indah yg setidaknya bisa mengusir bosanku di LP 108. Tiada pilihan yg lebih baik menurutku selain berekspedisi ke alam mimpi di atas jok versa ini.
Sampai di raos eco pun tetap saja hujan tak jua berhenti, tak ku gubris penampakan squat Laju Prima yg tengah menjalani kewajiban service makan malam disini, begitupun beberapa unit Tunggal Dara Putera dan Agra Mas serta seunit Legacy Sky berbendera Sido Rukun. Kesemuanya hanya sebatas ku lihat, tak ku amati lebih dalam dikarenakan langit yg terus menyerang bumi lewat derasnya kucuran air.
Selesai ku menikmati hidangan pelayanan Raos Eco yg terbilang biasa biasa saja, hanya sebatang rokok yg berhasil ku bakar penuh, selebihnya hanya seperempat saja yg termakan api dan ku tinggalkan di tong sampah lantara sopir tengah telah menempati posisinya bersiap menjalankan tugasnya sebagai pengemudi. Inilah waktu yg sesungguhnya ku nanti dari keseluruhan perjalananku Purwantoro - Jakarta, di sinilah bisa ku saksikan bagaimana skil seorang driver membawa mobilnya dalam sebuah kecepatan serta terujilah ketangguhan dari armada pegangannya, aplagi di titik ini pulalah para kompetitor dari beberapa daerah telah head to head bersaing menaklukkan kelok jalan alas roban, semoga saja kuda besiku sanggup menumpah darah merebut kemenangan yg ku sanjung sanjung, membuktikan jiwa keperkasaan sebuah dapur pacu Yuchai 330hp ini.
Lepas landas sudah roda bis dari tanah parkir Raos Eco, sang driver mulai menginjak pelan pedal gas menerjang kegelapan disertai rintik hujan yg enggan berhenti menodai pemandangan, hatiku mulai tak kuasa menahan kesabaran untuk pak sopir menggeber mesinnya meninggalkan jauh lawan lawan dibelakangnya. Sudah ku relakan mata ini menyipit lantaran rasa ngatuk yg tak mau berkolaborasi, akselerasi hasil ruang bakar masih terasa rendah, belum ada tanda tanda level jarum kecepatan naik dari awal bis menginjak aspal tadi, entah kenapa sopir tengah ini justru lambat membawa batangannya. Kekhawatiran akan sebuah kekecewaanku mulai membuahkan kegelisahan, tak lama itu benar terjadi, Sedya Mulya melenggang dari sisi kanan menyisakan angin kencang yg seolah turut menyambar hatiku, pun begitu nampakknya belum juga ada niat yg tumbuh di benak sang driver untuk menyeimbangkan lajunya se'prima bis orange itu. Waktu terus berjalan, jarak makin memanjang, namun tak ada greget sedikitpun dari pak sopir untuk meramaikan race ala bis malam ini, malah lagi lagi sebuah Tunggal Dara Putera menyusul rekan satu daerahnya yg terlebih dulu ngeblong mengasapiku.
Haduuuh, rupanya keinginanku untuk merasakan krida sang Golden Dragon harus aku pupuskan di sini, tak ingin pemandangan malam ini hanya menggoreskan luka yg bertubi, mungkin lebih indah jikalau ku nikmati apa adanya, biarlah tak ku dapati persembahan sebuah kecepatan darinya, biar ku jadikan kenyamanan seat versa dan kemegahan interior SR-1 ini sebagai upaya untukku meraih speed di atas normal dalam halusinasi alam bawah sadar, ku rebahkan badan, ku tata selimut, ku pejamkan mata, ku lantunkan doa supaya selamat sampai Jakarta.
Apalagi keteguhanku untuk bisa mencicipi cita rasa Golden Dragon berpadu Legacy Sky SR-1 masih saja utuh, tekadku kuat, doaku penuh harapan suatu saat semua itu niscaya terlaksana.
Arus balik tahun baru 2013 nampaknya menjadi lahan subur bagi para operator perbisan, terbukti di kampung kecilku saat itu terbilang sulit untuk mendapatkan sebuah tiket bis malam sebagai sarana perjalanan kembali ke ibukota.
Memang, niatan hati tak begitu saja tertuju pada si biru putih yg telah cukup lama menjadi primadonaku, sempat ku bertanya tanya pada agen Harapan Jaya dan Rosalia Indah, namun persediaan tiket bukan saja habis di hari itu melainkan sudah terbooking hingga lima hari selanjutnya, ckckck semoga aja fenomena itu merupakan sedikit keberhasilan program "Ayo Naik Bis" oleh BisManiaComunity. Sedang catatan pembukuan di agen Laju Prima Purwantoro hanya tertulis tiket habis terjual sampai sehari berikutnya saja, jelas keadaan ini menjadikan efisien waktuku untuk lebih cepat memulai keseharianku mengais rejeki. Tanpa pikir panjang lagi, tiket segera ku tebus dengan nilai 260 ribu untuk dua lembar tiket sementara dari agen. Biarlah keinginanku untuk merasakan keganasan SCANIA atau 1626 terbendung dulu, jikalau takdir memelukku pasti Golden Dragon bakal tercapai, toh itu kan juga belum pernah aku menjajalnya, maka ku iklaskan ketidak cekatanku dalam menggapai made in Swedia ataupun Jerman, bagai tiada rotan akarpun jadi, Eropa gak ada China pun tak mengapa.
Berhubung bis yg bernaung di bawah kibar Hiba Group ini menghalalkan pelanggan yg telah memegang tiket untuk tidak harus datang ke agen ketika pemberangkatan, maka lebih efektif jika aku menunggu di jalan raya depan tempat tinggalku, yups lebih hemat waktu, tenaga, dan biaya pastinya.
Sesaat ku isi waktu penantianku dengan sebuah penasaran bertabur harapan, ditengah rintik rintik kecil gerimis yg membasahi bumi Purwantoro kala itu, hape jadulku menderingkan isyarat sebuah panggilan masuk yg ternyata adalah dari Agen Laju Prima Purwantoro, mengabarkan bahwa armada yg akan membawaku telah berangkat meninggalkan lahan landasan parkir. "LP pinten Pak jatah kulo?", tanyaku untuk mendapatkan singkat kata yg ku yakin sanggup menjawab segala penasaran ini. "LP 108 Mas..." ???
Oh ya,,, LP 108??? Bukankah ini adalah sesuatu yg telah berulang gagal ku dapatkan di setiap kali usahaku, dan bukankan ini yg tetap masih ku tunggu di balik semua ketidak berhasilan sebelumnya, inikah jawaban atas segala kesabaranku dalam penantian yg lalu???
Segera ku jinjing tas punggungku untuk naik bersamaku ke kabin armada impian, ku arahkan langkahku menapak koridor body build up by Laksana karoseri ini ke seat 9A-B. Ku layangkan mata memutar menatap interior body yg di'atsiteki oleh Sani-Riri ini, berniat membuktikan kebenaran klaim seorang teman sesama pecinta bis yg menyatakan bahwa panorama rancang bangun dalam kabin body Legacy versi anyar ini lebih terlihat mewah sekalipun dibandingkan dengan made in Adiputro yg terkenal dengan brand name Royal Coach'nya. Tata letak bagasi atasnya dilengkapi dengan penutup berhidrolik layaknya sebuah kabin pesawat terbang, dengan penerangan lampu led putih yg berjajar memanjang, di langit langit atapnya terlukis beberapa bentangan garis biru yg ternyata berfungsi sebagai lampu tidur, dua unit pintu darurat atas dilengkapi dengan sign "exit" yg dapat menyala pada malam hari ketika lampu kabin dimatikan, serta dengan fitur seat original "Versa" yg memang cukup nyaman. Hmmm, patutlah jikalau interior produk unggulan Laksana ini menyandang gelar Luxury daripada produk rancang bangun karoseri lain. Hanya saja balutan AC unit dalam yg berbentuk grill dengan tombol power geser terasa kurang ekonomis, banyak tombol yg telah patah sehingga lubang AC tak dapat ditutup atau dibuka.
Bersamaan roda berputar melindas panasnya aspal jalan raya, kini giliranku untuk merasakan goyangan chasis Golden Dragon yg didorong 330 tenaga kuda. Sewaktu kemarin aku ikut PO lokal, ketika armadaku bersusah payah mengerahkan sekuat tenaganya untuk mendaki tanjakan jalur alas roban, kala itu LP 90 yg berspesifikasi sama dengan LP 108, dengan mudahnya ngeblong nafas tua armadaku, akselerasinya seperti begitu ringan. Namun itu hanya sekedar melihat di balik jendela PO lain, sekaranglah momentum untuk merasakan garangnya komponen bis buatan negeri tirai bambu yg sesungguhnya.
Jalur Wonpgiri yg dipenuhi dengan sudut tikungan yg tajam serta fisik aspal yg tak murni mulus, menjadikan sisi tersendiri untukku merasasakan kehebatan balon udara yg diadopsi di chasis ini. Sistematis kerja pada Air Suspension saat bis meliuk ditikungan yg tajam ku rasa oke, tidak begitu ku rasa ada kemiringan yg berarti pada body bis, begitupun saat bis berpapasan dengan sesama kendaraan seukuran yg mengharuskan satu di antara sisi rodanya jatuh keluar lintasan. Namun untuk urusan empuk tidaknya getaran, perasaan bis ini standar aja, masih juga terasa ada goncangan keras saat roda melewati jalan yg bergelombang, justu aku klaim lebih empuk chasis Mercy sekalipun yg tak bersuspensi udara.
Setibanya bis memasuki daratan tandus terminal Kartosuro, ku sempatkan untuk meghisap rokok di tempat yg memang telah difasilitaskan, "Smoking Area", hanya saja pintunya telah mengalami rombakan alias tidak standar lagi, pasalnya pintu tidak dapat menutup rapat dikarenakan pelatuk kuncinya telah raib, alhasil pintu dimodifikasi dengan kunci manual yg hanya bisa dioperatori dari dalam area merokok saja sebagai solusi pintu kembali tertutup normal, ini membuat siapapun nantinya mustahil bisa memasuki ruangan ini, soalnya jika bis telah diperjalanan maka pintu akses antara kabin penumpang dan Smoking Area ini pasti akan dipatenkan dari dalam oleh sang driver yg tengah mengarungi mimpi diatas ranjang macan'nya.
Sepanjang perjalanan, kaca diselimuti dengan beku embun karena cuaca yg tak bersahabat, hmmm... makin bertambah aja kejenuhanku. Menginjak kota semarang, bis masuk ke terminal Bawen, sepanjang lalu lalangku ke Jakarta dengan sebuah bis malam, inilah kali keduanya aku menemui bis yg aku tumpangi masuk terminal Bawen. Mataku hanya melihat sesosok Ramayana tujuan Jambi tengah parkir menghadap agen, lagi lagi tak ada pemandangan indah yg setidaknya bisa mengusir bosanku di LP 108. Tiada pilihan yg lebih baik menurutku selain berekspedisi ke alam mimpi di atas jok versa ini.
Sampai di raos eco pun tetap saja hujan tak jua berhenti, tak ku gubris penampakan squat Laju Prima yg tengah menjalani kewajiban service makan malam disini, begitupun beberapa unit Tunggal Dara Putera dan Agra Mas serta seunit Legacy Sky berbendera Sido Rukun. Kesemuanya hanya sebatas ku lihat, tak ku amati lebih dalam dikarenakan langit yg terus menyerang bumi lewat derasnya kucuran air.
Selesai ku menikmati hidangan pelayanan Raos Eco yg terbilang biasa biasa saja, hanya sebatang rokok yg berhasil ku bakar penuh, selebihnya hanya seperempat saja yg termakan api dan ku tinggalkan di tong sampah lantara sopir tengah telah menempati posisinya bersiap menjalankan tugasnya sebagai pengemudi. Inilah waktu yg sesungguhnya ku nanti dari keseluruhan perjalananku Purwantoro - Jakarta, di sinilah bisa ku saksikan bagaimana skil seorang driver membawa mobilnya dalam sebuah kecepatan serta terujilah ketangguhan dari armada pegangannya, aplagi di titik ini pulalah para kompetitor dari beberapa daerah telah head to head bersaing menaklukkan kelok jalan alas roban, semoga saja kuda besiku sanggup menumpah darah merebut kemenangan yg ku sanjung sanjung, membuktikan jiwa keperkasaan sebuah dapur pacu Yuchai 330hp ini.
Lepas landas sudah roda bis dari tanah parkir Raos Eco, sang driver mulai menginjak pelan pedal gas menerjang kegelapan disertai rintik hujan yg enggan berhenti menodai pemandangan, hatiku mulai tak kuasa menahan kesabaran untuk pak sopir menggeber mesinnya meninggalkan jauh lawan lawan dibelakangnya. Sudah ku relakan mata ini menyipit lantaran rasa ngatuk yg tak mau berkolaborasi, akselerasi hasil ruang bakar masih terasa rendah, belum ada tanda tanda level jarum kecepatan naik dari awal bis menginjak aspal tadi, entah kenapa sopir tengah ini justru lambat membawa batangannya. Kekhawatiran akan sebuah kekecewaanku mulai membuahkan kegelisahan, tak lama itu benar terjadi, Sedya Mulya melenggang dari sisi kanan menyisakan angin kencang yg seolah turut menyambar hatiku, pun begitu nampakknya belum juga ada niat yg tumbuh di benak sang driver untuk menyeimbangkan lajunya se'prima bis orange itu. Waktu terus berjalan, jarak makin memanjang, namun tak ada greget sedikitpun dari pak sopir untuk meramaikan race ala bis malam ini, malah lagi lagi sebuah Tunggal Dara Putera menyusul rekan satu daerahnya yg terlebih dulu ngeblong mengasapiku.
Haduuuh, rupanya keinginanku untuk merasakan krida sang Golden Dragon harus aku pupuskan di sini, tak ingin pemandangan malam ini hanya menggoreskan luka yg bertubi, mungkin lebih indah jikalau ku nikmati apa adanya, biarlah tak ku dapati persembahan sebuah kecepatan darinya, biar ku jadikan kenyamanan seat versa dan kemegahan interior SR-1 ini sebagai upaya untukku meraih speed di atas normal dalam halusinasi alam bawah sadar, ku rebahkan badan, ku tata selimut, ku pejamkan mata, ku lantunkan doa supaya selamat sampai Jakarta.
No comments:
Post a Comment