1 December 2013

Kethoprak, Seni Asli yang Tereliminasi

Pun asli Jawa, namun andai saja ditanya tentang Ketoprak, hmmm apa ya kata kata yg mesti terlantun sebagai jawaban ku???

Ketoprak memang kesenian asli dari Jawa, kebudayaan yg lahir dan berkembang di kehidupan masyarakat suku Jawa. Namun hingga lebih dari 22 tahun umurku, belum pernah sekalipun mata ini memandang langsung pentas seni budaya daerah itu, hanya sekedar cerita bak sejarah tentang masa masa kepopulerannya dulu sering kali terdengar dari para orang tua. Yg aku tau, konon dulu di desaku pernah mempunyai grup Ketoprak dengan nama "Cinde Budoyo", entah sejak kapan grup itu bubar, karena aku tak jua pernah menjadi saksi mata pementasannya, hingga kini hanya tinggal kenangannya saja yg tetap utuh abadi.
Semuanya, bisa menjadi gambaran tentang keberadaan kesenian Ketoprak di era kini, dimana fenomenalnya ketika itu telah luntur, pudar dari pandangan, lenyap dari kesaksian, mati tertelan jaman, dan hilang tergantikan.
Kesaksian pada pertunjukan Ketoprak, justru ku alami baru baru ini. Di balik pamor Keroprak yg kini tengah adem ayem tak menunjukkan gelagatnya, dan di samping gegap gempita hiburan lain seperti Campur Sari, Orkes Melayu, Wayang Kulit, dan Reog, dalam rangka HUT RI ke-68 kemarin, pementasan Ketoprak di daerahku turut memeriahkan peringatan hari jadi republik ini.
Awalnya memang sungkan, enggan untuk bulatkan tekad tepis keraguan, "hemmm Ketoprak, tontonan apa sih? Pasti juga tak seindah ketika masa keemasannya dulu".
Namun segala keraguaan dan tak utuhnya niatan menyaksikan Ketoprak untuk yg pertama kalinya, spontan musnah ketika pentas dimulai. Judul atau cerita yg diperankan bertema tentang mitos "Sebrang Lor Sebrang Kidul", ya cerita dalam Ketoprak umumnya diambil dari sisi kehidupan nyata, berbeda dengan pertunjukan Wayang yg mengutip cerita dari Ramayana dan Mahabarata.
Dari awal, pementasan sering kali dihiasi dengan humor oleh para pemerannya, ini berbeda dengan biasanya, yg mana humor pada Ketoprak hanya terjadi saat bagian Dagelan dipentaskan sebagai adegan selingan dan di luar dari tema yg diceritakan, mungkin ini adalah solusi untuk menarik perhatian penonton, sehingga candaan candaan lucu menjadikan adegannya tak terasa monoton.
Semua yg melayangkan bola matanya ke arah panggung, entah Pria atau Wanita, Tua atau Muda, Gadis atau Janda, semua seakan terhipnotis, konsentrasi dan fokusnya terbawa oleh adegan dan lelucon yg diperankan.
Nah, meski jaman telah berganti, ternyata antusias masyarakat dalam menanggapi Ketoprak masih begitu positif. Pementasaan Ketoprak pada saat saat ini mungkin bisa menjadi sebuah jalan untuk upaya pelestarian kesenian asli daerah yg berada di ujung musnah, semoga pentas kemarin merupakan cikal dari kebangkitan Ketoprak ke depannya nanti.

No comments:

Post a Comment