4 December 2013

Liku Liku Jalanan Wonogiri

Banyak yg merasa jalanan antara kecamatan Purwantoro sampai kecamatan Ngadirojo Wonogiri terlalu berkelok kelok, tak terhitung berapa banyak tikungan yg harus dilalui di sepanjang jalur itu. Keadaan itu tak jarang membuat sebagian orang yg tak peka akan mabok perjalanan riskan untuk berpergian jikalau harus melintasi jalur sepanjang 40'an km itu, bahkan banyak yg ber'opini bahwa lebih nyaman menempuh perjalanan ke Ponorogo yg notabene telah berada di luar provinsi Jawa Tengah daripada ke Wonogiri kota, meski line yg menghubungkan Purwantoro-Ponorogo juga harus terhadang oleh sederet tikungan tajam yg sering disebut sebut sebagai jalan "ongko wolu (angka 8)" di desa Biting, namun selepas alas kucur yg berarti telah memasuki batas wilayah provinsi Jawa Timur, maka untuk sesampainya ke Ponorogo tak akan dipusingkan lagi oleh berbagi lekukan lintasan aspal.
Tatanan jalan 1001 tikungan itu acap kali membuahkan tanya oleh para penggunanya, apalagi dengan adanya sebuah tikungan yg dikenal dengan sebutan "irung petruk", membuat siapapun menepis keheranan 'kenapa kok jalannya dibuat menikung seperti ini, padahal seandainya dibuat lurus pun bisa, malah akan memperpendek jarak tempuhnya', mungkin ini juga lah yg membuat jarak antara Purwantoro-Wonogiri mencapai sekitar 45 km, andaikan rutenya mengacu pada ukuran lurus antara titik keduanya, tak mustahil bilangan kilometernya tak sedemikian.
Menanggapi kalimat keheranan sebagian orang, lebih lebih orang yg kali pertamanya menjejakkan langkah di jalur yg merupakan lintas provinsi itu, terlalu jauh jikalau menerawang jauh ke belakang, segelintir memory masa lalu dari para 'simbah' menyebut bahwa jalan itu telah ada sejak awal keingatanya, sehingga bisa dibayangkan seberapa tua umur dari jalan kelas 3C itu.
Sisa sisa ingatanku, pernah diceritakan oleh pak guru IPS sewaktu SD, bahwa jalan itu merupakan bagian dari bentang panjang Jalan Pos antara Anyer-Panarukan, namun dari hasil penelusuran di dunia maya tiada yg membeberkan bahwasannya proyek yg di kepalai Herman Williem Daendels itu melewati tanah Wonogiri, jadi kesimpulannya jalan itu bukanlah progress dari kerja rodi di kurun waktu antara tahun 1808-1811.
Menilik ke berbagai sumber, hasilnya pun nihil, tiada penggalan pengalan kalimat yg mungkin bisa terangkai untuk mengupas asal muasal jalan yg melewati kecamatan Slogohimo, Jatisrono, dan Sidoharjo itu. Di website resmi kabupaten Wonogiri, terselip artikel tentang sejarah kota ber'ikon gaplek itu, namun ulasan yg meruntunkan kemasaan Raden Mas Said hingga bupati Danar Rahmanto itu tak jua mencangkup akan latar belakang jalan rayanya.
Namun andaikan gagasan ini boleh menjawab tentang kemisterian jalan yg direkayasa dengan liku sedemikian rupa itu, 'jalannya waktu' bisa menjadi jawaban sebagai alasan yg terkait erat dengannya.
Seingat'ku dulu pinggiran aspal sepanjang jalan masih lengah, berbeda dengan sekarang yg mulai ramai berdiri berbagai lapak maupun bangunan permanen memanfaatkan lahan kosong yg berbui di sisi kanan kiri jalan, ini gambaran akan sebuah perbandingan antara yg lalu dan saat ini.
Jika mengendus jauh ke zaman yg lebih dulu lagi, mungkin tekstur alam Wonogiri belumlah seperti kini, dari latar namanya yg berarti "Gunung dan Hutan", setidaknya bisa menjadikan bayangan map Wonogiri tempoe doeloe. Maka sudah seyogyanya jika rute jalan dibuat berkelok untuk menghandari keberadaan sebuah tumbuhan besar, tebing curam, batu besar, atau bukit yg sulit untuk dihilangkan adanya, maka akan lebih mudah jikalau kontur jalan dibelokkan melalui medan yg bebas dari adanya gejala alam yg menghalang tersebut.
Ini menguatkan tepisan dari cerita yg pernah ku dapati sewktu SD di atas, bahwa jalan ini tidaklah tercipta oleh kekuasaan Daendels di Indonesia, pasalnya kekejaman anak buah Louis Napoleon dalam meng'otak'i kerja rodi terasa begitu mustahil jikalau tak mampu menetralisir adanya benda alam semacam tebing dan bukit, bukti ketangguhan dari kekejamannya adalah jalan di pesisir Pantai Ptara yg justru lurus tak banyak tikungan. Sehingga jika pun jalan di Wonogiri adalah sisa sejarah penjajahan kolonial, mungkin itu sebelum era pemerintahan Daendels.
Ini adalah opini pribadi, berhubung asal usulnya masih begitu rahasia bagi semua, tak jarang pula ada yg beropini lain, semisal penyebab jalan dibuat meliak liuk adalah supaya kendaraan pada zaman dulu kuat untuk mendaki medan yg menanjak.
Bahkan ada yg menyelewengkan tujuan dari kontur jalan yg dibuat berliku itu adalah untuk menambah panjang jaraknya, dengan jarak yg semakin panjang itu maka anggaran biayanya semakin besar, sehingga laba pihak kontraktor pun bertambah besar pula.
Mana yg benar? Ngapunten...

No comments:

Post a Comment