Bukan dalam batasan penggemar bis saja, mereka para khalayak
yg tau ala kadarnya pun menyanjung, artinya apa yg diagungkan tentangnya bukan cuap cuap basi.
"Sing apik apik ki bis ngalor'an
lho", kumandang itu tak jarang terdengar, rupanya virus masyarakat
Jateng Utara mulai menular, menjamah mata lalu turun ke hati, para penghamba
bis dari daerah lain mulai tau soal segi 'apik'
nya armada, apalagi jika 'banter' dan
'murah' sudah melengkapi puji
kekaguman itu, niscaya PO adikuasa adalah jelmaan dari perusahaan perusahaan
eks Karisidenan Pati inside, kapanpun mereka mau, urusan mematikan pasar daerah
jajahan bukan problema yg dipusingkan.
Dibalik jeri payah PO lain yg mendera keuzururan ingin sematan tampang muda di
jiwa tuanya, bak disegani himpitan finansial, para bos dari tlatah Kidul Segoro Jowo malah gencar
menghadirkan unit unit anyar, tak tanggung tanggung, mesin gres body pun fresh.
Itupun tanpa dikawal rasa eman eman,
tumpah ruah solar yg disenjatakan, serta (mungkin)
minimnya klaim paska ngedor yg dibebankan
pada awak, membuat sopir relatif manaikkan jarum speedometer ke angka yg
diingini. Tentunya, anggaran bahan bakar dan biaya perbaikan musibah tak
terduga menjadi ekstra, namun nyatanya itu seperti bukanlah bab yg menjadi
bahasan strategi manajemen. Dan yg membuat geleng geleng, ke-eksklusif-an'nya
ditawarkan dengan tebusan lumrah, bukankah semestinya harga jual tinggi
diimbaskan atas suguhan buah jor-joran'nya?
Muriaan Muriaan,
Tak sanggup nalarku memikirkanmu...
Benarkah balutan gengsi membelakangi perang dingin antar kerajaan ayoman Gunung
Muria, atau karena tuntutan penumpang yg senantiasa dimanjakan bis bis
berkelas?
****
Lama sudah rasa ini ingin beranjak dari sekedar pengagum, sekali kali diri ini
bisa dipangku nuansa kemewahan, terbawa laju 'ora ngeblong ora penak' nya, tapi, kepincutku terkurung oleh
ketiadaan kesempatan. Apa daya, sosok yg tak canggung touring, sekedar
besensasi dengan bis ini itu, sekalipun tak sedikit waktu, tenaga, dan materi
yg berhamburan demi memuasakan hasrat ke-bismania-an, urunglah ku jiwai.
Sekedar sarana pencapai tujuan, itulah lelakon ngebis-ku selama ini.
Pagi kemarin, Agra Mas menghadiahkan kesan padaku, lantaran ajakan seorang
teman, sebut saja Piyik, aku pun
mendelegasikan bis merah ferarri itu
sebagai moda transportasi bis malam menuju Jakarta. Urusan kerja terhapus di
sket plan tujuanku kali itu, ekspedisi pengawalan Ibuku ke sebuah rumah kecil
di Jakarta Timur adalah amanah yg usai ku emban, tiada alasan untuk menambah
hari hari di Ibukota, kalaupun menjelang subuh itu ada bis angkatan pagi ke
Purwantoro, sudah ku pasrahkan jiwa raga ini padanya. Sayangnya, sambang pacar
yg kudu diacarakan Piyik di siang harinya, menuntut kebesaranku sehari semalam
lebih betah membumi di Gandaria 2, Pekayon, Pasar Rebo, lantarannya adalah
rajutan mulih bareng yg sudah
diagendakan.
Inilah saatnya ! Batinku bergelora...
Sekian lama inginku mencicip rasa Nusantara, New Shantika, Muji Jaya, Haryanto,
dan Bejeu masih terpendam. Serangkaian nama itulah urutan kesemsem ku dari yg terdahulu hingga sekarang. Bukankah andilnya
satu teman cukup sebagai obat derita kebutaan pada daerah luar, juga menjadi
tameng tatkala musibah calo menyerang, sejujurnya dua hal itu yg menyiutkan
nyali akan nyidam ku pada muria united.
Soal apalagi kerisauanmu, kapan lagi
kesempatan datang jika kali ini kau siakan. Muriaan itu bagus, muriaan itu
banter, muriaan itu tidaklah mahal !!!
Bisikan demit pantura itu seakan
menggitikku, menghacurkan ragu, menyuluh keyakinan, memupuk semangat, hingga
suburlah tekad ini...
Jepara, eh maksudnya, Semarang I'm coming...
****
Sesuai romantika hati, dimana saat ini teguh memegang nama Bejeu. Beberapa hari silam, para penyandang anggota grup Black Bus Community memberiku bekal
tentang option perpindahan ketika nanti aku dan si hitam berpisah di Semarang. Dari berbagai komentar atas tanya yg
ku layangkan ke facebook, rute / transit yg mengukuhkan hati adalah Terminal
Terboyo, konon di terminal rawan calo itu Safari
Group mulai menadahkan kabinnya pada penumpang dari jam 02.00 dini hari.
Rampung mencapai mufakat via telepon dari Piyik dan seorang teman, sebut saja Khepik, selaku peserta musyawarah,
cekatan ku suarakan info status tiket ke agen Sri Muji Pal Depok.
"Waduh, Bejeu dinten niki mpun telas
niku Mas...", jawaban penjaga agen pada tanyaku yg lupa menyertakan
kata 'besuk' sebagi waktu
keberangkatan.
"Owh, yen mbenjing wonten. Tumut
sing Jeporo nopo Tayu?"
"Saksae Pak, kulo namung mandhap Terboyo..."
"Owhalah gur Terboyo to, yo wis nekno. Kursi ngarep opo mburi iki?"
Lho lho, kok tumben tumbennya agen ini memberiku kebebasan dimana aku akan
bersandar nantinya. Ibarat sholat pun, ganjaran
shaf barisan depan diumpamakan setimpal gajah, kuda, kerbau, sapi, sedang makin
mundur makin kecil hingga yg terbelakang hanyalah kebagian semut. Tak ubah,
kalau diperkenanakan, grup seat depanlah pilihanku.
Kurang dari 2 jam menjelang pergantian waktu sore dan malam keesokan harinya,
kewajiban datang tepat waktu di agen kami taati, bahkan 30 menit lebih awal
dari jam yg diharuskan.
"Wis yahene enek'e gur tekan Solo
ki", sambut penjaga agen mendapati kedatanganku.
Owhalah Pak Pak, kali ini Purwantoro ku coret dari destinasi, pun tak usah
kerepotan akan tujuan Solo sebagai alternatif, tau diri ku mengilhami saat ini
bukanlah ritme bis Wonogiren mangkal, backing itulah yg
membuat kami setor muka sesore ini, lha wong Bejeu sudah mencatat kesertaan sebagai penumpangnya kok.
"Owh lha iki, layak wingi iku masaku
sing kulino njaluk Laju Purwantoro kok njaluk Bejeu".
Salah siapa Pak, Sampeyan sungkan memberikan ruang untuk nomorku, padahal akeh sithik aku kan berperan mendatagkan
omset bagimu, walaupun itu setahun
sekali, hehe...
130.000 x 3 orang adalah jumlah tebusan jasa transportasi executive
Depok-Semarang. Bukan omong kosong, soal kabar murahnya banderol tiket memang
ku amini, realitanya butuh peran tiga
lembar pecahan sepuluh ribu lagi untuk mengencani bis bis Soloensis dengan kelas imbang.
Kami sempatkan mengenalkan lidah pada sajian kuliner yg bertengger di ujung jejeran
kios kios penjualan tiket. Racikan yg pas antara bahan dan bumbu, serta
penanganan profesional dalam proses pengolahannya, menyokong selera santap sore
masakan Javanese food ini. Siaga akan
kemacetan, didukung kekosongan perut, menambah nilai plus citra rasa yg diramu
koki handal asal Jawa Tengah, lebih
tepatnya Tegal ini.
Taukah Anda, mini resto ini biasa
disebut dengan nama Warteg? Haha...
Biar begitu, jangan entengkan kejujuran lidah dalam meresapi setiap kecapannya,
buktinya Piyik lebih rela mengikis pundi pundi dompet daripada mengeluarkan
bekal amunisi penguruk lapar yg sudah terkemas dalam bungkusan kertas minyak yg
terikat karet di dalam tasnya.
Meh mbok dudah neng endi Yik ?
Imbas jamuan warung bahari yg mengencangkan otot perut, Piyik dan Khepik tumpah
semangat seketika B13 muncul di
penglihatannya. 'Iki bis-e', mungkin
begitulah batin mereka beranggapan, hingga keduanya sudah bersiap angkat badan
dengan tas di pegangan tangannya.
Batinku pun membalas, 'lha wong agen'e we
meneng wae kok', lepas dari lakunya lembar yg didagangkan, tuntunan pada
penumpang pasti diwajibkan atas syarat sah seorang agen, kalau tiada aba aba
apapun darinya artinya kita tetap disarankan untuk berdiam menunggu bis yg
belum datang.
Tak lama bis berbody Scorpion King itu
disundul koleganya pemegang trayek BE-05,
inilah yg menjadi tumpuan kami ke terminal utama Semarang. Pintu lorong bagian
tengah sebagai gate entry menuju
kursi 2CD, sedang Piyik berhak atas nomor 3C.

Di bagian atas pintu pemisah kabin yg diapit dua layar LCD 'sungguhan' (karena memang difungsionalkan sebagi
entertaiment, bukan sekedar pajangan belaka), sebuah stiker tentang
kewajiban kru memberikan waktu sholat subuh tertempel. Di samping kesan
kebesaran management kepada penumpang muslim, yg tak kalah membuatku merasa
luar biasa adalah inovasi nya itu sendiri, bukankah pelayanan macam ini masih
terbilang baru dan belum banyak PO yg menyuguhkan. Ternyata dibalik gengsi yg
konon mengotaki adu garang antar sesama BMC
(Bigbos Muriaan Community), tak serta merta membuatnya terlena dalam hingar
bingar rivalitas hingga menjatuhkan nilai nilai agamis yg dijunjungnya.

Hotspot on the bus, menarikku untuk
menyelaminya, karena dari sinilah bibit bis pengusung jaringan wi-fi yg saat ini ramai berkeliaran itu
ditampak. Perangkat eclair-ku memang
mampu mendeteksi sinyal nirkabel itu, begitupun ketika tulisan conect mendapat
sentuhan ibu jari, pancaran yg dihasilkan Bejeu
Cyber Bus B8 itu bak sebuah tim tanggap darurat pada kuota paket flash
unlimited ini, sayang, loading tak menunjukan gelagat terbukanya halaman baru
pada broswer opera mini di smartphone yg dahulu pernah meraja sebelum tergeser
oleh versi 2.2 froyo ini.

Kegirangan yg dijamah Khepik sewaktu 'kapusan'
oleh B13 tadi justru kini meredam,
rautnya mewartakan ada kecewa yg membalut hatinya.
“Opo iki, malah ora oleh Skorkin”',
itulah jawaban dari rasa gelo yg
diluapkan wajahnya.
Aku jadi teringat, manakala di hari itu suaranya via telepon menanyakan
keberadaan Super Executive yg dirodai
GMS, sampai sampai terjun ke Terminal
Lebak Bulus adalah lakon yg kudu direlakan sebagai aktifitas siang itu, ku
simpulkan sendiri itu merupakan usaha untung untungan dapat bersemayam di bawah
kabin by Tentrem-nya Comando / Invansion.
Memang kali ini bukan body yg mungkin bakal discontinu oleh kelahiran Scorpion X yg kami dapati, melainkan
sebuah High-Decker yg dibenami head
lamp New Marcopolo oleh Adiputro. Jadi, itukah faktor mengapa
dia enggan be happy lagi.
Itu dikuatkan saat mengiyai tawaranku 33 jam yg lalu, “nek numpak bis lor'an nek ora bis ireng ora”, begitulah embel
embel persetujuan yg ku negosiasikan sesaat sebelum ku booking tiket kemarin.
Jauh dari kata luput, untuk berjodoh dengan body kembaran Scania Touring ditunjuklah Bejeu sebagai penyedia jasanya, menilik PO yg seinduk dengan
perusahaan furniture Bongkotan Jati Utama
ini gemar ngopeni Raja Kalajengking
sebagai dominasi kandangnya, kesempatan merasakan sengatannya akan lebih besar.
Adapun belum beruntung, ilhamilah bahwa jodoh itu di tangan Tuhan, jika esok Allah
telah menggariskan, bukan tidak mungkin jodoh idaman itu justru datang dari Metromini atau Kopaja.
235 tenaga kuda rasanya kekuatan yg kecil untuk saat ini, mengingat
dominan power mesin mesin varian anyar berkisar diangka 260, pun begitu tak memberatkan sopir dalam menyisir Jalan Raya
Bogor ruas Pal-Pasar Rebo. Bunyi dekur
yg masuk ke kabin mengiringi akselerasi membuahkan tanya akan kemungkinan
adanya fitur yg disematkan atau part yg dioplos sebagai jampi jampi mesin J08E-UG ini, ataukah memang bawaan dari
produsernya, keawamanku tak cukup paten menganalisa, wong yo lagi iki numpak RK Jes Junior.
Fly Over Pasar Rebo, yg oleh pihak Trans Jakarta disebut Fly Over Raya Bogor sebagai nama halte Busway di bawahnya, adalah
batu loncatan agar terhindar cegatan
lampu merah oleh arus dari dan ke Jalan TB Simatupang, untuk merujuk agen Pasar
Induk. Sepasang muda mudi hengkang dari kursi 3AB saat mendengar “Solo pindah sini Mas” dari kenek. Besar
kemungkinan dua insan itu adalah penumpang ketinggalan
kreto yg dititipkan oleh agen ke bis ini, owh Mas Mbak kenging nopo mboten mandhap Semarang mawon kersane kulo
tambah rencang...
Lepas dari pasar yg merangkap terminal bagi truk truk distributor sayur mayur
itu, rute jalan tipe 2x2 yg melintasi tiga kabupaten dalam dua provinsi
dituntaskan dengan manuver kanan di pertigaan Hek. Melenceng dari bis non muria
pada umumnya, yg menjadikan Terminal Pinang Ranti sebagai lahan nafkah para
partner agency, bis beridentitas B8
ini melewatkan persimpangan di depan Tamini Square tanpa adanya arahan kemudi
ke terminal kecil muara busway yg dioperatori JTM, BMP, dan DMR itu. Pantas
saja, sekali aku menjumpai di pagi hari, keluarga satu rumahnya memanfaatkan
u-turn di depan pasar komplotan sawi dan
kubis itu untuk berpindah haluan menuju arah Bogor, yg mengindikasikan
bahwa gate exit Pasar Rebo lebih
dipilihnya untuk membumikan kaki penumpang di pasar langganan tukang sayur itu,
daripada harus mencicipi sedikit aspal tol Jagorawi.
Gerbang Bambu Apus sebagai welcome di Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta, arus lalu
lintas padat lancar membuat MD041
berjalan sakpenake, sehingga seluruh
badan Jetbus Custom itu dilewatkan B8 dari kanan. Pump, Thot, sapa serta
imbal balas dari sesama driver yg terkenal dengan tipikal banternya itu ketika
kedua bis sejajar. Tenyata sengitnya persaingan para ndoro majikan tak mengguna-guna bawahan dalam memegang erat 'tunggal guru ojo ngganggu, tunggal japa ojo
ngoda' dalam kiprahnya meniti karir sesama pengendali setir. Biar begitu,
tidak berarti harus diam ketika diperlakukan kalah lincah, Muji Jaya ungu pun membalasnya karena bis dengan tajuk Royal Platinum Class ini harus
mengendorkan putaran saat pintu keluar Jatiasih menyambut, isyarat klakson pun
kembali terulang sebagai pupukan solidaritas.
Hadangan macet terjadi sepeninggalan tol JORR, berbaur dalam lalu lintas yg
padat merayap bersama TZ32 dan Rosalia PB108.
Setelah tol Jakarta-Cikampek mulai ramah pada penggunanya, greget sopir pun
kembali tersalurkan, galaknya kaki dalam membuka celah gas diindahkan oleh duo Rosin di depan rest area KM 39, masing
masing NL 308 dan NL XXX berkelas Non AC.
Mati satu tumbuh seribu, tumbangnya tiga squat Karanganyar tadi belumlah
membuat namanya lenyap, kali ini satu komplotannya digiring B8 di jalur paling kanan melewati barisan
truk yg mengular. Renteran lampu dim ditembakkan padanya, namun Royal Bus Morodadi Prima itu peka akan
serangan yg terus dilancarkan dari belakang, beberapa kali sopir berusaha
menjatuhkan dari lajur sebelah kiri, namun mobil mobil pembawa bak yg belum
mengurai tak memberikan cukup celah. Bis bernomor lambung 201 itu akhirnya berhasil 'menang
ora kondang' karena rest area KM 57 menyengkal usaha pengejaran yg
dilakukan B8.
Siraman garingnya tangki dilakukan bersama B13
dan salah satu pasukan Haryanto kesatuan
The Phoenix.
Usai tugas memastikan solar dalam keadaan full, pembagian snack berupa roti bakery
yg dikemas dalam wadah tas karton disusul air mineral 600 ml adalah kewajiban
yg diemban kenek. Berlanjut dengan acara pendataan tujuan akhir penumpang, satu
per satu lokasi yg diutarakan penghuni kursi dicatatnya di atas kertas
berlambaran paper board.
"Nek teng Solo, penak'e mandhap
Krapyak nopo Terboyo Mas?", ku gantungkan titik landing pada orang
berpawakan gemuk itu sebagai pertimbangan awamku karena jabatan abdi jalannya
yg tentu lebih gamblang urusan transit, walaupun sebenarnya Terboyo sudah ku
alternatifkan sebagai point perpindahan terbaikku.
"Pokok'e yo kuwi Mas, nek ora Krapyak yo Terboyo. Ngko tak
tekokne sopirku sek ya..."
Kalihurip menjadi lubang untuk meloloskan diri dari jalan
tol sepanjang 73 KM yg beroperasi di bawah PT Jasa Marga itu. Kemacetan di
Dawuhan membuat sopir menempel ketat bokong Luragung
Jaya yg melakukan contra flow meninggalkan pemandangan parkir paralel puluhan
truk di lajur aslinya. Sesekali harus menyelipkan kepala di kerapatan kendaraan
pengangkut barang, namun jejak bis kejar setoran berstiker 'sahara' itu menjadikan jurus sakti menembus Simpang Jomin dalam
waktu lebih singkat dibandingkan harus pasrah di tengah keadaan.
Armada terjunan Pak Haji ber-id HR01
yg tak sengaja terjalin pertemuan di rest area tadi, diriwayatkan sebagai bis
yg tersisih oleh kehadiran Black Bus
ini di Pangulah.
Begitupun 401 yg disenjatakan Rosalia Indah ke dalam kelas Executive, tak luput menambah daftar
sejarah ketika Patok Beusi mendarati permukaan rodanya, walaupun kemacetan di
Ciasem kembali menyeimbangkan perlawanannya sebentar.
Sumber Alam dengan dekorasi 'beda tipis' di kacanya, tidak
membuahkan peluh sopir untuk menjadikannya korban pelarian di depan RM.Dody
Jaya.
Armada lawas yg tak kunjung turun pamor di mata pelanggannya, Raya, nekat pamer eksistensi 'tua tua keladi' ketika jalan raya di
muka RM.Taman Sari 2 mempertemukannya dengan bis bermoto 'elegant black bus with colorfull service' ini. Kelihaian sopir
dalam memacu mesin yg konon digembok
di rentang kecepatan 0-90 KM itu, membuatnya tetap menari indah dibawah tekanan
B8, alih alih tersungkur, buritan Nucleus 3 itu malah hilang tertelan
jarak dan arah pandang lantaran kewajiban memasuki RM.Barokah Indah menjinakkan
kaki sopir yg sebentar lagi akan habis jam kerjanya di shif pertama ini.
B13 dan B15 adalah saudara yg lebih dulu mengisi parkiran di halaman
belakang. Sedang pelataran muka dihuni oleh tetangganya, New Shantika.
Telur asin, ikan jambal dan ayam goreng dalam tiga loyang terpisah mengacungkan
jempolku pada rumah makan langganan bis Jepara ini, belum lagi sayur sop dan
tumis mie sebagai pelengkapnya, sungguh executive pula sajian menu yg ditunggu
pelayan pelayan seksi ini.
"Pake apa Mas? Ini..?.",
tanya salah satu dara cantik yg impossible
is nothing bakal jadi jodohku esok ini sambil mengarahkan capit ditangannya
ke tumpukan ayam goreng.
Hmmm, ora kacek...
Ternyata pikiranku tentang lauk 3in1
meleset, dari ketiganya hanya diperkenankan satu lauk yg menemani sayur sop dan
tumis mie di atas gundukan nasi putih. Malah ada sepasang Bapak Ibu berusia
senja bertingkah ndagel, yg bermaksud
untuk mengurungkan service makan yg sudah dijatahkan dan meminta kembali uang
kuponnya.
Keherananku memuncak tatkala ingatanku tertuju pada nasi bungkus yg diselipkan
Piyik diantara pakaian kotor di tasnya yg juga belum mendapat perlakuan apapun,
mungkinkah ini sesajen keselamatan
untuknya yg harus dibruncah di lokasi
yg sudah ditentukan?
Kehadiran B21 mengganjilkan jumlah Scorpion King serta menggenapkan pasukan hitam di area itu.

Sopir tengah mulai memasuki kokpit yg
juga laku sebagai dua seat CD itu, penumpang pun bergegas mengikutinya lewat
pintu kabin yg sudah dikhususkan untuk proses naik turun penghuninya.
Bersama B13 sempat berhenti sebelum
pintu keluar rumah makan dilampaui, entah apa yg tengah dilakukan keduanya,
adapun peran controler man juga tidak
diberlakukan di sini.
Sebuah Zentrum memberi jengkal pada
bisku yg telat hitungan detik dalam mencumbu pantat B13 sewaktu take off. Samar samar terlihat lampu Legacy diburitan Rosalia Indah sedang ditempel ketat Scorking yg dipisahkan oleh TZ
32 dengan B8 ini.
"Mas jare sopirku malah penak medun
Mangkang", saran kenek dalam menjamui dilema-ku.
What, Mangkang? Bukankah personil
Mangkang kalah rajin memulai start pagi daripada penguat Terminal Terboyo? Lantas harus berapa lama kebosanan ini ku
derita menantikan New Ismo, Shantika, Raya, dan Rajawali menjemput.
"Sopirku kenalane sopir Solonan akeh
Mas, ngko ben dititipne", ok lah kalo begitu, biarpun nantinya kami
terpaksa melestarikan ilegalisme yg
ditanamkan Pak Sarkawi, niscaya persentase
kesesatan akan menurun.
Tiga unit Sinar Jaya, Sumber Alam, dan Handoyo harus berbesar hati memberi kesempatan nyalip pada dua bis bernama nyleneh
ini, Zentrum dan Bejeu. Termasuk lawan sepadannya, HR01 yg sedang disurung B13
pun tak luput jadi sasaran kegirangan B8
yg dinavigatori Jetbus HD berkelir globe
di dasar warna biru itu. Namun endingnya, gawang pertahanan PO plat K Purwodadi itu harus jebol
ketika disaksi-bisukan daerah Lorasang.
Palikanci tak menghadiahkan tontonan apik, hanya Rosalia Indah 387 dan sebuah Sinar
Jaya yg menguatkan gadang kebanteran bis
bintang sembilan ini. Di luar itu, ketiadaan sindhen ratan berjenis bis malam yg bisa dijadikan kompetitor di
atas panggung tol terpanjang se-Cirebon
ini malah berubah nina-bobo untukku.
Ser-ser-an, begitulah kata orang
Wonogiri dalam meng-istilah-i tidur
yg tidak pulas, karena sering kali ku rasakan kabin yg menjadi tumpuanku
limbung, mungkin ini efek goyang-tempel
dari style driver dalam membelah keramaian lalu lintas jalur Pantai Utara,
sayang kesadaranku enggan menelisik apa yg sesungguhnya terjadi di luar sana.
Pikiranku spontan berkata saat ini berada dilingkup kabupaten ujung kulon Jateng ketika Universitas Muhadi Setiabudi
adalah obyek pertama yg terbaca di awal kehidupan ragaku. Bahu jalan yg berupa
tanah berdebu, menjadi lajur dadakan sebagai daruratisme under construction lajur kanan supaya
jalan lintas provinsi ini tidak merosot dari tipe 2x2, meskipun adanya lajur
sementara itu belumlah mampu mengentaskan para pelukis malam dari kemacetan.
Lucu ku tujukan pada pemandangan yg
dihadapi B8, sebuah chasis yg mungkin
akan menjemput body-nya ke Malang, Magelang, atau Ungaran itu nekat memilih
tanah yg dipenuhi lubangan lagi gundukan sebgai medannya. Sungguh, seperti apa
sopir engkel yg konon bergaji tinggi
itu, merasakan guncangan akibat permukaan yg bersinggungan dengan roda jauh
dari kata mulus. Sedangkan kendaraan yg sudah on the road lengkap dengan fitur penunjang kelembutan berupa suspensi udara ini pun masih ku rasakan
adanya gejala mental mental, ingkar
dari sesnsai mentul mentul yg
dibangun oleh rangkaian balon udara di setiap as rodanya.
Aku yg terlena dibuai pelukan Alldila,
hanya mampu menyaksikan sisa sisa ekspedisi ini sesaat sebelum daratan beton
jalan lingkar Alas Roban dilintasi.
Jika jalur paling lebar ini dicentang
oleh sopir di antara dua jalur pembelah hutan jati lainnya, itu artinya bis
tidak masuk rumah makan ke-dua layaknya bis ngetanan,
muncul beberapa kegaduhan lagi dihatiku. Pertama, lantaran tidak adanya acanya mampir ngopi maka kendali masih abadi
ditangan sopir tengah, padahal urusanku turun di Mangkang adalah sopir pinggir
yg menjanjikannya. Kedua, tentang pertanyaanku yg urung terjawab, dimana tempat
berpindahnya isi bungkusan yg bersembunyi di perut tas ke perut Piyik jika
tidak ada rumah makan yg menjadi arena
load-nya?
Di tengah risauku, B15 ngacir
meninggalkan B8 di rumpun pepohonan
yg beberapa ratus tahun silam pernah dibabat
paksa oleh Mbah Herman Londo,
seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda
yg pada masa itu menjabat kepala pelaksana pengadaan bentang jalan Anyer-Panarukan dengan nama proyek Jalan Raya Pos. Tak senang dengan ulah saudara mudanya, headlamp yg kini telah sold out dan berganti lampu royal itu terus di tempelkan pada bumper bawaan Karoseri
Tentrem di depannya. Usaha perebutan posisi itu tak urung mematahkan speed
yg dicapai Pahala Kencana Jetbus Nano
Nano di depan RM.Sari Rasa. Tak mau dientengkan dengan cemooh 'kalah doyo', sekuat pacuan R235 ini pun akhirnya mampu melangkahi 260 tenaga kuda hasil olahan mesin belakang Mercy yg dari tadi ingin
disosornya.
Hampir bersamaan, Kramat Djati New
Marcopolo, Gunung Mulia Proteus, dan Shantika Masterbus harus mengakui skil
driver dalam mengoptimalkan mesin rawatan mekanik mekanik kota ukir ini.
Menyusul B17 di Terminal Mangkang,
tak ada tanda tanda rotasi tugas dari
sopir tengah ke sopir pinggir, artinya rencana titip diri ke bis malam tujuan Solo pulih ke destinasi awal, Terboyo. Kenek pun juga sudah meralat
saran yg dikemukakan beberapa jam yg lalu, ku iya-i rujukannya karena memang
kondisi merubah haluan sebelumnya.
Ku hancurkan rangkaian mimpi yg dibangun Piyik dan Khepik menoler perpisahan yg
tidak lama lagi (mungkin, wong ya
belum tau dari Mangkang ke Terboyo itu memakan berapa waktu). Gragapan ditunjukkan Piyik ketika orang
yg disanding dikursi 3D ternyata bukanlah sosok Nawang Wulan seperti dalam imajinasi tidurnya tadi. Tangannya
langsung grayah grayah mengontrol
keutuhan bungkusannya, rautnya plong
manakala indera perasanya memastikan sesuatu di dalam tas itu aman dari
sergapan kucing, sekarang namanya bukan nasi bungkus lagi, tapi basi bungkus.
Satu penumpang turun di depan RS.Sultan Agung, sebenarnya di sinilah seharusnya
aku turun, sesuai dengan arahan yg diilmukan
salah satu komentar grup BBC di
facebook. Namun karena gagasanku itu belum tercium Piyik, daripada penjelasanku
harus menjembatani kebingungannya di waktu yg tinggal beberapa detik saja itu,
ditambah mata mata kenek yg selalu
awas sehingga membuatnya mencegah gelagatku "Ngko
sek, jik kono", akhirnya Terboyo lah yg menyudahi kebersamaanku dengan
B8.
****
Nyandi Mas?
Ayo tak terke wae...
Naksi wae ayo Mas...
Sambutan para penyedia jasa yg bertengger di luar terminal, menjalani rutinitas
paginya menjemput rezeki yg dianugerahkan lewat perantau perantau asal Semarang
yg sedang jenguk kampung.
"Wes dijemput Pak", jurus
Piyik untuk memblokade tawaran yg mengerubungi itu. Batinku, lelembut ngendi Yik sing arep marani awake
dewe?
Sambil tangannya sibuk menghubungi teman yg katanya bisa memberinya arahan
liku liku terminal besar itu supaya bebas dari ulah kriminalitas dan selamat
sampai Solo.
"Kae lo pos polisi, jare bar medun
bis ki kon nyebrang rono, nunggu bis neng pos polisi kae...", seruku
ditengah usaha Piyik yg tak kunjung nyambung lewat jaringan selular dengan
sohibnya itu.
Langkah akhirnya kami tujukan ke seberang jalan, menantikan moda transportasi orang bingung di dekat pos polisi yg ku
tunjuk tadi.
Ndlalah, belum habis sebatang rokok, Royal Safari yg dari tadi ngetem di depan terminal mulai nggremet putar arah. Lebih ku ikhlaskan
ludesnya sisa sisa batangan tembakau itu daripada raibnya kesempatan ini.
Cabut ! See you Terboyo...
Hmmm, tenang rasanya, sesudah bertolak dari sini, sak-keblasuk-keblasuk-e paling juga di Solo, kecuali kalau memang
bis ATB ini yg keblasuk.
Tarif bis berkabin New Armada ini
adalah 14.000 untuk rute tempuh T3,
Terboyo Teko Tirtonadi. Selisih seribu rupiah lebih murah daripada tarikan
kondektur Tunggal Dara Putera boemel
class sebagai angkutan sambungan dari Solo ke Purwantoro.
****
Kesemsem dalam melihat, kemudian gandrung merasakannya, akan torehan bis bis
laskar Gunung Muria, kini telah gugur oleh perjalanan ini, meskipun baru Bejeu, karena memang awalan, dari banyaknya nama lain.
Pamor yg disandang, apik, banter, dan murah pun diindahkan olehnya pada pengalaman perdana ini.
Entah, siapa lagi yg menarik sandingku suatu saat nanti datang kesempatan lagi,
Nusantara, New Shatika, Haryanto, Muji
Jaya, Tri Sumber Urip, bahkan Selamet
sekalipun...