11 December 2013

Ada Apa Dengan Hino?

Beda halnya dengan kendaraan lain, yg mesin berikut series'nya mudah dideteksi lewat penampilan luarnya. Di jagad bis, body luar bukanlah suatu acuan sebagai penentu chasis/mesin yg menompangnya, misalnya saja, tidak semua bis berbody Legacy SR-1 itu bermesin Mercy.
Sehingga butuh sedikit ketelitian dalam menelisik ke beberapa sudut untuk mengetahui varian mesin yg dipakai oleh sebuah bis.
Pasti pernah melihat trendster stiker berupa tulisan besar sebagai tag yg menegaskan identifikasi mesin di sebuah bis. Dulu, hanya bis yg bertenaga Scania dan Volvo saja yg berani menjabarkan brand menghiasi kaca body'nya. Tak bisa dipungkiri bahwasanya hingga kini pun, made in Eropa masih menjadi raja di dunia perbisan Indonesia, apalagi dua platform asal Swedia di atas, dimana merekalah yg memelopori pengaplikasian sistem suspensi udara yg membidani kenyamanan pada penumpangnya. Maka tidak berlebih jikalau si empunya memamerkan apa yg dipunyai oleh armada kepunyaannya seraya memagnet calon penumpang terhadap sisi unggul kendaraannya.
Beberapa waktu kemudian, seiring Mercedes -Benz mengikuti jejak 'mentul mentul' dua kompetitornya yaitu diawali dengan lahirnya OH 1626 hingga yg terkini O500R 1836, kaca pada bis pun mulai bertemakan trademark Mercy series, seolah mengimbangi yg sudah ada sebelumnya, mengisyaratkan bahwa bukan Scania/Volvo saja yg patut untuk dibeberkan brand'nya.
Lalu bagaimanakah nasib Hino?
Merk dari negeri sakura ini bukanlah merk bawahan yg pantas diremehkan, bahkan mungkin Hino lah yg menjadi penguasa pangsa pasar industri chasis bis di Indonesia ini. Selain harga yg relatif di bawah merk lain, perawatan yg mudah dan suku cadang yg lebih ekonomis membuat banyak pengusaha otobus lebih memilihnya untuk dijadikan nyawa perusahaan.
Namun biar demikian, mereka seolah enggan untuk mengidentifikasikan mesin dari armadanya itu lewat balutan stiker layaknya yg tengah marak pada bis dengan chasis pabrikan Eropa. Bahkan logo khas yg biasanya nempel di muka dan buritan pun jarang di pasang. Logikanya ini mungkin agar calon penumpang tidak mengenali bahwa bis itu bermesin Hino, walaupun sebenarnya untuk membedakan chasis Hino dengan yg lain itu sangatlah mudah, yaitu dengan melihat jumlah baut di velg rodanya yg hanya  8 buah. 
Hino sering kali diidentikkan dengan kendaraan besar semacam truk, sedang Mercy tipikalnya adalah kendaraan kecil seperti mobil sedan yg mewah. Inilah yg menimbulkan gagasan bahwa bis berchasis Hino fungsional kenyamanannya tak mampu seimbang dengan Mercy atau yg lain, sehingga para onwer seperti 'malu malu kucing' untuk menegaskan bahwa armada miliknya bermesin Hino, sebisa mungkin menghindar dari sepengetahuan calon penumpangnya daripada dikata "enak di elo gak enak di gue" hihihi...
Seiring perkembangan teknologi, dimana yg lain telah mempertimbangkan aspek dari kenyamanan penumpang lewat benaman balon udara, Hino pun tak lagi diam. RN 285 adalah varian terbaru dari Hino untuk mengejar ketertinggalannya akan aplikasi Air Suspension dari para kompetitornya.
Varian anyar yg dulu pernah digadang oleh salah satu PO Muriaan untuk trademark Hino RK8'nya itu kini telah benar benar membumi di Indonesia.
Dan inilah bukti bahwa brandname darinya kini pun mampu eksis layaknya yg lain...


No comments:

Post a Comment