Parasnya terbilang lugu, raut wajahnya pun seolah menjadi image "pasrah"
dalam jiwanya, tak ada sedikitpun tanda tanda adanya sekelumit fanatisme
pada sang kebanggaannya.
Siapa yg menyangkal, dari segi penampilan lahiriah yg simple ini justru terkuak adanya kasus fanatik yg amat mendalam.
Parto, itulah nama pemberian orang tuanya. Sebagai remaja asli Wonogiri'an, tak khayal lagi jika runititas kesehariannya terluangkan di bumi perantauan, setiap kali materi buah kerja kerasnya terkumpul, dia menyempatkan untuk sambang ke kampung halaman, sekedar menilik kedua orang tua dan sanak keluarga yg rela ditinggalnya demi orientasi pencapaian pada masa depannya kelak. Bis malam tentunya menjadi alat transportasi pulang-pergi dari atau ke kampung kecilnya itu.
Mengingat dia bukanlah sebuah sosok yg menaruh perhatiannya pada sebuah bis, maka pastilah dia bukan sebuah "PO Mania", moment perjalanan mudik-baliknya tak selalu dilaluinya bersama satu nama operator bis saja, entah apa yg menjadikanya mayoritas orang begitu, apakah itu adalah dalam rangka mencari kekekalan hati dalam menemukan PO primadonannya, atau bisa saja karena situasi dan kondisi yg menjadikan banyak orang demikian, yg pasti alasannya bukanlah karena dia ingin mencicipi satu per satu dari semua bendera PO yg tengah berkibar, pasalnya dia bukanlah "BisMania".
Suatu seketika dia tengah melakoni acara bali ndeso, seperti remaja desa di sana sini yg acara malam harinya hanyalah diisi dengan acara nongkrong, aku pun ndlalah bertemu dengannya di suatu malam. Bercanda bersama, bertukar pikiran, saling berbagi cerita dari apa yg kami lihat, kami dengar, dan kami alami. Entah apa alurnya dulu yg membawa perbincangan malam itu menjuru pada masalah bis. Obrolan tentang pengalaman kita bersama suatu nama PO yg pernah kita rasakan, walaupun di antara kami hanya aku yg punya hobi di dunia perbisan, namun masing masing juga terlihat punya greget bercerita tentang bagaimana bis yg dulu pernah membawa dirinya sampai tujuan.
Kala itu memanglah belum seperti saat ini, dimana gegap gumpita persaingan antar onwer tengah mencapai titik didihnya, belum ada hiasan stiker sebagai embel embel strategi pemasaran yg saat ini sedang marak maraknya, tiada tulisan tagline sebagai keterangan merk dan seri mesin yg digunakannya, lukisan balon udara di pintu depan bagian bawah, ataupun level EURO sebagai notifikasi tolak ukur gas buang dari mesin bis itu sendiri. Tag "Air Suspension" yg kini mutlak tertulis indah di kaca samping bagian depan pun dulu belumlah lahir, setau mataku hanya PO Harapan Jaya yg menuliskan keterangan "BUS INI MENGGUNAKAN SUSPENSI UDARA" di kaca belakang. Tak heran jika sepengetahuan kami dulu tentang bis belumlah merambah pada teknologi balon udara yg lagi ngetrend sekarang ini.
Tiba pada Parto yg berkesempatan bercerita, nampaknya armada yg terakhir digunakan untuk pulang kampung kali ini adalah PO Safari, terbukti remaja yg akrab disapa "Todhenk" itu melontarkan kata kata kefanatikannya dengan PO asli Salatiga itu.
"Saiki aku tetep pilih Safari, bise penak, ngidak blegongan sepiro piro babar blas ora kroso (sekarang aku tetap pilih Safari, bis'nya enak, nginjak lubang seberapapun sama sekali gak terasa)...".
Hehehe, Todhenk Todhenk... Sebegitu besarkah fanatisme mu pada PO Safari? Banarkah teknologi Air Suspension yg diusung PO induk dari Blue Star ini begitu ampuh sehingga ada klaim positif dari seorang pelanggan barunya?
Hehe,,, bukan bermaksud merasa mustahil, tak percaya, ataupun meragukan squat armada PO dengan warna identik hijau itu, namun yg menjadikan pertanyaan adalah "Bagaimana seseorang bisa mengetahui jikalau bis yg ditumpanginya tengah menginjak sebuah lubang, sementara dia sendiri sama sekali tak merasakannya adanya getaran / goncangan ataupun tanda tanda lainnya" ???
Siapa yg menyangkal, dari segi penampilan lahiriah yg simple ini justru terkuak adanya kasus fanatik yg amat mendalam.
Parto, itulah nama pemberian orang tuanya. Sebagai remaja asli Wonogiri'an, tak khayal lagi jika runititas kesehariannya terluangkan di bumi perantauan, setiap kali materi buah kerja kerasnya terkumpul, dia menyempatkan untuk sambang ke kampung halaman, sekedar menilik kedua orang tua dan sanak keluarga yg rela ditinggalnya demi orientasi pencapaian pada masa depannya kelak. Bis malam tentunya menjadi alat transportasi pulang-pergi dari atau ke kampung kecilnya itu.
Mengingat dia bukanlah sebuah sosok yg menaruh perhatiannya pada sebuah bis, maka pastilah dia bukan sebuah "PO Mania", moment perjalanan mudik-baliknya tak selalu dilaluinya bersama satu nama operator bis saja, entah apa yg menjadikanya mayoritas orang begitu, apakah itu adalah dalam rangka mencari kekekalan hati dalam menemukan PO primadonannya, atau bisa saja karena situasi dan kondisi yg menjadikan banyak orang demikian, yg pasti alasannya bukanlah karena dia ingin mencicipi satu per satu dari semua bendera PO yg tengah berkibar, pasalnya dia bukanlah "BisMania".
Suatu seketika dia tengah melakoni acara bali ndeso, seperti remaja desa di sana sini yg acara malam harinya hanyalah diisi dengan acara nongkrong, aku pun ndlalah bertemu dengannya di suatu malam. Bercanda bersama, bertukar pikiran, saling berbagi cerita dari apa yg kami lihat, kami dengar, dan kami alami. Entah apa alurnya dulu yg membawa perbincangan malam itu menjuru pada masalah bis. Obrolan tentang pengalaman kita bersama suatu nama PO yg pernah kita rasakan, walaupun di antara kami hanya aku yg punya hobi di dunia perbisan, namun masing masing juga terlihat punya greget bercerita tentang bagaimana bis yg dulu pernah membawa dirinya sampai tujuan.
Kala itu memanglah belum seperti saat ini, dimana gegap gumpita persaingan antar onwer tengah mencapai titik didihnya, belum ada hiasan stiker sebagai embel embel strategi pemasaran yg saat ini sedang marak maraknya, tiada tulisan tagline sebagai keterangan merk dan seri mesin yg digunakannya, lukisan balon udara di pintu depan bagian bawah, ataupun level EURO sebagai notifikasi tolak ukur gas buang dari mesin bis itu sendiri. Tag "Air Suspension" yg kini mutlak tertulis indah di kaca samping bagian depan pun dulu belumlah lahir, setau mataku hanya PO Harapan Jaya yg menuliskan keterangan "BUS INI MENGGUNAKAN SUSPENSI UDARA" di kaca belakang. Tak heran jika sepengetahuan kami dulu tentang bis belumlah merambah pada teknologi balon udara yg lagi ngetrend sekarang ini.
Tiba pada Parto yg berkesempatan bercerita, nampaknya armada yg terakhir digunakan untuk pulang kampung kali ini adalah PO Safari, terbukti remaja yg akrab disapa "Todhenk" itu melontarkan kata kata kefanatikannya dengan PO asli Salatiga itu.
"Saiki aku tetep pilih Safari, bise penak, ngidak blegongan sepiro piro babar blas ora kroso (sekarang aku tetap pilih Safari, bis'nya enak, nginjak lubang seberapapun sama sekali gak terasa)...".
Hehehe, Todhenk Todhenk... Sebegitu besarkah fanatisme mu pada PO Safari? Banarkah teknologi Air Suspension yg diusung PO induk dari Blue Star ini begitu ampuh sehingga ada klaim positif dari seorang pelanggan barunya?
Hehe,,, bukan bermaksud merasa mustahil, tak percaya, ataupun meragukan squat armada PO dengan warna identik hijau itu, namun yg menjadikan pertanyaan adalah "Bagaimana seseorang bisa mengetahui jikalau bis yg ditumpanginya tengah menginjak sebuah lubang, sementara dia sendiri sama sekali tak merasakannya adanya getaran / goncangan ataupun tanda tanda lainnya" ???
maksudnya ga gemblodak kali
ReplyDelete