Tiada acuan yg lebih pantas selain kata nyaman dalam acara bali ngulon ku saat itu, pasalnya numpak bis kali itu bertajuk first of ordinary traveling dalam
catatan kiprah persahabatan dengan daratan panjang antara tanah kelahiran ke
ranah rantau. Urusan transit bukan lagi something yg ku anggap gampang, rasa
bangga berstatus penumpang PO A-B-C mesti ku pendam, serta ku urungkan rujukan
goda seribu satu macam bis akan citra rasanya.
Aku harus bersahaja dalam berbagi rasa, secuil persentase bahagiaku untuk perjalanan yg selalu ku agungkan, dan sisanya adalah prioritas kehampaan rasa kecewa pada istriku, itulah yg membuaiku menyayat norma norma di lingkup jiwa pribadi atas kekaguman pada jagad bis, karena saat itu aku tak lagi seorang diri dalam daftar penumpang atas tiket yg ku bayar. Oleh karenanya, aku menamai dengan perjalanan luar biasa yg pertama, karena memang sebelum itu aku urung mencatatkan sejarah ngebis karo bojo.
Option top level class dipegang oleh dua nama, walau realita lapangan berkata ada ketidak-samaan formasi seat di antaranya, namun super executive adalah tag yg sama sama dilabelkan. Tak perlu njlimet, siapapun, tanpa didasari niatan apus-apus, pasti penuh legowo akan jatuh pilih pada yg membenamkan formasi 2-1, namun adanya operan di Kartasura ku senjatakan untuk menumpas salah satu segi kekuatan bis berlivery firefox itu.
Biarpun pangkuan Rimba Kencana nya tak seluas tipe SE ala Alldila, jok ber-id-number 01-02 itu ku masukkan dalam kategori leluasa, toh mengingat posisi paling depan yg umumnya paling sempit karena adanya sekat kabin, di situ seluruh kakiku bisa ku luruskan penuh.
Meski armada nya sudah bisa dibilang lama, karena baik body maupun mesin dari pabriknya sudah dinyatakan discontinu, pun juga telah bermetamorforsis kulit pertanda adanya usaha peremajaan, namun kata penak masih patut untuk dipujikan.
Separuh rasa dipangku kata nyaman, sisanya terlengkapi oleh madu kasih buah garis Sang Kuasa selain rejeki dan akhir hayat, menghadirkan sosok Scorpion King itu sebagai kenangan indah dalam romantika perjalanan.
Biarpun dalam penjiwaan yg polos, ketabuan, dan ke-sok-tau-annya, bis ora penak dicatatkan istriku atas cakar cakar OH 1525 yg menyangga body yg konon terinpirasi oleh karoseri Higer itu.
****
Torehan kepuasan yg tersuguh, nampaknya tak cukup sekedar ku bukukan dalam kenangan terindah.
Aku terjatuh,
Aku terjatuh lagi dipelukanmu,
Kiranya syair karya Charly itu mewakili senandung rasaku, laksana pucuk dicinta ulam pun tiba, begitulah hatiku ber-pepatah tentang romantisisme super executive kami kala itu. Maka izinkanlah aku berselingkuh dengan istriku akan keawaman, ciutnya wawasan, serta cupetnya pandang dalam penjuriannya tentang bis ora penak itu...
Maaf ya Jem...
Tidaklah cinta ini hanya bernaung sebentar di hatimu.
Bukan pula setiaku terlunturkan fatamurgananya duniawi.
Di usia perjuangan meraih sakinah mawadah warahmah kita yg tak setua umur jagung ini,
tak pupus jua tekadku menjadi insan yg saleh demi imbanganku atas salehamu...
Selama apa takdirku membumi atas kuasaNya,
niscaya sampai di sana lah pelukan ini terlepaskan...
Namun kali ini, ridhokan aku untuk semalam saja berpaling dari rasamu, dari pandangmu akan bis bersuspensi atos, dari anggapan hatimu pada bis ora er-supensyen...
****
Kalau saja phonebook gadget lawas ini include barisan angka yg bisa menyasar ke HP pengawal, tentu tangan agen Purwantoro tak berjasa padaku, pun imbalku atasnya.
Padatnya makhluk yg mendiami pelataran terminal tak selaras dengan kehidupan yg dinahkodai pasar jasa penjualan tiket itu. Parkiran paling selatan diangkremi oleh armada berplat K dan B, keduanya berbendera Menara Kudus, HR 143 dan HR 108. Tunggal Dara Putra Bisnis AC dan Junior Executive merapatkan barisan di sebelah kanannya, terpisah tiga unit Tunggal Dara Royal Class dan Tunggal Daya SR1 dengan jejeran Agra Mas yg mengikat kontrak dua round parkir paling Utara. Sedang di sisi Timur, tak kurang dari paralel lima armada yg menempatkan kepalanya di Utara sebagai kompromi akan minimnya lahan terminal. Bukan sombong andaikan bos cucian mobil di sekitarnya berbangga diri atas area yg diemban secara tidak langsung meningkatkan taraf terminal menjadi longgar.
Namun dibalik populasi armada armada kosong itu, kios serta emperan tempat empat kaki meja agen terpijak, justru melompong dari para calon pembeli dagangannya. Hanya di bangku bersarungkan identitas Agra Mas saja yg sedikit terlihat riuh, entah apa yg dijampikan bis merah ferrari itu pada perantau Wonogiri sehingga terkintil kintil dengannya dalam kurun singkat.
Arus balik pasca libur sekolah, natal, dan tahun baru, serta melorotnya harga solar, rupanya tak menjadi teror perusahaan otobis dalam mematok harga. IDR 250.000 adalah harga imbas tagar #kami_tidak_takut akan aksi terorisme bom Sarinah, yg dibanderolkan sebagai nilai jual tiket kelas puncak GMS.
****
Legacy SR1 dengan coretan grafis menyerupai kepala burung nampak dari kejauhan telah kembali dari kewajiban puter walik ke Terminal Purwantoro, tak tertangkap angka berapa di belakang seri LP-nya oleh kejelian mata yg memandang dari jarak lebih dari satu hektometer. Legacy berikutnya bercat merah kombi dengan tag Loyalitas, SM 214 Depok-Purwantoro.
Merk mobil sport yg sempat menjadi trending topik ulah dari akrobat dengan rival sekelasnya Ferrari, yg akhirnya harus menanggung malu karena kobar jiwa pemberaninya sebagi street fighter tak dilandasi pondasi skil balap yg mumpuni, dan akhirnya harus berdosa atas nyawa tak bersalah yg terbunuh oleh kesemenaan pemuda sebagai anake wong nduwe yg action dibalik hilangnya kendali mobil asal Italia itu, Lamborghini, yg tertulis indah di atas angka 108, menyusul dua pendatang di depannya.
Pahala Kencana livery putih, menuntun saudara mudanya nano nano bertrayek W6, disusul oleh Legacy gadungan dari basic aslinya Evolution Rahayu Santosa, yg merupakan special one plat AA di Purwantoro, Handoyo. Purwo Widodo dengan sematan kejujuran oleh stiker yg menghiasi kaca samping, Mercedes-Benz OH 1518 mengekor di belakangnya. Dibuntuti pemain baru Wonogiren, Jaya All New SR1, kenapa gerangan rute via Purwantoro tidak distrategikan sejak dulu kala, sebelum para plat B menyempitkan wilayah jajahannya? Mungkinkah ini adalah jawaban atas trayek Ponorogo via Madiun yg tak luput makin banyak penggandrungnya? Armada bertenaga 480 HP, New OH 1548 milik GMS mengejar ketertinggalannya, mungkin bis berbody clurit ala New Armada itu satu satunya species Mercedes-Benz varian dua gandar dengan daya kuda paling jumbo, bahkan menandingi OH 2542 yg sudah triple-axle sekalipun. Gunung Mulia Panorama 2 yg dandan serupa Jetbus menjadi pamungkas sebelum aku dibawa oleh Comando pada 11.24 zona waktu otomatis jaringan Telkomsel.
Aku harus bersahaja dalam berbagi rasa, secuil persentase bahagiaku untuk perjalanan yg selalu ku agungkan, dan sisanya adalah prioritas kehampaan rasa kecewa pada istriku, itulah yg membuaiku menyayat norma norma di lingkup jiwa pribadi atas kekaguman pada jagad bis, karena saat itu aku tak lagi seorang diri dalam daftar penumpang atas tiket yg ku bayar. Oleh karenanya, aku menamai dengan perjalanan luar biasa yg pertama, karena memang sebelum itu aku urung mencatatkan sejarah ngebis karo bojo.
Option top level class dipegang oleh dua nama, walau realita lapangan berkata ada ketidak-samaan formasi seat di antaranya, namun super executive adalah tag yg sama sama dilabelkan. Tak perlu njlimet, siapapun, tanpa didasari niatan apus-apus, pasti penuh legowo akan jatuh pilih pada yg membenamkan formasi 2-1, namun adanya operan di Kartasura ku senjatakan untuk menumpas salah satu segi kekuatan bis berlivery firefox itu.
Biarpun pangkuan Rimba Kencana nya tak seluas tipe SE ala Alldila, jok ber-id-number 01-02 itu ku masukkan dalam kategori leluasa, toh mengingat posisi paling depan yg umumnya paling sempit karena adanya sekat kabin, di situ seluruh kakiku bisa ku luruskan penuh.
Meski armada nya sudah bisa dibilang lama, karena baik body maupun mesin dari pabriknya sudah dinyatakan discontinu, pun juga telah bermetamorforsis kulit pertanda adanya usaha peremajaan, namun kata penak masih patut untuk dipujikan.
Separuh rasa dipangku kata nyaman, sisanya terlengkapi oleh madu kasih buah garis Sang Kuasa selain rejeki dan akhir hayat, menghadirkan sosok Scorpion King itu sebagai kenangan indah dalam romantika perjalanan.
Biarpun dalam penjiwaan yg polos, ketabuan, dan ke-sok-tau-annya, bis ora penak dicatatkan istriku atas cakar cakar OH 1525 yg menyangga body yg konon terinpirasi oleh karoseri Higer itu.
****
Torehan kepuasan yg tersuguh, nampaknya tak cukup sekedar ku bukukan dalam kenangan terindah.
Aku terjatuh,
Aku terjatuh lagi dipelukanmu,
Kiranya syair karya Charly itu mewakili senandung rasaku, laksana pucuk dicinta ulam pun tiba, begitulah hatiku ber-pepatah tentang romantisisme super executive kami kala itu. Maka izinkanlah aku berselingkuh dengan istriku akan keawaman, ciutnya wawasan, serta cupetnya pandang dalam penjuriannya tentang bis ora penak itu...
Maaf ya Jem...
Tidaklah cinta ini hanya bernaung sebentar di hatimu.
Bukan pula setiaku terlunturkan fatamurgananya duniawi.
Di usia perjuangan meraih sakinah mawadah warahmah kita yg tak setua umur jagung ini,
tak pupus jua tekadku menjadi insan yg saleh demi imbanganku atas salehamu...
Selama apa takdirku membumi atas kuasaNya,
niscaya sampai di sana lah pelukan ini terlepaskan...
Namun kali ini, ridhokan aku untuk semalam saja berpaling dari rasamu, dari pandangmu akan bis bersuspensi atos, dari anggapan hatimu pada bis ora er-supensyen...
****
Kalau saja phonebook gadget lawas ini include barisan angka yg bisa menyasar ke HP pengawal, tentu tangan agen Purwantoro tak berjasa padaku, pun imbalku atasnya.
Padatnya makhluk yg mendiami pelataran terminal tak selaras dengan kehidupan yg dinahkodai pasar jasa penjualan tiket itu. Parkiran paling selatan diangkremi oleh armada berplat K dan B, keduanya berbendera Menara Kudus, HR 143 dan HR 108. Tunggal Dara Putra Bisnis AC dan Junior Executive merapatkan barisan di sebelah kanannya, terpisah tiga unit Tunggal Dara Royal Class dan Tunggal Daya SR1 dengan jejeran Agra Mas yg mengikat kontrak dua round parkir paling Utara. Sedang di sisi Timur, tak kurang dari paralel lima armada yg menempatkan kepalanya di Utara sebagai kompromi akan minimnya lahan terminal. Bukan sombong andaikan bos cucian mobil di sekitarnya berbangga diri atas area yg diemban secara tidak langsung meningkatkan taraf terminal menjadi longgar.
Namun dibalik populasi armada armada kosong itu, kios serta emperan tempat empat kaki meja agen terpijak, justru melompong dari para calon pembeli dagangannya. Hanya di bangku bersarungkan identitas Agra Mas saja yg sedikit terlihat riuh, entah apa yg dijampikan bis merah ferrari itu pada perantau Wonogiri sehingga terkintil kintil dengannya dalam kurun singkat.
Arus balik pasca libur sekolah, natal, dan tahun baru, serta melorotnya harga solar, rupanya tak menjadi teror perusahaan otobis dalam mematok harga. IDR 250.000 adalah harga imbas tagar #kami_tidak_takut akan aksi terorisme bom Sarinah, yg dibanderolkan sebagai nilai jual tiket kelas puncak GMS.
****
Legacy SR1 dengan coretan grafis menyerupai kepala burung nampak dari kejauhan telah kembali dari kewajiban puter walik ke Terminal Purwantoro, tak tertangkap angka berapa di belakang seri LP-nya oleh kejelian mata yg memandang dari jarak lebih dari satu hektometer. Legacy berikutnya bercat merah kombi dengan tag Loyalitas, SM 214 Depok-Purwantoro.
Merk mobil sport yg sempat menjadi trending topik ulah dari akrobat dengan rival sekelasnya Ferrari, yg akhirnya harus menanggung malu karena kobar jiwa pemberaninya sebagi street fighter tak dilandasi pondasi skil balap yg mumpuni, dan akhirnya harus berdosa atas nyawa tak bersalah yg terbunuh oleh kesemenaan pemuda sebagai anake wong nduwe yg action dibalik hilangnya kendali mobil asal Italia itu, Lamborghini, yg tertulis indah di atas angka 108, menyusul dua pendatang di depannya.
Pahala Kencana livery putih, menuntun saudara mudanya nano nano bertrayek W6, disusul oleh Legacy gadungan dari basic aslinya Evolution Rahayu Santosa, yg merupakan special one plat AA di Purwantoro, Handoyo. Purwo Widodo dengan sematan kejujuran oleh stiker yg menghiasi kaca samping, Mercedes-Benz OH 1518 mengekor di belakangnya. Dibuntuti pemain baru Wonogiren, Jaya All New SR1, kenapa gerangan rute via Purwantoro tidak distrategikan sejak dulu kala, sebelum para plat B menyempitkan wilayah jajahannya? Mungkinkah ini adalah jawaban atas trayek Ponorogo via Madiun yg tak luput makin banyak penggandrungnya? Armada bertenaga 480 HP, New OH 1548 milik GMS mengejar ketertinggalannya, mungkin bis berbody clurit ala New Armada itu satu satunya species Mercedes-Benz varian dua gandar dengan daya kuda paling jumbo, bahkan menandingi OH 2542 yg sudah triple-axle sekalipun. Gunung Mulia Panorama 2 yg dandan serupa Jetbus menjadi pamungkas sebelum aku dibawa oleh Comando pada 11.24 zona waktu otomatis jaringan Telkomsel.
![]() |
sumber foto : grup facebook gms lover |
****
Andaikan nomor 5 belum dijadikan agen sebagai pedoman tempat duduk, 29 seat leluasa atas ragaku terpangku, pasalnya akulah penumpang ke-dua yg diangkut bis AD 1461AR ini dari Purwantoro. Lambaian tangan agen Jatisrono membalas kode sopir yg diklaksonkan, mengisyaratkan tidak terjualnya tiket kelas termewah versi GMS. Di Tremes, Sidoharjo, dua orang yg terlihat hendak menghamba ibukota gagal mencapai persetujuan dalam hal tawar menawarnya dengan sopir langsir yg merupakan kru tunggal itu.
Disandingkan dengan saudara kembarnya, Comando ini harus ngaku kalah nyaman, faktornya adalah terbenamnya suara dua ekor tikus dalam kabin, sementara pengalaman tiga bulan yg lalu tidak menyontreng opsi negatif itu pada Invansion. Tambal sulam kaca samping di dekat tempat duduk nomor 4-5 pun sungguh mengikir keyakinan, selain fungsional kederasan zat cair dari luar terbendung, akankah kokoh menyertainya sepanjang perjalanan mengingat ini bukanlah benda real estate, mutlaknya dua bilah papan rawan pecah yg menyatu berkat lem silicon itu disulap menjadi utuh.
Ini sekaligus mengundang hadirnya dilema, dimanakah selayaknya tubuh dimanjakan
seat Hai ini, jika ketidak-percayaan
di dekat jendela cukup beralasan, kesediaan mepet
gangway pun bukan solusi, lantaran
komponen kaca di pintu sekat kabin lebih kecil dari adopsi partisi yg
mengapitnya, sehingga harus memaksa leher supaya bisa menjauhkan tatapan ke
depan.
Penumpang ku sayang, solar ku malang.
Aliran bahan bakar yg terus mengucur demi bentangan jarak 35 km rupanya belum ditimpal balas tetesan barokah yg tercurah lewat lakunya kursi. Laksana bis dengan berpuluh tempat duduk ini hanya diamanahkah sekedar menjemput dua penumpangnya menuju PLP Ngadirojo saja.
Empat unit armada pamer bokong di parkiran sisi Timur, sepertinya ini adalah para jones (ngadiroJo-ngeNes) karena ditahtakan oleh atasan untuk mengisi jatah perpal, satu armada dengan buritan lampu New Marcopolo terlihat telanjang dari bumper yg dikenakan. Sedang Raptor, Invansion, Avenger 005, Falcon, dan satu unit face Jetbus livery lama berteduh di bawah payung payung parkir menghadap ke Utara. Super Executive Plus Plus ku harus kuat menahan sengatan panas tengah hari karena sold-out nya area di bawah lindungan atap baja berat itu.
Ku senjatakan korek api sebagai pengalihan isu bahwa menunggu itu adalah hal yg membosankan dengan membakar secarik kertas yg membalut tembakau racikan orang Kudus. Belum juga satu hisapan pertama bertambah, seorang bapak berjabatan pengawal mengarahkanku move on dari pelukan Comando ke saudara kembarnya, dua armada yg normalnya bersama sama mengisi kekosongan Purwantoro dan Cileungsi itu, kini saling bahu membahu melayani satu arah saja.
Ih, gua mah kalok numpak GMS slalu super, orak sudi kalok orak super.
Tau nggak, saiki rumah makane wes pindah. Pas muleh wingi itu, gua omel omelin tuh pelayane. Kata gua, diem lu mbak, masak atase super juga makannya podo wae karo liyane, gur pakek telur bulet.
Hmmm, omong boso ngendi iki? Batinku...
Syair takabur itu dengan lantang terdengar saat ku melewati batas pemisah antara ruang kemudi dan kabin penumpang, suara yg dihasilkan dari getaran pita ibu ibu itu bagai menyambut lalu membukakan mataku bahwa ini bis kelas orang wah.
Monggo unjuk ke-very-very-an sebagai orang maha important, sebagaimana dada ente membusung atas roman Bahasa Indonesia yg keluar dari
Bab sajian menu yg sebanding dengan kelas lain, wewenang menuntut itu memang tidak haram, namun sepintar apakah pembelajaran akan management GMS dalam menyerasikan tarif dan service, andai jawaban perusahaan "Selisih harga antara kelas SE dan Executive / Bussines itu karena adanya perbedaan tingkat kualitas dan fasilitas armada, tidak termasuk peningkatan menu layanan makan prasmanan. Mudah saja kita turut melakukan upgrade menu, namun tentunya dengan penyesuaian harga tiket", apakah penumpang bersedia melakukan sogokan harga tiket supaya bis masuk Resto Pringsewu?
Terlebih, apakah yg dibanggakan tatkala mata penumpang di tatanan meja kelas Bisnis menyorot kita yg tengah mengambil hak makan khusus Super Executive, haruskah kasta itu perlu dipamerkan dalam hal makanan. Bukankah bisa makan dan minum itu adalah nikmat utama, tanpanya mustahil kita bakal merasakan nikmat selanjutnya, di belakang itu, susah payah masih membalut sebagian orang demi sekedar meladeni derita lapar dan dahaga, jangankan menuruti nafsu lidah akan kelezatan yg urung dikecapnya, sebatas rasa kenyang adalah doa yg terkabul.
Bis dengan lukisan khas lima bintang pun diberangkatkan sebagai sapu jagat setelah ditinggal oleh Scorking KW orange dan Avenger. Sedang Falcon serta satu unit Jetbus livery lama, mungkin Shadow atau Hunter, bersama Comando dan empat kawan senasib sepenanggungannya masih anteng mendiami pool yg sekaligus pusat layanan penumpang itu. Satu unit Legacy berpangkat Fajar Executive masih terlihat berdiam diri di plaza pribadinya.
"Enten welut Pak?", ku cegah langkah Bapak pemundak wadah berisi tumpukan tahu asin, arem arem dan keripik belut yg ikut menjadi pe-Numpang bis mahal ini dari PLP Ngadirojo hingga akhirnya hendak turun di Terminal Wonogiri.
"Welut, pinten Mas?"
"Setunggal pinten?"
"Gangsal ewu..."
Tangannya secekat mungkin memarsel dagangan yg segera menjadi hak milik orang lain itu ketika kata 'enam' ku balaskan pada pertanyaan terakhirnya. Bukan perjalanan jauh yg menjadi alasanku jajan, namun konsekuensi pada kiriman whatsapp istriku beberapa beberapa hari yg lalu, "Mas nek bali ojo lali aku gawakno ondhe ondhe sing atos ngono kae, trus kripik welut, trus karo kripik tempe benguk ya...", permintaan oleh oleh yg menurut opiniku sebagi pengagumnya logis dan lumrah, dimana memang cemilan sejenis tersebut tidaklah menjamur di lapak pedagang Jakarta, sayangnya aku tak bisa memanjakannya dengan melengkapi semua klangenan-nya, dari ketiga macam keinginanya, yg disebut terakhir kali itu tak terdeteksi dimanakah gerangan menjual diri.
Terminal Selogiri didaftar menjadi papan ampiran, bukan dalam rangka menambah korban bidikan agen, tapi memindahkan tumpukan kardus dari mobil pick-up ke bagasi, ketiga kru guyub rukun dalam menyempitkan rongga bagasi dengan barang bongkaran dari Grand Max itu, sikon seperti inilah yg mengetuk hati sopir untuk bertindak sebagi kenek, dimana biasanya loading bagasi hanya tugas kenek seorang diri, maka dalam kesempatan yg tak selalu ada ini nurani sopir pun luluh, tak serta merta selimut peluh dan ritme nafas cepat sang kenek yg membuat sopir menaruh simpati, namun pintu hatinya terbuka demi pintu dompet yg ikut terbuka.
Sungguh, kenyamanan yg ku idamkan dari sebuah Super Executive, terusik dari gangguan lantangnya kegaduhan penumpang di depanku, setelah di awal tadi puas mengeluh bab service makan, masih dengan bahasa logat 'loe-gue', tanpa lelah dan bosan ocehan demi ocehan terus dijuruskan, tak khayal menjadi serangan amarah bagi penumpang kalem yg anti cerewet, lingkungan nan adem ayem akhirnya tercemari suara kucing garong.
Bulan sabit yg jatuh di pelataran,
bintang redup tanpa cahaya gemintang,
lelah tanpa arah, sesat di jalan yg terang,
aku yg terlena dibuai pelukan dosa...
Kemerduan hadir dari belakang, lewat syair indah yg di vokalkan dua pengamen bersuara emas. Nyanyian dengan instrument tradisional lagi sederhana 'kentrung' itu membawa kesaktian membungkam ibu ceriwis dari koar-kaor nya, sadar akan keberadaan pengasis rizki jalanan yg lebih bersenandung, entah terketuk atau hanya terpaksa namun gelombang suara darinya mulai melemah.
Ingin pulang membalut luka hatimu,
ku pun tau betapa pedih batinmu,
beri kesempatan atau jatuhkan hukuman,
andai maaf pun tak kau berikan...
Meskipun bukan dipunggawai Ahmad Dhani dan Andra, the ngamen band yg tengah manggung itu serasa Dewa bagiku, vokal dan impromisasinya cukup untuk bekal keikut-sertaan audisi artis selapan (36 hari), syair syair syahdu melow itu dihayati penuh perasa, bak akan mendapat bayaran atas kualitas musikalnya, tak hanya semata uluran belas kasihan, pekewuh, atau rasa takut dari para pemirsa. Lebih dari itu, senandungnya tak pelak membunuh nyawa nyawa cerawak Ibu Ceriwis hingga diam seribu bahasa, andai saja dua sejoli ini unjuk kebolehan sedari Ngadirojo, pasti tak ada penumpang yg ku ganjar Bu Ceriwis, atau malah duo receh ini berekspresi sampai Jakarta, ku pastikan gendang telinga ini tak bakal menangkap sinyal suara yg dipancarkan.
Biarlah bulan...
Ups, rupanya hati Bu Ci terenyuh juga terbawa lirik melow dari Broery Marantika itu, dua kata pengawal reff lagu jaman mbiyen itu justru disahut olehnya. Seandainya lantunan tembang masa pubernya itu menggantikan dialog ngeciprisnya dari awal, pasti indera pendengar penumpang lain antusias menyabut, dan lagi, logam rupiah ini pun berubah haluan menjadi hak milik Anda, hehe...
Body hasil operasi rumah karoseri Revolution yg dinahkodai Tunggal Dara tergeser dari urutan ngarep-mburi dengan Invansion ketika setengah dari jumlah rodanya menyentuh tanah menyusul Jaya Mulya eks TDP yg lebih dulu terdiam di agen sebelum Polres Sukoharjo. Bis'e Wong Pacitan Aneka Jaya Old Legacy, membalas aksi sopir yg dilakukan pada sau-Dara'nya tadi sewaktu kru membeli air mineral di sebuah pedagang gerobak sebelum pertigaan yg mempertemukan Jalan Jaksa Agung dan Jalan Jenderal Sudirman.
Penyusuran Jalan Slamet Riyadi Solo terputus oleh cabang jalan menuju Terminal Tirtonadi. All New SR-1 berlivery Gunung Mulia AD1061B kalah start di Bangjo Manahan. Royal Safari berkabin New Travego Morodadi begitu tergesa gesa saat lampu hijau Prapatan Sumber menyala, hingga sopir ku terpaksa kembali menginjak rem karena lajurnya dipotong bis naungan Blue Star itu.
Tiga orang naik sesaat bis berhenti mepet dengan buritan PATAS Sugeng Rahayu di terminal yg lagi gencar renovasi itu, dua diantaranya bukanlah pemegang tiket melainkan pengadu nasib lewat jajanan tahu asin, salah satunya hanya turun di bawah lorong pintu keluar barat lantaran mungkin tak ingin terbawa putaran roda hingga jarak menjauhkannya dari terminal tanpa sedikitpun raupan laba, alhasil berkah jatuh pada pedagang yg telaten menyusuri gangway karena tak sedikit penumpang yg berlaku sebagai pembeli, waluapun bis harus membandang diri dan lapak jalannya sampai Perempatan Sumber, memang, nyasar nyusur wong sabar wis mesti subur...
Neo Harapan Indah AE7472UR dengan kuasan warna hijau ala Subur Jaya tetap mengutamakan pundi pundi sarkawi daripada menyeimbangkan kecepatannya dengan five star livery bus ini di depan Carefour Ahmad Yani. Di SPBU Pabelan, W2 terlihat kesepian setelah ditinggal para pembawa nama Pahala yg lain. Body 'pernah muda' garapan pribumi pribumi Cibinong, Antero Coach, dengan embel embel Mulyo Indah, lajunya dipatahkan di depan Agen Rosalia Indah Kartasura.
SPBU Kertonatan menjadi rujukan dapur ngebul. Peliharaan satu kandang, Recovery 86, terpenjara dalam storing di stasiun bahan bahan bakar yg juga disinggahi oleh Rosalia Indah 451, Sindoro Satriamas 203, dan Gunung Mulia Evolution ini.
PO yg nama besarnya kini dibuntuti huruf MK, TZ 39, menjadi korban kebringasan tumpah ruahnya solar.
Pengawal : "Pak, miriki Pak"
Sopir : "Pripun?"
Pengawal : "Kulo mandhap mriki"
Namun sayang, prestasinya tak bertahan panjang karena pengawal yg hendak mengakhiri tugasnya di sini harus mengarahkan kenek tentang sket daftar penumpang, kursi yg belum terhuni ditunjuknya satu per satu untuk acuan kru memilah agen mana yg kudu disambangi, terpaksa bis harus berhenti sedikit lama.
Yg membuat kagum, di dunia transportasi khususnya bis malam, antar kru yg baru mengenal atau belum terjalin keakraban, walupun dilingkaran usia yg sepadan, namun mereka bisa saling menjunjung rasa hormatnya dengan Bahasa Krama sebagai media komunikasi, lain dengan saya dan orang sekitar yg justru menganggap Basa Ngoko akan lebih cepat membawa hubungan menjadi lebih erat.
Tunggal Dara AD 1701BG pengusung kelas Executive adalah bis terakhir yg menyandang status kalah banter sebelum akhirnya Terminal Boyolali memuarakan keenam roda Mercy Limited ini.
Kramat Djati kode trayek 5, Gunung Mulia Legacy lawas AD1471BG, firefox dengan latar skyblue NL 278 berkelas Executive, adalah tamu di hamparan aspal yg dikelilingi kios kios berbaleho aneka nama bis itu.
LP 110 selaku imam menuntun Gunung Mulia Evolution mengarah Jalan Jenderal Sudirman setelah dishub kota Salatiga melepas mereka dari lahan retribusinya. Sedang Invansion berkiblat pada Revolution yg merupakan bibitan cangkoknya, adalah Tunggal Dara yg mendelegasikan jalur lingkar selatan.
Kerukunan dua saudara yg dibina dari terminal Salatiga itu
akhirnya pecah oleh kontur jalan jembatan tuntang yg menanjak, para Canter, Elf, Dutro dan Dyna yg tengah
terpenjara muatan pasir, memblokade turunan sebelum jembatan sebagai runway ancang ancang kendaraan besar,
tanpa 'bandul' sebagai asupan tenaga
niscaya jiwa jiwa tua akan ngos ngosan
di pendakian, itulah mengapa PO tonggo
dewe yg tengah menanjak sedayanya bersama Purwo Widodo Mulyo akhirnya ditinggal juniornya.
Terminal menjadi prioritas, mengesampingkan nilai efisiensi yg didulang oleh gate entry tol Bawen. Armada merah maroon make over Jetbus tadi urung juga mengakhiri kebersamaannya, serta Rosalia Indah 278, ketiga PO yg konon sejarahnya sama sama berawal dari Timbul Jaya itu mlebu-metu terminal under contruction ini bersama sama, hanya saja RI-278 enggan merapatkan barisan untuk kembali menuju gerbang tol Bawen, bis biru langit bermata eagle-eyes itu masih menempatkan jalur bawah di sket rutenya.
Petugas SPBU yg terpisah jengkal dengan rumah makan mitra Raya, RM. Pantes, terlihat sedang mengalirkan solar ke wadah penyimpanan energi Yuchai 330 HP milik Laju Prima 109, tentunya disertai senyum salam sapa donk, Pertamina Pasti Pas gitu loh...
Nyidam makan malam yg sedang dirasakan penumpang Kramat Djati, menggitik agresifitas sopir bis bercorak tiga elip bergradien itu untuk serong kanan kiri menyiasati kepadatan lalu lintas di daerah Cepiring, bis ku, Gunung Harta Jetbus 2, dan Zentrum Hijau adalah korban ulah bis yg bermarkas di pasar tumpah pengacau jalan raya itu.
Gunung Harta dengan dorongan 285 kuda RN, dan Langsung Jaya body Jompo-Bus livery Black-Red Nusantara Style, lebih dulu sowan ke SPBU samping RM. Larasati untuk sevice BBM timbang menyinggahi RM. Sari Rasa untuk service makan.
Sendang Wungu, area yg strategisnya diapit Jalan Raya Plelen dan Jalan Lingkar Alas Roban, adalah tempat rujukan wajib untuk bis yg dulu sempat manama-besarkan Gajah Mungkur Sejatera pada armadanya ini.
Enam unit Sindoro Satria Mas mengisi barisan di rest area depan, dirapatkan pula oleh Kramat Djati yg tadi sempat kelaparan, btw soal Mbak KD, kenapa muncul di dua rumah makan ya, Sari Rasa dan Sendang Wungu, apakah memang penempatan acara makan bersamanya terbagi berdasar tujuan, arah perjalanan, atau kelas armada, ataukah malah terbingkai dua kupon dalam satu tiket perjalanan, satu untuk makan di Sari Rasa, dan sisanya di Sendang Wungu? Hehe...
Raptor, Blue Hawk, dan Avenger 005 adalah populasi gajah yg sedang menunggu para penunggangnya. Adanya Raptor dan Blue Hawk yg menyisakan jarak seukuran lebar satu unit bis, mengindikasi jejak gajah yg terlebih dulu berlalu, dan Invansion pun menapak tilas yg ditinggalkan itu.
Nasi, ikan goreng, kuah sayur, krupuk menjadi menu empat sehat, serta teh setengah manis sebagai lima sempurnanya. Pengalaman diner bersama GMS di sini belumlah menggunung, sehingga tidak membuka pengetahuanku apakah sajian menu diragamkan mengikuti tingkat kelas armada atau tidak, akan tetapi beberapa tahun silam ketika aku di bawa Intruder (mungkin sekarang sudah sold out) ke RM. UUN, memang untuk arah perjalanan ke timur, pemegang tiket SE dan Executive dihidangi menu yg berbeda dari kelas di bawahnya dalam dua meja yg saling bersebelahan. Mungkin itulah yg mencuatkan kontra pada Bu Ceriwis, lantaran saat ini GMS pun pasti merujuk pada rumah makan lain yg sesuai dengan rute via Cipali.
Raptor dan Avenger telah icul dari gerombolan gajah raksasa saat aku kembali dari rest room yg di sediakan pihak Sendang Wungu untuk GMS, tak berselang Blue Hawk pun menyusul meninggalkan gajah super sendirian.
Terminal menjadi prioritas, mengesampingkan nilai efisiensi yg didulang oleh gate entry tol Bawen. Armada merah maroon make over Jetbus tadi urung juga mengakhiri kebersamaannya, serta Rosalia Indah 278, ketiga PO yg konon sejarahnya sama sama berawal dari Timbul Jaya itu mlebu-metu terminal under contruction ini bersama sama, hanya saja RI-278 enggan merapatkan barisan untuk kembali menuju gerbang tol Bawen, bis biru langit bermata eagle-eyes itu masih menempatkan jalur bawah di sket rutenya.
Petugas SPBU yg terpisah jengkal dengan rumah makan mitra Raya, RM. Pantes, terlihat sedang mengalirkan solar ke wadah penyimpanan energi Yuchai 330 HP milik Laju Prima 109, tentunya disertai senyum salam sapa donk, Pertamina Pasti Pas gitu loh...
Nyidam makan malam yg sedang dirasakan penumpang Kramat Djati, menggitik agresifitas sopir bis bercorak tiga elip bergradien itu untuk serong kanan kiri menyiasati kepadatan lalu lintas di daerah Cepiring, bis ku, Gunung Harta Jetbus 2, dan Zentrum Hijau adalah korban ulah bis yg bermarkas di pasar tumpah pengacau jalan raya itu.
Gunung Harta dengan dorongan 285 kuda RN, dan Langsung Jaya body Jompo-Bus livery Black-Red Nusantara Style, lebih dulu sowan ke SPBU samping RM. Larasati untuk sevice BBM timbang menyinggahi RM. Sari Rasa untuk service makan.
Sendang Wungu, area yg strategisnya diapit Jalan Raya Plelen dan Jalan Lingkar Alas Roban, adalah tempat rujukan wajib untuk bis yg dulu sempat manama-besarkan Gajah Mungkur Sejatera pada armadanya ini.
Enam unit Sindoro Satria Mas mengisi barisan di rest area depan, dirapatkan pula oleh Kramat Djati yg tadi sempat kelaparan, btw soal Mbak KD, kenapa muncul di dua rumah makan ya, Sari Rasa dan Sendang Wungu, apakah memang penempatan acara makan bersamanya terbagi berdasar tujuan, arah perjalanan, atau kelas armada, ataukah malah terbingkai dua kupon dalam satu tiket perjalanan, satu untuk makan di Sari Rasa, dan sisanya di Sendang Wungu? Hehe...
Raptor, Blue Hawk, dan Avenger 005 adalah populasi gajah yg sedang menunggu para penunggangnya. Adanya Raptor dan Blue Hawk yg menyisakan jarak seukuran lebar satu unit bis, mengindikasi jejak gajah yg terlebih dulu berlalu, dan Invansion pun menapak tilas yg ditinggalkan itu.
Nasi, ikan goreng, kuah sayur, krupuk menjadi menu empat sehat, serta teh setengah manis sebagai lima sempurnanya. Pengalaman diner bersama GMS di sini belumlah menggunung, sehingga tidak membuka pengetahuanku apakah sajian menu diragamkan mengikuti tingkat kelas armada atau tidak, akan tetapi beberapa tahun silam ketika aku di bawa Intruder (mungkin sekarang sudah sold out) ke RM. UUN, memang untuk arah perjalanan ke timur, pemegang tiket SE dan Executive dihidangi menu yg berbeda dari kelas di bawahnya dalam dua meja yg saling bersebelahan. Mungkin itulah yg mencuatkan kontra pada Bu Ceriwis, lantaran saat ini GMS pun pasti merujuk pada rumah makan lain yg sesuai dengan rute via Cipali.
Raptor dan Avenger telah icul dari gerombolan gajah raksasa saat aku kembali dari rest room yg di sediakan pihak Sendang Wungu untuk GMS, tak berselang Blue Hawk pun menyusul meninggalkan gajah super sendirian.
Sebuah gajah tetangga
pun masuk menuju singgasana ishomanya
pribadi, serta Pahala Kencana All New
Legacy yg diparkirkan bersebelahan dengan Invansion.
RM. Telaga Asri hanya ditunggu sebuah Santoso, begitupun RM. Bukit Indah menampakkan Shantika Scorpion King hijau divisi Bi sebagai one only guest di halaman depan.
Di tanjakan Plelen, action sopir tengah yg nyaris digadangkan pada Zentrum berubah musibah telatnya pergeseran shift down tuas perseneling, lantaran arus dari lawan arah tak menoler usaha bis yg telah memakan marka jalan ini, akhirnya hanya bisa mendorong pantat TZ yg stiker kaca belakangnya telah raib sehingga menyisakan nama Zen saja itu.
New Marcopolo Non HD, HR 37, walaupun terbilang uzur jika disandingkan dengan The Unicorn Series, armada team Purwodadi itu sungkan jika harus menyiakan bekal solarnya yg los-losan, dibuktikanlah padaku dan semua penumpang yg masih melek tentang eksistensinya sebagai bis banter di Pringapus, Subah.
Kurnia Jaya dengan rumah body garapan Tri Sakti berbentuk New Marco bukanlah bis yg ganas, terbukti seorang sopir sepuh ini pun mampu menjinakkannya di Wiradesa, Pekalongan.
Comal.
Comal menjadi saksi bisu atas pelecehan yg dilakukan Kramat Djati Jetbus 2, Family Raya, Zentrum-MK TZ 78 dan TZ 05 pada bis never banter ini, atas anjloknya peringkat yg bertubi tubi itu di sini pula ku palingkan muka dari sebuah speed, dan ku rangkul comfort Rimba Kencana extra leg rest sebagai persembahan bis kasta raja.
Menjamah simpang susun Kanci, terlihat konvoi dua Sumber Alam dari arah Pejagan. Laju Prima 109 dan Maju Lancar Utama Evonext berhasil digagahi begitu roda mulai berputar di jalan Palikanci tol road. Sayang, kegesitan yg dipamerkan pada dua bis terakhir itu belumlah mampu disejajarkan dengan Kramat Djati New Travego Smile dan Jetbus Morodadi Prima berstiker darurat 'maaf lampu sein mati' di kap mesin belakang, yg dengan garang unjuk kenekatan melalui bahu jalan.
Lajur satu yg dipilih sopir sebagai ruang gerak, membuat Sinar Jaya Evolution melongo karena tertahan antrian pembayaran GT Ciperna Utama di lajur dua. Pelanggaran yg disengaja oleh Dewi Sri Sprinter, Royal Safari Scorpion King H1637BC, Putra Remaja Jetbus, serta dua bis pariwisata Sahabat PC 88 dan PC 74, membuktikan bahwa bahu jalan adalah alternatif dalam menjebol kemacetan sekitar 1 km itu.
Selepas pintu keluar Ciperna, dua unit Shantika dengan dandanan Scorking livrery tribal biru, menepi di bahu jalan dengan keadaan kap mesin terbuka di salah satu armada, satu armada lainnya sebagai penerangan darurat dalam penanganan troublenya, entah apakah dua Scania itu masih mendapuk Bangun Perkasa sebagai sang empunya atau telah lengser ke pihak lain.
Biar sedikit ku paksa, mata ini masih sanggup menjadi saksi perjalanan di tol Cipali. Bukan soal kecepatan yg membuahkan kata nyalip, harapanku hanyalah ingin melihat keberadaan obor abadi. Masih tercatat di ingatan semu, bahwa api yg konon justru berbahaya jika dimatikan itu terletak setelah kita melihat batu bleneng ketika mengarah ke Jakarta, dan batu itu sendiri tak berjarak jauh dari GT. Palimanan, sehingga aku tak sampai kehabisan tenaga dalam memperjuangkan melek ku demi panorama kobaran api di tengah kegelapan, karena dalam gulita inilah mata bisa menangkap bentuk jilatan api secara utuh tanpa dilamurkan oleh sinar matahari. Sinar Jaya Skyliner dan Sumber Harapan SR 1 menjadi penutup kesaksianku pada aksi sopir yg menjelang manula ini di jalan tol pemegang rekor terpanjang se-Indonesia.
Sisa jarak tol yg kondang membuai pengendara terlena mengontrol pedal gas itu, serta separo bagian tol Jakarta-Cikampek, terlewatkan berkat comfort yg dibangun seat plus legrest Rimba Kencana. Sadarku pulih ketika pool Cikarang menyambut, Avenger yg hendak keluar kandang, membuat bis ku harus menahan rodanya untuk bisa bergantian melintas di gerbang masuk.
Niat menghirup udara bebas tertahan rasa kantuk yg belum hilang penuh, terlebih posisi parkir bis tidak menunjukkan gelagat untuk berhenti lama, daripada setengah batang rokok bakal terbuang sia sia, ku putuskan untuk mendiami singgasana kemewahan ini.
"Bitung Bitung, Tangerang...", ultimatum kenek pada para penumpang dengan tujuan melenceng dari bis yg membawanya sampai Cikarang.
"Mas Mas, njenengan Depok to? Oper niko nggih", seorang Bapak yg berada dipuncak kenikmatan mimpi, harus diputus oleh tangan kenek yg mengarahkannya pindah tumpangan.
Depok pindah??? Pikirku...
Bukankah dermaga bis ini di terminal Cileungsi, kenapa penumpang Depok harus terusik dari nice dream nya gara gara prosesi oper.
"Pal yo pindah Mas?", ku jelikan tanya pada kenek.
"Iyo Mas, pindah kae lo...", jawabnya seraya menunjuk sebuah All New Legacy SR1 berkelas Bussines di depannya.
Sungguh kaget bukan kepalang, kenapa aku juga menjadi korban penurunan kasta ini, bukankah tiga bulan yg lalu Invansion ini adalah bis pertama sekaligus terakhir yg membawaku dari Purwantoro ke Gandaria, kenapa kali ini mengingkari kepercayaan yg ku persembahkan dari satu pengalaman kemarin, padahal tekad awal berpaling dari istriku tak lain agar ku dapati kepuasan dalam kencan malamku dengannya, bukan kenikmatan yg disuguhkan tiga hati, Comando-Invansion-Blue Hawk.
Inikah ganjaran dari sebuah kata menduakan, sudah terkandung dosakah polah yg ku lakukan ini, hingga derita pun dilimpahkan sebagai balasan. Andai saja, record larik lantunan pengamen kemarin hari bukan khayalan untuk direply, rasanya akulah orang yg dijiwakan lagu indah itu.
Biarlah bulan bicara sendiri,
Biarlah bintang kan menjadi saksi,
Tak kan ku ulangi walau sampai akhir nanti,
Cukup derita sampai di sini...
RM. Telaga Asri hanya ditunggu sebuah Santoso, begitupun RM. Bukit Indah menampakkan Shantika Scorpion King hijau divisi Bi sebagai one only guest di halaman depan.
Di tanjakan Plelen, action sopir tengah yg nyaris digadangkan pada Zentrum berubah musibah telatnya pergeseran shift down tuas perseneling, lantaran arus dari lawan arah tak menoler usaha bis yg telah memakan marka jalan ini, akhirnya hanya bisa mendorong pantat TZ yg stiker kaca belakangnya telah raib sehingga menyisakan nama Zen saja itu.
New Marcopolo Non HD, HR 37, walaupun terbilang uzur jika disandingkan dengan The Unicorn Series, armada team Purwodadi itu sungkan jika harus menyiakan bekal solarnya yg los-losan, dibuktikanlah padaku dan semua penumpang yg masih melek tentang eksistensinya sebagai bis banter di Pringapus, Subah.
Kurnia Jaya dengan rumah body garapan Tri Sakti berbentuk New Marco bukanlah bis yg ganas, terbukti seorang sopir sepuh ini pun mampu menjinakkannya di Wiradesa, Pekalongan.
Comal.
Comal menjadi saksi bisu atas pelecehan yg dilakukan Kramat Djati Jetbus 2, Family Raya, Zentrum-MK TZ 78 dan TZ 05 pada bis never banter ini, atas anjloknya peringkat yg bertubi tubi itu di sini pula ku palingkan muka dari sebuah speed, dan ku rangkul comfort Rimba Kencana extra leg rest sebagai persembahan bis kasta raja.
Menjamah simpang susun Kanci, terlihat konvoi dua Sumber Alam dari arah Pejagan. Laju Prima 109 dan Maju Lancar Utama Evonext berhasil digagahi begitu roda mulai berputar di jalan Palikanci tol road. Sayang, kegesitan yg dipamerkan pada dua bis terakhir itu belumlah mampu disejajarkan dengan Kramat Djati New Travego Smile dan Jetbus Morodadi Prima berstiker darurat 'maaf lampu sein mati' di kap mesin belakang, yg dengan garang unjuk kenekatan melalui bahu jalan.
Lajur satu yg dipilih sopir sebagai ruang gerak, membuat Sinar Jaya Evolution melongo karena tertahan antrian pembayaran GT Ciperna Utama di lajur dua. Pelanggaran yg disengaja oleh Dewi Sri Sprinter, Royal Safari Scorpion King H1637BC, Putra Remaja Jetbus, serta dua bis pariwisata Sahabat PC 88 dan PC 74, membuktikan bahwa bahu jalan adalah alternatif dalam menjebol kemacetan sekitar 1 km itu.
Selepas pintu keluar Ciperna, dua unit Shantika dengan dandanan Scorking livrery tribal biru, menepi di bahu jalan dengan keadaan kap mesin terbuka di salah satu armada, satu armada lainnya sebagai penerangan darurat dalam penanganan troublenya, entah apakah dua Scania itu masih mendapuk Bangun Perkasa sebagai sang empunya atau telah lengser ke pihak lain.
Biar sedikit ku paksa, mata ini masih sanggup menjadi saksi perjalanan di tol Cipali. Bukan soal kecepatan yg membuahkan kata nyalip, harapanku hanyalah ingin melihat keberadaan obor abadi. Masih tercatat di ingatan semu, bahwa api yg konon justru berbahaya jika dimatikan itu terletak setelah kita melihat batu bleneng ketika mengarah ke Jakarta, dan batu itu sendiri tak berjarak jauh dari GT. Palimanan, sehingga aku tak sampai kehabisan tenaga dalam memperjuangkan melek ku demi panorama kobaran api di tengah kegelapan, karena dalam gulita inilah mata bisa menangkap bentuk jilatan api secara utuh tanpa dilamurkan oleh sinar matahari. Sinar Jaya Skyliner dan Sumber Harapan SR 1 menjadi penutup kesaksianku pada aksi sopir yg menjelang manula ini di jalan tol pemegang rekor terpanjang se-Indonesia.
Sisa jarak tol yg kondang membuai pengendara terlena mengontrol pedal gas itu, serta separo bagian tol Jakarta-Cikampek, terlewatkan berkat comfort yg dibangun seat plus legrest Rimba Kencana. Sadarku pulih ketika pool Cikarang menyambut, Avenger yg hendak keluar kandang, membuat bis ku harus menahan rodanya untuk bisa bergantian melintas di gerbang masuk.
Niat menghirup udara bebas tertahan rasa kantuk yg belum hilang penuh, terlebih posisi parkir bis tidak menunjukkan gelagat untuk berhenti lama, daripada setengah batang rokok bakal terbuang sia sia, ku putuskan untuk mendiami singgasana kemewahan ini.
"Bitung Bitung, Tangerang...", ultimatum kenek pada para penumpang dengan tujuan melenceng dari bis yg membawanya sampai Cikarang.
"Mas Mas, njenengan Depok to? Oper niko nggih", seorang Bapak yg berada dipuncak kenikmatan mimpi, harus diputus oleh tangan kenek yg mengarahkannya pindah tumpangan.
Depok pindah??? Pikirku...
Bukankah dermaga bis ini di terminal Cileungsi, kenapa penumpang Depok harus terusik dari nice dream nya gara gara prosesi oper.
"Pal yo pindah Mas?", ku jelikan tanya pada kenek.
"Iyo Mas, pindah kae lo...", jawabnya seraya menunjuk sebuah All New Legacy SR1 berkelas Bussines di depannya.
Sungguh kaget bukan kepalang, kenapa aku juga menjadi korban penurunan kasta ini, bukankah tiga bulan yg lalu Invansion ini adalah bis pertama sekaligus terakhir yg membawaku dari Purwantoro ke Gandaria, kenapa kali ini mengingkari kepercayaan yg ku persembahkan dari satu pengalaman kemarin, padahal tekad awal berpaling dari istriku tak lain agar ku dapati kepuasan dalam kencan malamku dengannya, bukan kenikmatan yg disuguhkan tiga hati, Comando-Invansion-Blue Hawk.
Inikah ganjaran dari sebuah kata menduakan, sudah terkandung dosakah polah yg ku lakukan ini, hingga derita pun dilimpahkan sebagai balasan. Andai saja, record larik lantunan pengamen kemarin hari bukan khayalan untuk direply, rasanya akulah orang yg dijiwakan lagu indah itu.
Biarlah bulan bicara sendiri,
Biarlah bintang kan menjadi saksi,
Tak kan ku ulangi walau sampai akhir nanti,
Cukup derita sampai di sini...