Kala itu, jalur bumel Solo - Purwantoro berkibar
bendera berbagai PO. Selain Gunung Mulia dan Purwo
Group yg masih eksis hingga kini, nama nama seperti Jaya
Mulya, Gunung Giri, Daya Palapa, dan Timbul
Jaya merupakan warna warni moda transportasi yg terkenal dengan jam mepet'nya itu.
Problema menyurutnya eksistensi PO besar di kota gaplek itu, rupanya turut dialami oleh divisi AKDP pula, satu persatu PO mulai lengser dari kancah persaingan.
Diawali dari Jaya Mulya yg secara tiba tiba bagaikan menghilang tanpa jejak, ketiadaan armadanya tak meninggalkan bekas, entah dimanakah besi besi saksi kejayaannya saat itu, apakah masih menjadi squat armada PO di luar kota sana, atau telah terkubur oleh tumpukan barang bekas lain di limbah rongsok. Lemparan trayeknya pun tak menyiratkan kabar, pada siapa trayek itu dibisniskan kembali, semua begitu misteri.
Hilang satu yg lain menyusul, Gunung Giri dengan kekuatan dua armadanya yg terpandang sungguh memprihatinkan, menapak tilas langkah Jaya Mulya untuk mundur dari arena. Serasa inilah jalan terbaik untuknya dan untuk semua, dengan fisik armada yg dibawah standar layak itu, memang mengandangkan armada dan mengakuisisikan trayeknya ke Gunung Mulia sangat dibenarkan.
Pengikut jejak selanjutnya adalah Timbul Jaya, izin trayek dan operasional armadanya yg banyak rupanya tak mampu menjadi benteng pertahanan di area tempur. Dari lantaran kata menyerah darinya, maka lahirlah pemain baru di jalur ini yg sebelumnya hanya berperan di dunia malam, Tunggal Dara Putera sebagai penadah aset tenggelamnya kejayaan yg dulu pernah timbul itu, baik armada dan trayeknya.
Sedangkan Daya Palapa memilih mengakhiri eksistensinya setelah kekayaan armada beserta trayeknya diakuisisi oleh Gunung Mulia.
Dengan begitu, kini tinggal tiga nama saja di jalur ini. Gunung Mulia yg dari dulu memang mengantongi izin trayek yg banyak ditambah trayek hasil akuisisinya, dan Tunggal Dara Putera yg mengambil alih keseluruhan aset Timbul Jaya, maka tinggallah bendera Merah dan Putih itulah yg saat ini berkibar bersama sedikit squat dari Purwo Group.
Tak lain seperti Mira dan Sumber Group di jalur ATB Surabaya-Yogya, Harapan Jaya dan Pelita Indah untuk ATB Surabaya-Tulungagung, serta jalur bumel Solo-Purwodadi yg nyaris hanya diisi oleh Rela dan Gandoz Abadi, akankah demikian sengitnya rivalitas antar dua PO yg saling berkompetitor di jalur Solo-Purwantoro ini?
Problema menyurutnya eksistensi PO besar di kota gaplek itu, rupanya turut dialami oleh divisi AKDP pula, satu persatu PO mulai lengser dari kancah persaingan.
Diawali dari Jaya Mulya yg secara tiba tiba bagaikan menghilang tanpa jejak, ketiadaan armadanya tak meninggalkan bekas, entah dimanakah besi besi saksi kejayaannya saat itu, apakah masih menjadi squat armada PO di luar kota sana, atau telah terkubur oleh tumpukan barang bekas lain di limbah rongsok. Lemparan trayeknya pun tak menyiratkan kabar, pada siapa trayek itu dibisniskan kembali, semua begitu misteri.
Hilang satu yg lain menyusul, Gunung Giri dengan kekuatan dua armadanya yg terpandang sungguh memprihatinkan, menapak tilas langkah Jaya Mulya untuk mundur dari arena. Serasa inilah jalan terbaik untuknya dan untuk semua, dengan fisik armada yg dibawah standar layak itu, memang mengandangkan armada dan mengakuisisikan trayeknya ke Gunung Mulia sangat dibenarkan.
Pengikut jejak selanjutnya adalah Timbul Jaya, izin trayek dan operasional armadanya yg banyak rupanya tak mampu menjadi benteng pertahanan di area tempur. Dari lantaran kata menyerah darinya, maka lahirlah pemain baru di jalur ini yg sebelumnya hanya berperan di dunia malam, Tunggal Dara Putera sebagai penadah aset tenggelamnya kejayaan yg dulu pernah timbul itu, baik armada dan trayeknya.
Sedangkan Daya Palapa memilih mengakhiri eksistensinya setelah kekayaan armada beserta trayeknya diakuisisi oleh Gunung Mulia.
Dengan begitu, kini tinggal tiga nama saja di jalur ini. Gunung Mulia yg dari dulu memang mengantongi izin trayek yg banyak ditambah trayek hasil akuisisinya, dan Tunggal Dara Putera yg mengambil alih keseluruhan aset Timbul Jaya, maka tinggallah bendera Merah dan Putih itulah yg saat ini berkibar bersama sedikit squat dari Purwo Group.
Tak lain seperti Mira dan Sumber Group di jalur ATB Surabaya-Yogya, Harapan Jaya dan Pelita Indah untuk ATB Surabaya-Tulungagung, serta jalur bumel Solo-Purwodadi yg nyaris hanya diisi oleh Rela dan Gandoz Abadi, akankah demikian sengitnya rivalitas antar dua PO yg saling berkompetitor di jalur Solo-Purwantoro ini?