Nampaknya grup usaha 'triple
t' tak main main dalam menggarap proyek barunya itu. Jejeran 7 bokong merah
dengan nama-nama kota di Jerman setiap harinya bercengkerama dengan keramaian
terminal Giri Adipura. Bukankah tambahan 5 line dalam kurun setahun itu cukup
membuktikan keseriusan sebuah manajemen transportasi dalam menghadapi pasar
penumpang? Kalau tidak, mungkin 6 buah Maxibus
itu tidak akan beranak pinak unit-unit dari Rahayu
Santosa seperti saat ini.
Belum lagi, desas desus soal kelahiran armada 'super premium' ternyata bukan sebuah gosip, isu, ataupun sekadar wacana.
Tepat pada tanggal 22 Desember 2016 Orkes Melayu yg dibintangi Via Valen menggoyang fans nya di Kota Gaplek memenuhi undangan pihak Puma's dalam rangka launching dua unit armada terbarunya, dan bertepatan dengan hari raya Natal, Double Decker yg bertumpu pada 6 sumbu roda chasis Scania K410iB itu mulai menjalankan tugas perdananya melayani penumpang di kelas Executive dan Super Executive. Sungguh spekualasi yg tidak tanggung tanggung, lanjutan dari konsep awal dimana PO milik Terang Timur Transindo Group itu mempersenjatai bibit-bibit armadanya dengan chasis premium 'O 500 R' meski sebatas kasta VIP.
Ckckck... Tidaklah berlebih jika decak kagum ini ku hadiahkan atas persembahannya.
'Yes, it's 1st intercity double decker bus in Java by Scania K410 iB', begitulah jargon yg menghiasi kaca samping armada cokelat muda berkelir batik itu. Menanggapinya, naluri ke-bis-an ku rasanya enggan berdiam.
'Bis tingkat, roda tronton, fasilitas mewah, pelayanan wah, kru ramah' bisik iming-iming yg menyeru. Lebih-lebih jika mengingat tentang berapa kali aku gagal untuk sekadar merasakan sebuah mesin made in Swedia itu.
Semasih chasis berlogo singa melet mengandalkan seri K380 nya, kerelaanku berangkat dari Solo belumlah dijodohkan dengan Scorpion King Harapan Jaya, pun ketika seri penggantinya 'K360' mulai bertebaran di jalanan Pulau Jawa, tetap saja aku tak berhasil menjajal Super Top milik Rosalia Indah. Dari kesemuannya hanyalah OH 1626 sebagai pengganti kecewa atas problema 'untung untungan' itu.
Dan kali ini, aku bukanlah berperan sebagai 'wong bejo bejan' lagi, namun asalkan tiket kelas Executive atau Elegan Class berhasil ku amankan niscaya Scania ku dapatkan, eits tapi perihal 'siapa cepat dia dapat' tetap berlaku, pasalnya antusias pasar terhadap kehadiran 'alien' ini terbilang positif, disertai libur sekolah dan hari raya yg berpotensi menguras lembar tiket, bisa-bisa menahtakan semua ini menjadi 'sewates angen'.
Ibu Ayu, nama yg tercatat sebagai official agency Bekasi Timur dalam informasi ticketing yg tercantum di file grup facebook Putera Mulya Mania. Sehari sebelum bis dua lantai itu menjalani kiprahnya, sebuah kata 'bisa' menjawab SMS yg ku kirim perihal apakah tiket untuk kelas yg diusungnya itu sudah bisa dipesan.
Tepat di hari pertama si DD ngeline, aku telusuri deretan lapak agen yg berjejer di tepi jalan HM.Joyomartono. Sayang, jika sesuai rencana awalku, tiket untuk tanggal 26 tinggal menyisakan kursi di deck atas yg dibanderol 225 K, sedang ambisiku untuk menjadi satu dari enam penumpang di deck bawah sulit ditoler lagi. Lebih baik aku mundur sehari untuk bisa terdaftar sebagai penumpang Elegan Class, dan akhirnya aku resmi tercatat sebagai pemegang kursi ber-id FF di armada berkode DD02 tanggal 27 lusa dengan barter nominal 325 K.
Jam kumpul penumpang adalah 16.00, sekitar 2 jam lebih mundur dari keberangkatan kelas VIP. Its ok, ini justru bisa ku jadikan altetnatif di saat aku pulang bersama istri yg tidak memungkinkan untuk mengejar jam berangkat bis Wonogirian pada umumnya, setelah sebelumnya kami hanya kebagian kursi Patas Harapan Jaya atau Gunung Mulia VIP yg tidak berbeda formasi seatnya dengan PO asal Tulungagung berkode perjalanan G1(Gemolong) itu, mulai saat ini kami bisa lebih lega dalam bersinggasana semalam suntuk dengan level kelas di atasnya. Nunggu'o oleh cuti yo Nduk yen pengen numpak bis tingkat...
Aku selulu mempercayakan Blue Bird sebagai partner traveling di sini. Keamanan, kenyamanan, dan keramahan belum pernah diingkari oleh perusahaan taksi raksasa itu. Apalagi, kini kemudahan pun ditawarkan olehnya, calon customer tidak perlu lagi berdiri di pinggir jalan untuk mendapatkan layananya, namun cukup dihandle dari gadget berbasis smartphone.
Tapi ada yg berbeda di sore itu, entah apakah memang sistemnya bermasalah atau malah HP ini yg eror sehingga menjadi kausanya. Lebih dari 20 menit aku menunggu proses order, namun belum ada juga sebuah taksi yg bisa ditracking, berkali ku ulang pun hasilnya nihil, hanya pesan untuk menunggu karena order sedang diproses adanya.
Imbas kekhawatiran tidak on-time chek-in di agen, aplikasi mesengger milik BlackBerry Limited ku korbankan supaya ruang penyimpanan mampu mengunduh satu aplikasi ojek online.
"Mas, gimana kalau ditambah angin saja dulu, kan deket lagi nyampe. Nanti baru ditambal"
Permintaanku pada driver grab bike yg ingin berbagi rejeki kepada tukang tambal ban, untungnya Mas Mas dengan motor Honda Vario Merah itu mengiyai saranku sehingga aku tidak meleset dari waktu yg telah ditentukan.
Suasana agen sesak oleh penumpang beserta barang bawaannya, tapi setidaknya masih ada dua kursi kosong yg bakal memangku-ku sebelum bis varian Jetbus 2+ itu datang menjemput.
Ludesnya tiket bis regular menjadi celah untuk agen menjual kursi bis pariwisata yg mendadak disewanya, tercatat ada Subur Jaya, WY Trans, Restu Wijaya, Putra Bangsa, dan satu bis pariwisata lagi yg tak ku kenali namanya menjadi alternatif untuk mereka yg kurang cekatan. Melihat nama dan fisik bis bis itu, tentu saja menjajikan, artinya meskipun bukanlah bis dengan trayek resmi, namun niscaya tidak akan mengecewakan penumpangnya.
Satu jam menunggu, belum juga armada penantian itu muncul. Malah salah satu penumpang dari agen Cilandak harus terbirit-birit ke sini karena ketinggalan. Itu artinya, bis sudah take off dari Cilandak dan dalam perjalanan ke sini setelah terlebih dulu menyinggahi terminal terbesar se-Asia Tenggara 'Pulogebang'.
Masalahnya, konon lalu lintas di jalan tol simpang susun Cikunir macet parah, baik yg dari JORR menuju Cikampek ataupun dari Cawang mengarah Cikampek. Sehingga tidak ada estimasi waktu kapan bis sampai di Bekasi Timur.
Penumpang tujuan Jogja'an lebih dulu berangkat dengan sang senior namun lebih junior di kelasnya 'P09'. Disusul para perantau dari bumi Gunung Kemukus yg memegang tiket perjalanan kode 'G1' armada Scorpion X bergambar 8 kuda. Kemudian 3 unit Mulyo Indah yg sepertinya kesemuanya berkelas Executive.
Sebuah Legacy SR1 bercorak ala 'nano nano' ditugaskan menjemput penumpang line Jakarta-Denpasar. Serta koleganya yg berbusana Jetbus 2 mengekor dengan tujuan akhir Wonosobo, sedang para pembeli tiket Dieng Indah dengan jurusan yg sama harus mengakui keberuntungan penumpang bis yg menjadi kompetitor line nya itu, lantaran PO yg menamai dirinya dengan keindahan tanah homebasenya itu urung juga datang.
19.32 adalah jawaban atas mundurnya jam berangkatku yg seharusnya 3 jam lebih awal.
Ibu Ayu dan beberapa rekannya turut berperan menjadi komando ketika bis memutarkan badan bongsornya di area SPBU samping agen, setelahnya mereka tidak luput mengabadikan DD02 menjadi sebuah file gambar di HP nya, rupanya selama 3 hari bis ini berjalan, masih saja antusiasme dan rasa penasaran khalayak terhadapnya belum merosot.
Pintu penumpang serta bagasi bawah semuanya dikontrol secara elektrik berteknologi hidrolik.
Setelah melewatinya, hadapan akan langsung tertuju pada toilet yg berdempetan dengan dispenser air panas sebagai persediaan kepada penumpang yg ingin menggunakannya untuk menyeduh minuman ataupun mie instan.
Penumpang kelas Executive di arahkan ke kanan menyusuri anak tangga untuk meuju lantai atas, sedangkan penghamba Elegan Class mengarah kiri melewati selembar tirai untuk bersinggasana di seat Alldila tipe 'Premium'.
Seat yg lengkap dengan fasilitas personal entertainment ini berkedudukan lebih rendah daripada kursi driver dan dua kursi co-driver yg dipisahkan sekat pembatas. Sehingga, chasis yg cocok untuk bis double decker ini adalah tipe modular untuk selanjutnya dibangun menjadi space frame, serta sebagai keseimbangan ketinggianya maka diperlukan chasis yg lebih panjang, dalam hal ini adalah triple axel.
Yg pantas membuat acungan jempol, kursi yg biasa disebut CB-CD ini melompong alias tak berpenghuni penumpang yg tidak kebagian tiket reguler, semoga saja hal ini turut direalisasikan pada armada kelas VIP nya yg masih menempatkan kelebihan penumpang di kursi Smoking Area.
Di belakang kokpit driver, tepatnya di lantai yg berada di atas roda depan, hanya digunakan sebagai tempat menaruh barang bawaan dan sebidang gangway di tengahnya. Sehingga 6 penghuni kabin bawah ini tidak perlu menempatkan barang bawaanya di bagasi bawah, yg memang hanya memiliki ruang yg pas-pas'an.
Plafond di deck bawah ini dibuat minimalis, tidak dilengkapi dengan bagasi kabin pada umumnya dengan tujuan supaya tidak bersinggungan dengan kepala penumpangnya, karena memang kabin di bis ini harus dibuat serendah mungkin untuk meminimalisir overall ketinggian body bis. Termasuk dengan penempatan AC yg bukan di atas body, serta dengan modifikasi lubang darurat atap yg tidak nongol ke atas.
Dengan kursi yg hanya berjumlah 6, dan kedudukannya yg sejajar dengan mobil kecil, serta gorden yg menghalangi pandangan ke belakang, membuat bis ini serasa rendah dan pendek, serta teknologi air suspension built up dari Scania yg mampu meredam getaran dan mencegah limbungnya body saat moment belok, membuat berada di deck bawah ini seperti halnya naik sebuah mobil MPV Premium, tidak serasa naik bis. MPV Premium? Opo? Toyota Vellfire, Nissan Elgrand? Emang pernah numpak? Sotoy !!!
Masih mengupas soal interior, seat Alldila khusus penumpang Elegan Class ini dikontrol secara elektrik, baik reclening dan leg-rest nya tergabung menjadi satu tombol saja. Jadi, ketika kita hendak menegakkan sandarannya, secara otomatis pula dudukannya akan bergeser mundur dan leg-rest nya pun akan turun, demikian pula sebaliknya.
Soal entertein, kita akan disuguhi option audio ataupun video, jika kita membawa USB sendiri maka kita bisa memutarnya di sini. Pun tidak membawa, sudah disediakan beberapa file yg bisa kita putar. Namun untuk mendapat suaranya, kita harus membawa headset sendiri.
Takut mengganggu penumpang di sebelahnya? Tenang, kita bisa menyetel kecerahan LCD ini supaya tidak menghasilkan warna yg menyilaukan, dan di kabin ini lampu tidur yg menyatu dengan lourve AC memang tidak dimatikan, sehingga keadaan kabin tidaklah begitu gelap, membuat penumpang di sebelah kita tetap bisa merem menggapai mimpi meskipun kita tengah goyang dumang bersama OM Monata.
Buritan Hitam-Putih dengan sedikit aksen merah berlabel 'Muji Jaya' terlihat di sisi kiri, rasanya tidak perlu penjelasan, siapa yg menyalip dan yg disalip, asalkan yg tersebut adalah serdadu Muria-an, siapapun pasti pintar menginterpretasikan.
Bukanlah hal yg kudu ku eluh-kan, kesadaranku akan fisik serta konsep pelayanan dari bis ini membuatku berbatin ‘yen banter sing tak golek'i, aku ora numpak iki'.
Jelas saja, bukan maklumat itu yg akhirnya membiusku hingga disadarkan gebyar lampu utama di Rest Area KM 102.
Terlihat unit 'hitam' diapit barisan OBL dan Gunung Mulia di depan RM Taman Lestari. Mungkinkah itu kepunyaan 'Linsaka' ?
Lantaran setelah rumah makan Barokah Indah Indramayu ditinggalkannya, bis pelopor 'online ticket' itu dikomandokan untuk bermitra pada RM Kedung Roso, entah gerangan apakah yg mengausai hingga satu di antaranya kesasar di Rest Area favorit bis malam ini.
Kolega jalur selatannya belum juga beranjak ketika juniornya tiba di RM Taman Sari, adalah M2, E1, serta E8 yg juga sedang memberikan layanan 'ishoma' kepada para penumpangnya.
Harapan Jaya bis 60, Nusatara NS 17 dan Black Pearl, Prayogo, serta bis malam dadakan 'Putra Bangsa' turut meramaikan acara 'dinner on the toll' malam ini.
Maxibus dengan kode P9 dan New Setra milik Subur Jaya pun enggan ketinggalan.
Bagai seorang artis, bis dengan livery Scania-Vabis ini tak pernah berhenti dari sorotan kamera, mulai dari para penumpang biasa, pegawai rumah makan, bahkan dua pemuda dengan kemeja hitam bertulisakan 'nusantara' pun seperti tak ingin menyiakan kesempatan memiliki gambar bis tingkat hasil bidikannya sendiri.
21.42 beranjak dari Rest Area 102. Laskar Muria-an yg berhombase di Pati 'Selamet' menjadi awal kebingunganku 'bis ku yg banter, atau Selamet nya yg pelan' di KM 122.
Dan pertanyaan itu terjawab di KM 137 sampai KM 141, dimana barisan bis bis pengusung slogan 'alon waton kelakon, nggremet waton selamet' macam Dedy Jaya Nucleus 3, Damri Legacy SR-1 beseri 4915, Sinar Jaya 72 ZX, dan sebuah Sumber Alam dipameri kedigdayaan mesin bertenaga 410 kuda ini.
Konvoi dua penjaja jalur selatan, Sinar Jaya dan Sumber Alam, menjadi korban selanjutnya di KM 142.
Sebagai imbas dari molornya waktu keberangkatan yg mencapai 3 jam tadi, laju Diana Jaya, AQ Trans, dan Damri 3206 di KM 147 harus dipatahkan.
Begitupun dengan Garuda Mas Skyliner di KM 152 dan Gunung Mulia Panorama 3 di KM 155, kecepatannya tidaklah menjadi panutan untuk mengejar waktu landing di Baturetno besuk.
Discovery milik Sinar Jaya, serta Angkutan Pemadu Moda Hiba Utama yg tengah diperbantukan untuk Murni Jaya, lagi lagi harus mengakui stigma bis tingkat identik dengan jalannya yg lelet.
Di KM 160, giliran Scorking milik Dieng Indah dan New Setra bercorak Restu Wijaya yg menjadi bulanannya.
Sumber Alam Panorama 3 ber-tag 'nona manis' dan Dieng Indah Jetbus adalah daftar korban kecepatan selanjutnya di KM 163.
D'Orange seperjuangannya 'E1' pun turut dinodai soal speed-nya di KM 169.
Lagi lagi, loyalis Karoseri Laksana 'Sumber Alam' body Sprinter harus mengakui jati dirinya sebagai bis lambat di KM 172.
Pintu keluar Sumberjaya menjadi saksi kemenagan atas dua unit Sinar Jaya Discovery dan Lorena Evonext.
Pembayaran di GT Palimanan membuat tiga unit bis bermoto 'kami memang beda', masing-masing berbody SR1, Titan, dan Proteus bernomor body 308283, Bandung Express SR1 dengan stiker premier class ala identitas Haryanto, Raya Nucleus, Handoyo Celcius, serta Sinar Jaya Jetbus-2 57VX menjadi teman antrian.
Lolosnya mereka dalam menapakkan rodanya di tol Palikanci, tidak serta merta mencoreng citra yg telah dibangun di Cipali tadi. Ibarat tanpa harus memeras keringat, satu per satu dari tujuh bis itu menjadikan DD02 ini semakin di depan.
Bukan tidak mungkin, jarak yg tersisa di depan akan menyuguhkan tontonan yg lebih seru lagi. Apalagi setelah kedelapan rodanya berputar di aspal non tol, dimana akan dihadapkan dengan lalu lintas yg semrawut, sepeda motor, dan jalan yg tak selalu mulus. Membuat kenek jarang mengisyaratkan kalimat 'kiri prei' walaupun sekadar hendak menyalip truk gandeng sekalipun. Di sini bukan lagi kecepatan yg menjadi ujung tombaknya, celah serta kesempatan pun turut membangun keberhasilan sebuah over take.
Yg paling jengkel, ketika dibutuhkan waktu yg lama untuk menyalip, yg ingin disalip pun enggan memberi jalan, saat berhasil menyalip tak lama dihadang lampu merah. Rasanya, sakitnya tuh di sini...
Namun penyakit yg disebabkan kurang tidur, 'ngantuk', membuatku memilih move on dari fitur entertain realita dibalik kaca ke fitur kenyamanan. Dengan setelan reclening rebah maksimal, seat ini sangat nyaman menompang tubuh dalam kadar tempat duduk dalam bis. Bosan berbaring? Ingin pindah posisi? Miring juga bisa kok...
Tapi di sini saya berpesan untuk kalian yg masih berstatus pacaran dan hendak naik bis berdua, saya sangat tidak merekomendasikan kalian naik bis ini. Kenapa? Karena seat nya yg longgar akan menutup kesempatan 'nempel kaya perangko'. Ingat, bahwa mencari kesempatan itu di kesempitan, bukan di kelonggaran. So, naiklah Patas AC saja, lebih ekonomis, lebih romantis...
Dara berdarah Jogja-Priangan itu menatapku tajam, seperti ada perasaan yg ingin terungkap namun terpendam. Lambat laun, mata itu merayuku, aku larut dalam perasaan senang bercampur deg-deg-an. Makin ke sini, makin besar tanda tanya di hati, apakah yg sebenarnya terjadi ?
'Mas, aku lah Dewi yg ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidupmu...'
'Maaf, kamu bukan Dewi itu. Dewi yg kamu maksud telah ada padaku...'
'Akulah Dewi ke-dua untukmu Mas...'
'Benarkah ?'
'Percayalah ini sudah menjadi takdir Tuhan...'
Perlahan, langkah ini hendak menggapainya. Pun Dia juga semakin mendekat bak menjemputku, seperti tak ingin kehilangan sedetik pun waktu untuk segera bercengkerama...
Ketika tinggal menyisakan selangkah lagi untukku meraihnya, tiba tiba saja bumi berguncang...
Dan...
Kemudian...
Akupun tersadar, ini bukanlah gempa, hanya sebuah limbung kecil akibat bis tengah sedikit menikung.
Andai saja, Pak Sopir sedikit memelankan bis nya, mungkin saja tikungan ini akan menyadarkanku dari mimpi seusai aku menggenggam tangannya, lalu merangkul, lalu membelainya, lalu... terusno dewe !
Penyesalan itu memang datang terlambat, inilah resiko menjadi penumpang bis banter, hehe...
Perhatian terpaku pada tepian jalan, berharap ada papan nama sebagai informasi sampai dimanakah saat ini. Mata yg masih bermalas-malasan tidak mampu menangkap satu pun tulisan nama daerah, padahal sudah ku lihat sebuah kantor Bank dan Minimarket yg biasanya di sertai nama cabangnya.
Dari kontur jalannya, sepertinya ini di daerah Subah. Tapi hatiku yg berbatin 'moso yo cepetmen' menjadi ingkarku atas 'kira-kira' itu.
Tak meleset, setelah ku pastikan dengan Google Maps, memang ini adalah jalanan Subah, bahkan sudah mendekati Alas Roban.
Lalu lintas yg lumayan lenggang, menghadiahkan kemenangan atas posisi Handoyo SR1 Orange, satu Maju Lancar Utama Evonext serta dua komplotannya yg berkostum Jetbus Morodadi.
Pikiran awal akan bis ini yg membelah Alas Roban via jalur lingkar atau jalan baru ternyata salah.
Dibuktikan dengan konvoinya bareng Harapan Jaya Scorpion X melewatkan pertigaan jalur lingkar dan bersama mengarah jalur Poncowati. Perasaan deg-deg-an naik ke permukaan, sanggup dan amankah bis dengan ketinggian yg tidak lazim ini menaklukkan tikungan ekstrim tengah hutan ini ?
Sopir pun enggan mengulur kekhawatiranku, moncong kendalinya makin dipepetkan dengan buritan body buatan Tentrem itu. Sepertinya roda kanan pun sudah tidak lagi berjalan di atas kebenaran, alias sudah melewati batas marka jalan, bersiap dini supaya tidak sampai kehilangan moment.
Benar saja, begitu keyakinan dalam menyatakan jalur lawan sedang 'free' kuat, tikungan bukan alasan untuk melakukan over-take pada bis bernyawa New Generation of 1626 itu.
Sesudahnya, tikungan yg tersisa terlewati tanpa adanya gejolak, kinerja sistem suspensi udara chasis premium milik K410 atau 1836 memang bisa diandalkan dalam melibas tikungan.
Menyalip satu bis di jalur ini sama halnya menyalip 10 bis di jalan 2x2, atau seimbang dengan 20 bis di jalan tol, itu selera kepuasan saya pribadi.
Entah, bagaimanakah nasib jalan yg dikenal dengan sebutan 'jalan lama' ini esok, apakah jalur legendaris ini masih berperan dalam menjembatani bus malam Jakarta-Semarang, ataukah akan dipensiunkan tatkala jalan tol Trans Jawa rampung.
Pengusik Garuda Mas sebagai penguasa jalur 'Geyer', besanding akrab dengan PO yg hingga kini masih 'ogah-ogah-an' mengikuti para rival se-trayeknya dalam mereformasi seat menjadi 8 baris.
Adalah TZ 71, TZ 29, dan TZ 08, yg berjajar dengan LP 43, LP 102, serta LP 31, tengah melaksanakan kewajiban kepada penumpangnya dari virus 'uripmu kurang ngopi' di rumah makan Raos Eco.
"Mas ikut Bis tingkat itu ya ?"
"Iya Pak..."
"Berapa itu Mas ?"
"Yg atas 225, yg bawah 325..."
"Berangkat dari mana itu ?"
"Pondok Pinang, Pulogebang, sama Bekasi..."
"Itu jalannya bisa cepet juga ?"
"Tadi sih karena telat 3 jam, jadi cepet sih Pak..."
"Emang udah jalan berapa bulan iti ?"
"Baru 3 hari ini Pak..."
Sedikit obrolanku yg di mulai sebuah tanya dari seorang Bapak yg mungkin penumpang Zentrum, kembali membuktikan bahwa memang makhluk yg bernama 'double decker' ini bagaikan alien yg jatuh ke dunia perbisan Indonesia.
Trans Zentrum Bus dengan nomor 36, duo eshade berkode LP 194 dan LP 176, serta bis binaan Hiba Group yg tengah diterjunkan sebagai pembantu arus mudik, Bela Utama BU14, menyusul para koleganya yg lebih dulu 'nyruput' kopi hitam seduan tangan orang Gringsing dengan banderol 5K itu.
Bersiap take-off dari rumah makan yg kini tengah menuju MURI untuk catatan rekor meja ter-pliket (lengket) itu, tiba tiba kabin bawah digegerkan dengan kebingungan seorang Ibu dan anak gadisnya yg duduk di seat BB dan CC.
Adanya air yg membajiri lantai di bawah dua kursi itu membuat Ibu yg dinilai dari perhiasannya adalah 'wong nduwe' itu mengadukannya kepada kru.
Konon, air itu berbau 'pesing', akan tetapi kru masih berdalih itu bukan air dari toilet. Logis memang, mengingat air yg sampai ke kursi paling depan itu seharusnya mengalir melewati kursi tempat saya duduk yg notabene terletak tepat di depan toilet, tetapi lantai di kursi FF saya justru kering tanpa sedikitpun berembun.
Setelah dipel oleh kenek, ternyata air kembali lagi. Ketiga kru dibantu satu petugas kontrol lalu mencari sumber air itu ke toilet, namun karena kesemuanya bukanlah orang yg ikut serta membangun body bis ini, lumrah saja jika pada akhirnya kausa dari musibah banjir ini masih misteri.
Selimut disetujuai bersama sebagai alternatif untuk menghambat air menggenang ke lantai.
RM Mekar Sari menjadi titik awal kemacetan, keberuntungan sebuah Pahala Kencana Jetbus dalam mencari celah bukan sesuatu yg mencoret prestasi 'banter' DD02 yg telah ditorehkan dari awal lantaran dilatari oleh sikon lalin yg semrawut.
Bis paramitra Sari Rasa yg patut dijadikan biang keladi atas ketersendatan ini, rumah makan dengan PO penggandrung terbanyak ini pintunya tak henti dilewati bis, alhasil untuk menujunya diperlukan peran u-turn di depannya sebagai celah akses, baik bis yg hendak masuk maupun yg keluar kembali ke jalan raya.
Benar saja, setelah melewati rumah makan yg dipangku daerah Kendal itu, kemacetan berganti dari arah berlawanan.
Legacy SR1, Nucleus, dan Jetbus BR (Bulakrejo), ketiganya melenggang membawa nama 'Raya' saat DD02 menurunkan penumpang pertama kalinya di Mangkang Kulon.
Masih terbayang akan sosok Dewi ke-dua ku, kembali ku rebahkan seat ini, ku posisikan tubuh ini miring ke kanan. Berharap syair reff lagu 'Elang by Dewa 19' ku nikmati di sisa jarak Semarang-Wonogiri ini.
Sinar 'padang' saat aku membuka mata, bukan lagi disumberi oleh lampu kabin, melainkan sambutan selamat pagi daerah Kartasura.
Dua bis yg dijuliki oleh manianya dengan sebutan 'Arow' dan 'Shadow', beriringan mengarah barat, mungkin mengondisikan lonjakan pemudik dari Jabodetabek sehingga sebagian kekuatan dari GMS itu diberangkatkan dini tanpa penumpang.
Kedua sopirnya terlihat tersenyum kagum ketika melihat bis tingkat yg sedang menjadi papasannya ini.
Tak luput ketika bis mengarah ke Terminal Tirnonadi, kenek dan sopir Tunggal Dara Putera bumel Solo-Purawantoro terlihat begitu memerhatikan bis ini saat keduanya berjejer menunggu lampu hijau di Perempatan Manahan.
Berhubung ketinggian bis yg mungkin tidak lolos untuk menerobos gerbang masuk, maka bis hanya berhenti di depan terminal untuk memberikan pungutan retribusi saja.
Ketika ku rasa sebagian penumpang sudah tercecer di tujuannya, sehingga keadaan kabin sudah longgar, ku susuri anak tangga menuju deck atas, semoga saja aku tidak dianggap penumpang ilegal di kabin milik penumpang Executive ini dan untuk melegalkannya aku harus membayar 225 ribu lagi.
Dua kursi di area yg biasanya jadi rebutan para pecandu rokok terlihat kosong, lumayan lah untukku menuruti hasrat yg telah terbendung sedari Gringsing tadi.
Di sini tak hanya mengandalkan kerja sebuah Exhaust Fan seperti pada Smoking Area umumnya, namun kaca samping yg bisa dibuka pun turut diadakan sebagai jalan keluar asap.
Haha, rasane koyo numpak bis bumelan...
Tak ada yg berbeda di deck atas ini dengan kabin bis biasa pada umumnya, perbedaannya hanya terletak di kursi paling depan yg biasanya untuk sopir, maka ini untuk penumpang.
Saran saja untuk Puma's, supaya kursi paling depan ini tidak perlu difasilitasi dengan Personal Audio Video, namun diganti dengan lingkar setir saja, sehingga penumpang yg duduk paling depan bisa menikmati real entertain seolah-olah dialah yg sedang mengemudikan bis ini, hahaha...
6 Penumpang Elegant Class masing masing turun di Salatiga, Solo, Sukoharjo, dan dua orang di Wonogiri, sehingga sayalah penumpang terakhir yg turun di Ngadirojo.
"Suwun nggih Mas..."
Itu bukan kalimat dari saya lho, tapi kalimat untuk saya !
What ?
Selama delapan tahun menjadi perantau, ngetan ngulon naik bis, dengan PO ini itu iki iku kae kuwi, ini yg pertama kalinya saya menemui kru yg memberikan ucapan terima kasih untuk penumpangnya.
Lha wong kadang saya yg mengucapkan terima kasih saja dia hanya mendengarkan kok, entah males, hemat bicara, atau malah takut ingin menjawab sekadar kata 'yo' thok.
Banyak PO yg berlomba dalam melayani, baik dari sisi armada maupun service lain yg dianggapnya mampu memenuhi kepuasan konsumen. Sayangnya dalam hal ini manajemen luput memerhatikan sikap kru kepada pelanggannya, tidak adanya tuntutan yg dijadikan SOP kepada krunya untuk bersikap sopan santun dan ramah tamah. Sehingga apa yg telah diusahakan demi loyalitas konsumen itu seperti tanggung-tanggung atau tidak maksimal ketika suatu saat ada omongan "kru ne galak", "sopire pas jagongan karo kernete gur misuh misuh ae".
Semoga saja, apa yg kini dilakukan Puma's kepada kru nya dalam menyikapi pelanggannya, bisa menjadi panutan yg lain.
Dua orang lain menjadi 'batur' ku turun di sini, masing masing turun di Sidoharjo dan Jatisrono setelah kami berpindah ke Gunung Mulia bumel.
Ternyata bukan aku saja yg rela bersusah oper bis lain dan mengeluarkan ongkos lagi untuk mencapai tujuan demi merasakan sebuah bis tingkat.
Hmmm, itu berarti bis ini bisa diterima pasar.
Bukan sebuah kesombongan jika Puma's mengecap dirinya mengoperasikan bis tingkat AKAP pertama di Jawa, melihat respon masyarakat baik yg berlaku sebagai penumpang maupun sebatas penikmat, tidak salah jargon 'Yes, it's 1st intercity double decker bus in Java by Scania K410 iB' diusungnya, karena ketika ada PO lain setelah Puma's, mungkin kegirangan mereka tidaklah seperti ketika pertama kalinya.
Termasuk saya, jika mungkin suatu saat ada bis tingkat lainnya yg beroperasi AKAP di Jawa, cukup berbatin 'wis tau numpak Puma's DD02'...
'Yes, It's 1st Experience Travel with Intercity Double Decker Bus in Java'
Belum lagi, desas desus soal kelahiran armada 'super premium' ternyata bukan sebuah gosip, isu, ataupun sekadar wacana.
Tepat pada tanggal 22 Desember 2016 Orkes Melayu yg dibintangi Via Valen menggoyang fans nya di Kota Gaplek memenuhi undangan pihak Puma's dalam rangka launching dua unit armada terbarunya, dan bertepatan dengan hari raya Natal, Double Decker yg bertumpu pada 6 sumbu roda chasis Scania K410iB itu mulai menjalankan tugas perdananya melayani penumpang di kelas Executive dan Super Executive. Sungguh spekualasi yg tidak tanggung tanggung, lanjutan dari konsep awal dimana PO milik Terang Timur Transindo Group itu mempersenjatai bibit-bibit armadanya dengan chasis premium 'O 500 R' meski sebatas kasta VIP.
Ckckck... Tidaklah berlebih jika decak kagum ini ku hadiahkan atas persembahannya.
'Yes, it's 1st intercity double decker bus in Java by Scania K410 iB', begitulah jargon yg menghiasi kaca samping armada cokelat muda berkelir batik itu. Menanggapinya, naluri ke-bis-an ku rasanya enggan berdiam.
'Bis tingkat, roda tronton, fasilitas mewah, pelayanan wah, kru ramah' bisik iming-iming yg menyeru. Lebih-lebih jika mengingat tentang berapa kali aku gagal untuk sekadar merasakan sebuah mesin made in Swedia itu.
Semasih chasis berlogo singa melet mengandalkan seri K380 nya, kerelaanku berangkat dari Solo belumlah dijodohkan dengan Scorpion King Harapan Jaya, pun ketika seri penggantinya 'K360' mulai bertebaran di jalanan Pulau Jawa, tetap saja aku tak berhasil menjajal Super Top milik Rosalia Indah. Dari kesemuannya hanyalah OH 1626 sebagai pengganti kecewa atas problema 'untung untungan' itu.
Dan kali ini, aku bukanlah berperan sebagai 'wong bejo bejan' lagi, namun asalkan tiket kelas Executive atau Elegan Class berhasil ku amankan niscaya Scania ku dapatkan, eits tapi perihal 'siapa cepat dia dapat' tetap berlaku, pasalnya antusias pasar terhadap kehadiran 'alien' ini terbilang positif, disertai libur sekolah dan hari raya yg berpotensi menguras lembar tiket, bisa-bisa menahtakan semua ini menjadi 'sewates angen'.
Ibu Ayu, nama yg tercatat sebagai official agency Bekasi Timur dalam informasi ticketing yg tercantum di file grup facebook Putera Mulya Mania. Sehari sebelum bis dua lantai itu menjalani kiprahnya, sebuah kata 'bisa' menjawab SMS yg ku kirim perihal apakah tiket untuk kelas yg diusungnya itu sudah bisa dipesan.
Tepat di hari pertama si DD ngeline, aku telusuri deretan lapak agen yg berjejer di tepi jalan HM.Joyomartono. Sayang, jika sesuai rencana awalku, tiket untuk tanggal 26 tinggal menyisakan kursi di deck atas yg dibanderol 225 K, sedang ambisiku untuk menjadi satu dari enam penumpang di deck bawah sulit ditoler lagi. Lebih baik aku mundur sehari untuk bisa terdaftar sebagai penumpang Elegan Class, dan akhirnya aku resmi tercatat sebagai pemegang kursi ber-id FF di armada berkode DD02 tanggal 27 lusa dengan barter nominal 325 K.
Jam kumpul penumpang adalah 16.00, sekitar 2 jam lebih mundur dari keberangkatan kelas VIP. Its ok, ini justru bisa ku jadikan altetnatif di saat aku pulang bersama istri yg tidak memungkinkan untuk mengejar jam berangkat bis Wonogirian pada umumnya, setelah sebelumnya kami hanya kebagian kursi Patas Harapan Jaya atau Gunung Mulia VIP yg tidak berbeda formasi seatnya dengan PO asal Tulungagung berkode perjalanan G1(Gemolong) itu, mulai saat ini kami bisa lebih lega dalam bersinggasana semalam suntuk dengan level kelas di atasnya. Nunggu'o oleh cuti yo Nduk yen pengen numpak bis tingkat...
Aku selulu mempercayakan Blue Bird sebagai partner traveling di sini. Keamanan, kenyamanan, dan keramahan belum pernah diingkari oleh perusahaan taksi raksasa itu. Apalagi, kini kemudahan pun ditawarkan olehnya, calon customer tidak perlu lagi berdiri di pinggir jalan untuk mendapatkan layananya, namun cukup dihandle dari gadget berbasis smartphone.
Tapi ada yg berbeda di sore itu, entah apakah memang sistemnya bermasalah atau malah HP ini yg eror sehingga menjadi kausanya. Lebih dari 20 menit aku menunggu proses order, namun belum ada juga sebuah taksi yg bisa ditracking, berkali ku ulang pun hasilnya nihil, hanya pesan untuk menunggu karena order sedang diproses adanya.
Imbas kekhawatiran tidak on-time chek-in di agen, aplikasi mesengger milik BlackBerry Limited ku korbankan supaya ruang penyimpanan mampu mengunduh satu aplikasi ojek online.
"Mas, gimana kalau ditambah angin saja dulu, kan deket lagi nyampe. Nanti baru ditambal"
Permintaanku pada driver grab bike yg ingin berbagi rejeki kepada tukang tambal ban, untungnya Mas Mas dengan motor Honda Vario Merah itu mengiyai saranku sehingga aku tidak meleset dari waktu yg telah ditentukan.
Suasana agen sesak oleh penumpang beserta barang bawaannya, tapi setidaknya masih ada dua kursi kosong yg bakal memangku-ku sebelum bis varian Jetbus 2+ itu datang menjemput.
Ludesnya tiket bis regular menjadi celah untuk agen menjual kursi bis pariwisata yg mendadak disewanya, tercatat ada Subur Jaya, WY Trans, Restu Wijaya, Putra Bangsa, dan satu bis pariwisata lagi yg tak ku kenali namanya menjadi alternatif untuk mereka yg kurang cekatan. Melihat nama dan fisik bis bis itu, tentu saja menjajikan, artinya meskipun bukanlah bis dengan trayek resmi, namun niscaya tidak akan mengecewakan penumpangnya.
Satu jam menunggu, belum juga armada penantian itu muncul. Malah salah satu penumpang dari agen Cilandak harus terbirit-birit ke sini karena ketinggalan. Itu artinya, bis sudah take off dari Cilandak dan dalam perjalanan ke sini setelah terlebih dulu menyinggahi terminal terbesar se-Asia Tenggara 'Pulogebang'.
Masalahnya, konon lalu lintas di jalan tol simpang susun Cikunir macet parah, baik yg dari JORR menuju Cikampek ataupun dari Cawang mengarah Cikampek. Sehingga tidak ada estimasi waktu kapan bis sampai di Bekasi Timur.
Penumpang tujuan Jogja'an lebih dulu berangkat dengan sang senior namun lebih junior di kelasnya 'P09'. Disusul para perantau dari bumi Gunung Kemukus yg memegang tiket perjalanan kode 'G1' armada Scorpion X bergambar 8 kuda. Kemudian 3 unit Mulyo Indah yg sepertinya kesemuanya berkelas Executive.
Sebuah Legacy SR1 bercorak ala 'nano nano' ditugaskan menjemput penumpang line Jakarta-Denpasar. Serta koleganya yg berbusana Jetbus 2 mengekor dengan tujuan akhir Wonosobo, sedang para pembeli tiket Dieng Indah dengan jurusan yg sama harus mengakui keberuntungan penumpang bis yg menjadi kompetitor line nya itu, lantaran PO yg menamai dirinya dengan keindahan tanah homebasenya itu urung juga datang.
19.32 adalah jawaban atas mundurnya jam berangkatku yg seharusnya 3 jam lebih awal.
Ibu Ayu dan beberapa rekannya turut berperan menjadi komando ketika bis memutarkan badan bongsornya di area SPBU samping agen, setelahnya mereka tidak luput mengabadikan DD02 menjadi sebuah file gambar di HP nya, rupanya selama 3 hari bis ini berjalan, masih saja antusiasme dan rasa penasaran khalayak terhadapnya belum merosot.
Pintu penumpang serta bagasi bawah semuanya dikontrol secara elektrik berteknologi hidrolik.
Setelah melewatinya, hadapan akan langsung tertuju pada toilet yg berdempetan dengan dispenser air panas sebagai persediaan kepada penumpang yg ingin menggunakannya untuk menyeduh minuman ataupun mie instan.
Penumpang kelas Executive di arahkan ke kanan menyusuri anak tangga untuk meuju lantai atas, sedangkan penghamba Elegan Class mengarah kiri melewati selembar tirai untuk bersinggasana di seat Alldila tipe 'Premium'.
Seat yg lengkap dengan fasilitas personal entertainment ini berkedudukan lebih rendah daripada kursi driver dan dua kursi co-driver yg dipisahkan sekat pembatas. Sehingga, chasis yg cocok untuk bis double decker ini adalah tipe modular untuk selanjutnya dibangun menjadi space frame, serta sebagai keseimbangan ketinggianya maka diperlukan chasis yg lebih panjang, dalam hal ini adalah triple axel.
Yg pantas membuat acungan jempol, kursi yg biasa disebut CB-CD ini melompong alias tak berpenghuni penumpang yg tidak kebagian tiket reguler, semoga saja hal ini turut direalisasikan pada armada kelas VIP nya yg masih menempatkan kelebihan penumpang di kursi Smoking Area.
Di belakang kokpit driver, tepatnya di lantai yg berada di atas roda depan, hanya digunakan sebagai tempat menaruh barang bawaan dan sebidang gangway di tengahnya. Sehingga 6 penghuni kabin bawah ini tidak perlu menempatkan barang bawaanya di bagasi bawah, yg memang hanya memiliki ruang yg pas-pas'an.
Plafond di deck bawah ini dibuat minimalis, tidak dilengkapi dengan bagasi kabin pada umumnya dengan tujuan supaya tidak bersinggungan dengan kepala penumpangnya, karena memang kabin di bis ini harus dibuat serendah mungkin untuk meminimalisir overall ketinggian body bis. Termasuk dengan penempatan AC yg bukan di atas body, serta dengan modifikasi lubang darurat atap yg tidak nongol ke atas.
Dengan kursi yg hanya berjumlah 6, dan kedudukannya yg sejajar dengan mobil kecil, serta gorden yg menghalangi pandangan ke belakang, membuat bis ini serasa rendah dan pendek, serta teknologi air suspension built up dari Scania yg mampu meredam getaran dan mencegah limbungnya body saat moment belok, membuat berada di deck bawah ini seperti halnya naik sebuah mobil MPV Premium, tidak serasa naik bis. MPV Premium? Opo? Toyota Vellfire, Nissan Elgrand? Emang pernah numpak? Sotoy !!!
Masih mengupas soal interior, seat Alldila khusus penumpang Elegan Class ini dikontrol secara elektrik, baik reclening dan leg-rest nya tergabung menjadi satu tombol saja. Jadi, ketika kita hendak menegakkan sandarannya, secara otomatis pula dudukannya akan bergeser mundur dan leg-rest nya pun akan turun, demikian pula sebaliknya.
Soal entertein, kita akan disuguhi option audio ataupun video, jika kita membawa USB sendiri maka kita bisa memutarnya di sini. Pun tidak membawa, sudah disediakan beberapa file yg bisa kita putar. Namun untuk mendapat suaranya, kita harus membawa headset sendiri.
Takut mengganggu penumpang di sebelahnya? Tenang, kita bisa menyetel kecerahan LCD ini supaya tidak menghasilkan warna yg menyilaukan, dan di kabin ini lampu tidur yg menyatu dengan lourve AC memang tidak dimatikan, sehingga keadaan kabin tidaklah begitu gelap, membuat penumpang di sebelah kita tetap bisa merem menggapai mimpi meskipun kita tengah goyang dumang bersama OM Monata.
Buritan Hitam-Putih dengan sedikit aksen merah berlabel 'Muji Jaya' terlihat di sisi kiri, rasanya tidak perlu penjelasan, siapa yg menyalip dan yg disalip, asalkan yg tersebut adalah serdadu Muria-an, siapapun pasti pintar menginterpretasikan.
Bukanlah hal yg kudu ku eluh-kan, kesadaranku akan fisik serta konsep pelayanan dari bis ini membuatku berbatin ‘yen banter sing tak golek'i, aku ora numpak iki'.
Jelas saja, bukan maklumat itu yg akhirnya membiusku hingga disadarkan gebyar lampu utama di Rest Area KM 102.
Terlihat unit 'hitam' diapit barisan OBL dan Gunung Mulia di depan RM Taman Lestari. Mungkinkah itu kepunyaan 'Linsaka' ?
Lantaran setelah rumah makan Barokah Indah Indramayu ditinggalkannya, bis pelopor 'online ticket' itu dikomandokan untuk bermitra pada RM Kedung Roso, entah gerangan apakah yg mengausai hingga satu di antaranya kesasar di Rest Area favorit bis malam ini.
Kolega jalur selatannya belum juga beranjak ketika juniornya tiba di RM Taman Sari, adalah M2, E1, serta E8 yg juga sedang memberikan layanan 'ishoma' kepada para penumpangnya.
Harapan Jaya bis 60, Nusatara NS 17 dan Black Pearl, Prayogo, serta bis malam dadakan 'Putra Bangsa' turut meramaikan acara 'dinner on the toll' malam ini.
Maxibus dengan kode P9 dan New Setra milik Subur Jaya pun enggan ketinggalan.
Bagai seorang artis, bis dengan livery Scania-Vabis ini tak pernah berhenti dari sorotan kamera, mulai dari para penumpang biasa, pegawai rumah makan, bahkan dua pemuda dengan kemeja hitam bertulisakan 'nusantara' pun seperti tak ingin menyiakan kesempatan memiliki gambar bis tingkat hasil bidikannya sendiri.
21.42 beranjak dari Rest Area 102. Laskar Muria-an yg berhombase di Pati 'Selamet' menjadi awal kebingunganku 'bis ku yg banter, atau Selamet nya yg pelan' di KM 122.
Dan pertanyaan itu terjawab di KM 137 sampai KM 141, dimana barisan bis bis pengusung slogan 'alon waton kelakon, nggremet waton selamet' macam Dedy Jaya Nucleus 3, Damri Legacy SR-1 beseri 4915, Sinar Jaya 72 ZX, dan sebuah Sumber Alam dipameri kedigdayaan mesin bertenaga 410 kuda ini.
Konvoi dua penjaja jalur selatan, Sinar Jaya dan Sumber Alam, menjadi korban selanjutnya di KM 142.
Sebagai imbas dari molornya waktu keberangkatan yg mencapai 3 jam tadi, laju Diana Jaya, AQ Trans, dan Damri 3206 di KM 147 harus dipatahkan.
Begitupun dengan Garuda Mas Skyliner di KM 152 dan Gunung Mulia Panorama 3 di KM 155, kecepatannya tidaklah menjadi panutan untuk mengejar waktu landing di Baturetno besuk.
Discovery milik Sinar Jaya, serta Angkutan Pemadu Moda Hiba Utama yg tengah diperbantukan untuk Murni Jaya, lagi lagi harus mengakui stigma bis tingkat identik dengan jalannya yg lelet.
Di KM 160, giliran Scorking milik Dieng Indah dan New Setra bercorak Restu Wijaya yg menjadi bulanannya.
Sumber Alam Panorama 3 ber-tag 'nona manis' dan Dieng Indah Jetbus adalah daftar korban kecepatan selanjutnya di KM 163.
D'Orange seperjuangannya 'E1' pun turut dinodai soal speed-nya di KM 169.
Lagi lagi, loyalis Karoseri Laksana 'Sumber Alam' body Sprinter harus mengakui jati dirinya sebagai bis lambat di KM 172.
Pintu keluar Sumberjaya menjadi saksi kemenagan atas dua unit Sinar Jaya Discovery dan Lorena Evonext.
Pembayaran di GT Palimanan membuat tiga unit bis bermoto 'kami memang beda', masing-masing berbody SR1, Titan, dan Proteus bernomor body 308283, Bandung Express SR1 dengan stiker premier class ala identitas Haryanto, Raya Nucleus, Handoyo Celcius, serta Sinar Jaya Jetbus-2 57VX menjadi teman antrian.
Lolosnya mereka dalam menapakkan rodanya di tol Palikanci, tidak serta merta mencoreng citra yg telah dibangun di Cipali tadi. Ibarat tanpa harus memeras keringat, satu per satu dari tujuh bis itu menjadikan DD02 ini semakin di depan.
Bukan tidak mungkin, jarak yg tersisa di depan akan menyuguhkan tontonan yg lebih seru lagi. Apalagi setelah kedelapan rodanya berputar di aspal non tol, dimana akan dihadapkan dengan lalu lintas yg semrawut, sepeda motor, dan jalan yg tak selalu mulus. Membuat kenek jarang mengisyaratkan kalimat 'kiri prei' walaupun sekadar hendak menyalip truk gandeng sekalipun. Di sini bukan lagi kecepatan yg menjadi ujung tombaknya, celah serta kesempatan pun turut membangun keberhasilan sebuah over take.
Yg paling jengkel, ketika dibutuhkan waktu yg lama untuk menyalip, yg ingin disalip pun enggan memberi jalan, saat berhasil menyalip tak lama dihadang lampu merah. Rasanya, sakitnya tuh di sini...
Namun penyakit yg disebabkan kurang tidur, 'ngantuk', membuatku memilih move on dari fitur entertain realita dibalik kaca ke fitur kenyamanan. Dengan setelan reclening rebah maksimal, seat ini sangat nyaman menompang tubuh dalam kadar tempat duduk dalam bis. Bosan berbaring? Ingin pindah posisi? Miring juga bisa kok...
Tapi di sini saya berpesan untuk kalian yg masih berstatus pacaran dan hendak naik bis berdua, saya sangat tidak merekomendasikan kalian naik bis ini. Kenapa? Karena seat nya yg longgar akan menutup kesempatan 'nempel kaya perangko'. Ingat, bahwa mencari kesempatan itu di kesempitan, bukan di kelonggaran. So, naiklah Patas AC saja, lebih ekonomis, lebih romantis...
Dara berdarah Jogja-Priangan itu menatapku tajam, seperti ada perasaan yg ingin terungkap namun terpendam. Lambat laun, mata itu merayuku, aku larut dalam perasaan senang bercampur deg-deg-an. Makin ke sini, makin besar tanda tanya di hati, apakah yg sebenarnya terjadi ?
'Mas, aku lah Dewi yg ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidupmu...'
'Maaf, kamu bukan Dewi itu. Dewi yg kamu maksud telah ada padaku...'
'Akulah Dewi ke-dua untukmu Mas...'
'Benarkah ?'
'Percayalah ini sudah menjadi takdir Tuhan...'
Perlahan, langkah ini hendak menggapainya. Pun Dia juga semakin mendekat bak menjemputku, seperti tak ingin kehilangan sedetik pun waktu untuk segera bercengkerama...
Ketika tinggal menyisakan selangkah lagi untukku meraihnya, tiba tiba saja bumi berguncang...
Dan...
Kemudian...
Akupun tersadar, ini bukanlah gempa, hanya sebuah limbung kecil akibat bis tengah sedikit menikung.
Andai saja, Pak Sopir sedikit memelankan bis nya, mungkin saja tikungan ini akan menyadarkanku dari mimpi seusai aku menggenggam tangannya, lalu merangkul, lalu membelainya, lalu... terusno dewe !
Penyesalan itu memang datang terlambat, inilah resiko menjadi penumpang bis banter, hehe...
Perhatian terpaku pada tepian jalan, berharap ada papan nama sebagai informasi sampai dimanakah saat ini. Mata yg masih bermalas-malasan tidak mampu menangkap satu pun tulisan nama daerah, padahal sudah ku lihat sebuah kantor Bank dan Minimarket yg biasanya di sertai nama cabangnya.
Dari kontur jalannya, sepertinya ini di daerah Subah. Tapi hatiku yg berbatin 'moso yo cepetmen' menjadi ingkarku atas 'kira-kira' itu.
Tak meleset, setelah ku pastikan dengan Google Maps, memang ini adalah jalanan Subah, bahkan sudah mendekati Alas Roban.
Lalu lintas yg lumayan lenggang, menghadiahkan kemenangan atas posisi Handoyo SR1 Orange, satu Maju Lancar Utama Evonext serta dua komplotannya yg berkostum Jetbus Morodadi.
Pikiran awal akan bis ini yg membelah Alas Roban via jalur lingkar atau jalan baru ternyata salah.
Dibuktikan dengan konvoinya bareng Harapan Jaya Scorpion X melewatkan pertigaan jalur lingkar dan bersama mengarah jalur Poncowati. Perasaan deg-deg-an naik ke permukaan, sanggup dan amankah bis dengan ketinggian yg tidak lazim ini menaklukkan tikungan ekstrim tengah hutan ini ?
Sopir pun enggan mengulur kekhawatiranku, moncong kendalinya makin dipepetkan dengan buritan body buatan Tentrem itu. Sepertinya roda kanan pun sudah tidak lagi berjalan di atas kebenaran, alias sudah melewati batas marka jalan, bersiap dini supaya tidak sampai kehilangan moment.
Benar saja, begitu keyakinan dalam menyatakan jalur lawan sedang 'free' kuat, tikungan bukan alasan untuk melakukan over-take pada bis bernyawa New Generation of 1626 itu.
Sesudahnya, tikungan yg tersisa terlewati tanpa adanya gejolak, kinerja sistem suspensi udara chasis premium milik K410 atau 1836 memang bisa diandalkan dalam melibas tikungan.
Menyalip satu bis di jalur ini sama halnya menyalip 10 bis di jalan 2x2, atau seimbang dengan 20 bis di jalan tol, itu selera kepuasan saya pribadi.
Entah, bagaimanakah nasib jalan yg dikenal dengan sebutan 'jalan lama' ini esok, apakah jalur legendaris ini masih berperan dalam menjembatani bus malam Jakarta-Semarang, ataukah akan dipensiunkan tatkala jalan tol Trans Jawa rampung.
Pengusik Garuda Mas sebagai penguasa jalur 'Geyer', besanding akrab dengan PO yg hingga kini masih 'ogah-ogah-an' mengikuti para rival se-trayeknya dalam mereformasi seat menjadi 8 baris.
Adalah TZ 71, TZ 29, dan TZ 08, yg berjajar dengan LP 43, LP 102, serta LP 31, tengah melaksanakan kewajiban kepada penumpangnya dari virus 'uripmu kurang ngopi' di rumah makan Raos Eco.
"Mas ikut Bis tingkat itu ya ?"
"Iya Pak..."
"Berapa itu Mas ?"
"Yg atas 225, yg bawah 325..."
"Berangkat dari mana itu ?"
"Pondok Pinang, Pulogebang, sama Bekasi..."
"Itu jalannya bisa cepet juga ?"
"Tadi sih karena telat 3 jam, jadi cepet sih Pak..."
"Emang udah jalan berapa bulan iti ?"
"Baru 3 hari ini Pak..."
Sedikit obrolanku yg di mulai sebuah tanya dari seorang Bapak yg mungkin penumpang Zentrum, kembali membuktikan bahwa memang makhluk yg bernama 'double decker' ini bagaikan alien yg jatuh ke dunia perbisan Indonesia.
Trans Zentrum Bus dengan nomor 36, duo eshade berkode LP 194 dan LP 176, serta bis binaan Hiba Group yg tengah diterjunkan sebagai pembantu arus mudik, Bela Utama BU14, menyusul para koleganya yg lebih dulu 'nyruput' kopi hitam seduan tangan orang Gringsing dengan banderol 5K itu.
Bersiap take-off dari rumah makan yg kini tengah menuju MURI untuk catatan rekor meja ter-pliket (lengket) itu, tiba tiba kabin bawah digegerkan dengan kebingungan seorang Ibu dan anak gadisnya yg duduk di seat BB dan CC.
Adanya air yg membajiri lantai di bawah dua kursi itu membuat Ibu yg dinilai dari perhiasannya adalah 'wong nduwe' itu mengadukannya kepada kru.
Konon, air itu berbau 'pesing', akan tetapi kru masih berdalih itu bukan air dari toilet. Logis memang, mengingat air yg sampai ke kursi paling depan itu seharusnya mengalir melewati kursi tempat saya duduk yg notabene terletak tepat di depan toilet, tetapi lantai di kursi FF saya justru kering tanpa sedikitpun berembun.
Setelah dipel oleh kenek, ternyata air kembali lagi. Ketiga kru dibantu satu petugas kontrol lalu mencari sumber air itu ke toilet, namun karena kesemuanya bukanlah orang yg ikut serta membangun body bis ini, lumrah saja jika pada akhirnya kausa dari musibah banjir ini masih misteri.
Selimut disetujuai bersama sebagai alternatif untuk menghambat air menggenang ke lantai.
RM Mekar Sari menjadi titik awal kemacetan, keberuntungan sebuah Pahala Kencana Jetbus dalam mencari celah bukan sesuatu yg mencoret prestasi 'banter' DD02 yg telah ditorehkan dari awal lantaran dilatari oleh sikon lalin yg semrawut.
Bis paramitra Sari Rasa yg patut dijadikan biang keladi atas ketersendatan ini, rumah makan dengan PO penggandrung terbanyak ini pintunya tak henti dilewati bis, alhasil untuk menujunya diperlukan peran u-turn di depannya sebagai celah akses, baik bis yg hendak masuk maupun yg keluar kembali ke jalan raya.
Benar saja, setelah melewati rumah makan yg dipangku daerah Kendal itu, kemacetan berganti dari arah berlawanan.
Legacy SR1, Nucleus, dan Jetbus BR (Bulakrejo), ketiganya melenggang membawa nama 'Raya' saat DD02 menurunkan penumpang pertama kalinya di Mangkang Kulon.
Masih terbayang akan sosok Dewi ke-dua ku, kembali ku rebahkan seat ini, ku posisikan tubuh ini miring ke kanan. Berharap syair reff lagu 'Elang by Dewa 19' ku nikmati di sisa jarak Semarang-Wonogiri ini.
Sinar 'padang' saat aku membuka mata, bukan lagi disumberi oleh lampu kabin, melainkan sambutan selamat pagi daerah Kartasura.
Dua bis yg dijuliki oleh manianya dengan sebutan 'Arow' dan 'Shadow', beriringan mengarah barat, mungkin mengondisikan lonjakan pemudik dari Jabodetabek sehingga sebagian kekuatan dari GMS itu diberangkatkan dini tanpa penumpang.
Kedua sopirnya terlihat tersenyum kagum ketika melihat bis tingkat yg sedang menjadi papasannya ini.
Tak luput ketika bis mengarah ke Terminal Tirnonadi, kenek dan sopir Tunggal Dara Putera bumel Solo-Purawantoro terlihat begitu memerhatikan bis ini saat keduanya berjejer menunggu lampu hijau di Perempatan Manahan.
Berhubung ketinggian bis yg mungkin tidak lolos untuk menerobos gerbang masuk, maka bis hanya berhenti di depan terminal untuk memberikan pungutan retribusi saja.
Ketika ku rasa sebagian penumpang sudah tercecer di tujuannya, sehingga keadaan kabin sudah longgar, ku susuri anak tangga menuju deck atas, semoga saja aku tidak dianggap penumpang ilegal di kabin milik penumpang Executive ini dan untuk melegalkannya aku harus membayar 225 ribu lagi.
Dua kursi di area yg biasanya jadi rebutan para pecandu rokok terlihat kosong, lumayan lah untukku menuruti hasrat yg telah terbendung sedari Gringsing tadi.
Di sini tak hanya mengandalkan kerja sebuah Exhaust Fan seperti pada Smoking Area umumnya, namun kaca samping yg bisa dibuka pun turut diadakan sebagai jalan keluar asap.
Haha, rasane koyo numpak bis bumelan...
Tak ada yg berbeda di deck atas ini dengan kabin bis biasa pada umumnya, perbedaannya hanya terletak di kursi paling depan yg biasanya untuk sopir, maka ini untuk penumpang.
Saran saja untuk Puma's, supaya kursi paling depan ini tidak perlu difasilitasi dengan Personal Audio Video, namun diganti dengan lingkar setir saja, sehingga penumpang yg duduk paling depan bisa menikmati real entertain seolah-olah dialah yg sedang mengemudikan bis ini, hahaha...
6 Penumpang Elegant Class masing masing turun di Salatiga, Solo, Sukoharjo, dan dua orang di Wonogiri, sehingga sayalah penumpang terakhir yg turun di Ngadirojo.
"Suwun nggih Mas..."
Itu bukan kalimat dari saya lho, tapi kalimat untuk saya !
What ?
Selama delapan tahun menjadi perantau, ngetan ngulon naik bis, dengan PO ini itu iki iku kae kuwi, ini yg pertama kalinya saya menemui kru yg memberikan ucapan terima kasih untuk penumpangnya.
Lha wong kadang saya yg mengucapkan terima kasih saja dia hanya mendengarkan kok, entah males, hemat bicara, atau malah takut ingin menjawab sekadar kata 'yo' thok.
Banyak PO yg berlomba dalam melayani, baik dari sisi armada maupun service lain yg dianggapnya mampu memenuhi kepuasan konsumen. Sayangnya dalam hal ini manajemen luput memerhatikan sikap kru kepada pelanggannya, tidak adanya tuntutan yg dijadikan SOP kepada krunya untuk bersikap sopan santun dan ramah tamah. Sehingga apa yg telah diusahakan demi loyalitas konsumen itu seperti tanggung-tanggung atau tidak maksimal ketika suatu saat ada omongan "kru ne galak", "sopire pas jagongan karo kernete gur misuh misuh ae".
Semoga saja, apa yg kini dilakukan Puma's kepada kru nya dalam menyikapi pelanggannya, bisa menjadi panutan yg lain.
Dua orang lain menjadi 'batur' ku turun di sini, masing masing turun di Sidoharjo dan Jatisrono setelah kami berpindah ke Gunung Mulia bumel.
Ternyata bukan aku saja yg rela bersusah oper bis lain dan mengeluarkan ongkos lagi untuk mencapai tujuan demi merasakan sebuah bis tingkat.
Hmmm, itu berarti bis ini bisa diterima pasar.
Bukan sebuah kesombongan jika Puma's mengecap dirinya mengoperasikan bis tingkat AKAP pertama di Jawa, melihat respon masyarakat baik yg berlaku sebagai penumpang maupun sebatas penikmat, tidak salah jargon 'Yes, it's 1st intercity double decker bus in Java by Scania K410 iB' diusungnya, karena ketika ada PO lain setelah Puma's, mungkin kegirangan mereka tidaklah seperti ketika pertama kalinya.
Termasuk saya, jika mungkin suatu saat ada bis tingkat lainnya yg beroperasi AKAP di Jawa, cukup berbatin 'wis tau numpak Puma's DD02'...
'Yes, It's 1st Experience Travel with Intercity Double Decker Bus in Java'