10 October 2013

Tak Selamanya Macet Itu Indah

Buka jalur, atau ngeblong kanan lah istilah penyebutannya, mengesampingkan nilai waktu yg didapat dari perbuatan melanggar lalu lintas, juga menghadirkan rasa deg deg'an bagi penumpang yg masih memandangkan mata. Kalanya tengah trip pulang kampung, yg notabene tak ada tujuan yg mesti diburu, seakan akan macet adalah hal yg menjadi harapan, dan bila saja mimpi itu benar, maka ngeblong kanan lah yg akan mengindahkan kenyataan yg tercipta.
Hehe intinya seh bukan berharap macet, tapi berharap mendapati sesuatu yg mampu menggoyahkan rasa tenang ini, melebarkan pori pori hingga tanpa sadar keringat dingin melumuri kulit, dan mampu membuat pikiran ini selalu berdoa untuk keselamatan. Yaaa walaupun yg dinantikan itu tak selalu terjadi seperti apa yg layaknya hendak ku skenario'i. Terkadang justru merobohkan semangatku untuk bercengkrama dengan cakrawala malam itu, sedikit kecewa, berimbuh anyel, dan menumpuklah menjadi kebosanan, seolah greget ini ingin beranjak dan berkata "Tak sopir'ane Pak", namun senyum kembali menjamah saat naluri menertawakan kesombonganku, yg dengan sinisnya menjawab
ringan kata batinku "Emang bisa nyetir???", hihihi....

Disamping recehan sebagai sub-modalnya, mungkin nyali adalah yg terutama, sehingga lain tangan lain kendali.
Ini adalah ragam mental dan kelakuan sopir bis yg pernah ku alami sesaat macet menghadang...

1. Ngawur
Mungkin inilah grade sopir ngeblong dengan entri level teratas. Atau mungkin sopir ini juga tak lain seperti kata hatiku, semoga macet sehingga bisa ngeblong. Bahkan mungkin, buka jalur adalah impian dalam rutinitas mengemudinya, dan telah berbaur menjadi kegemarannya.
Lepas menjalani ISHOMA di  rumah makan Indramayu, tak jauh berjalan macetpun menyambut LP 39, pada masa itu New Travego Smile ini masih menjadi squat tetap line Depok-Purwantoro sebelum akhirnya sekarang berganti menjadi LP 108.
Kenek seperti tanggap akan jalan apa yg hendak dipilih sopir untuk melewatkan antrian kendaraan di depannya, HP diperankan untuk mencari info dari rekan satu PO'nya yg telah berada di depan, namun lucunya hanya menanyakan tentang keberadaan polisi saja, tanpa mengorek kabar tentang suasana kemacetan aslinya.
Setelah warta nihil polisi diyakininya, kenek memberikan isyarat aman untuk melancarkan goyang kanan, U-turn yg dilaluinya untuk masuk ke jalur lawan sebenarnya agak sempit untuk kendaraan sebesar bis, kenek sebenarnya merekomendasikan untuk masuk celah putaran di depannya yg cukup lebar, namun sopir lebih percaya diri akan talentanya, seolah ingin menunjukkan kebolehannya pada kenek eks Wonogirian itu, ini lho eks sopir Muriaan, Nusantara.
Manuver pun tak bisa mulus, celah separator yg tak bersahabat dengan badan bis mengharuskannya untuk mundur lagi sehingga menimbulkan riuh suara klakson mobil mobil di belakangnya, sopir lanjut memberi mandat untuk kenek menyiapkan recehan.
Ibarat baru mencicipi manisnya jalur lawan, ternyata tepat U-turn selanjutnya semua kendaraan dialihkan ke jalur kanan karena penutupan jalur kiri, dan itulah biang kemacetannya, andaikan sopir tadi menuruti apa yg dikata kenek maka tak perlu tambahan usaha untuk memasukkan gigi R.
Di situ pula ada oknum jalanan yg biasa meminta meal, bis segagah itu harus terhenti oleh seorang remaja yg berdiri menghadang di depannya, seolah dialah juru kunci jalur pantura ini.
Kenek belum juga menemukan uang dengan nominal yg patut untuk difungsikan sebagai meal, hingga sopir meminta kenek untuk memberikan uang pribadinya dulu.
"Tak kiro macete dowo Geng...", ucap sopir pada keneknya setelah berhasil melewatkan para penunggu U-turn tadi.
"Aku mau yo ora tekok macete parah ora, gur ngabarne enek polisi ora ngono, tiwas urung kober isi pulsa malah telepon nyang M3 sisan, wes pulsa entek kelangan 10ewu nggo nge'meal kae mau barang", ungkapnya seperti menyesalkan kerjasama ngawur'nya dengan sang sopir.
Aku turut menahan tawa mendengarnya, dibarengi ketawa sopir seraya bilang "Kok eram etunganmu".

2. Ngikut
Nyali sopir di grade kedua ini memang tak seganas Ngawur, pemikirannya sedikit dimatangkan untuk menentukan pilihan yg bakal diputuskan.
Kemacetan di Cirebon saat itu mengharuskan BM 014 merayap di antara kerumunan long vehicle lainnya, posisinya saat itu tepat di belakang bokong Panorama 2 nya PO Sahabat.
Ketika titik antriannya mencapai persis di sebelah sebuah U-turn, tak ada tanda tanda dari sopir untuk memutar kemudinya ke arah jalur lawan, akhirnya celah tengah jalan yg merupakan pintu surganya para sopir ngeblong itupun terlewati. Perasaanku mulai nggrundel, kenapa sopir menyiakan secelah gang empuk yg mestinya dimasuki untuk menghindari serangan fajar. Andai aku bisa seperti yg lain, melewatkan kenyataan macet ini dengan mengarungi mimpi indah, pasti ketentraman hati ini tak tersangkut paut akan fenomena ngeblong atau tidaknya bis'ku.
Bergulir maju sejengkal demi sejengkal, U-turn pun kembali tersenyum menyambut, seakan penuh rona kegirangan mempersilahkan sopir yg bernyali tinggi untuk cekatan melewatinya.
Sahabat yg masih utuh di depan sorotan mata Royal Bus ku, telah habis masa kesabarannya untuk meniti antrian menggapai tujuan ini, hingga akhirnya jalan pintas goyang kanan dipilihnya. Bis'ku ternyata gak ingin ketinggalan, seusai Sahabat berhasil membuka jalur kanan dengan mulus, manuver dari sopirku pun mengikuti jejak yg ditinggalkannya.
Owh ternyata sopir ini juga berani ngeblong, tapi jikalau sudah ada yg mengepalainya alias cuma ngikut.

3. Ngarep
Kalau ini di bawahnya lagi grade ngikut, atau bisa dibilang bahwa sopir ber'grade ngikut pasti pernah ada kalanya menjadi sopir grade ini terlebih dulu.
Ngarep yg dimaksud adalah mengharapkan, yaitu berharap adanya bis lain yg membuka jalur sehingga dia bisa membuntutinya.
Perbaikan jembatan di Brebes saat itu membuat kemacetan panjang kendaraan yg hendak ke Jakarta. Bis Executive kode jurusan 11 yg aku tumpangi merupakan satu satunya bis dari PO asal Tulungagung itu yg terjebak di dalamnya, karena via HP sang sopir mendapati kabar bahwa bis yg berada di depannya melakukan trip alternatif via Katanggungan, namun karena info yg terlambat datang, maka tiada pilihan untuk bisku selain kata terlanjur.
Lalu lintas lawan arah lenggang, bahkan bisa dikata sepi, mungkin ini menandakan bahwa arus dari Barat pun tak ubahnya melakoni sepak terjang macet.
Setiap kali bis berada di sebelah U-turn, sopir menghentikan laju lambat kendaraannya, meskipun mobil di depannya telah maju dan menyisakan jarak yg cukup jauh dari JETBUS HD ini.
Ini bisa ku deteksikan sebuah niatan sopir untuk mengalihkan rodanya melawan arus, namun kenapa tidak cekatan, padahal jalur kanan begitu sunyi laksana bukan sebidang  jalan utama pantura, so bagiku mengambil langkah goyang kanan adalah pilihan yg pas dan juga aman. Namun sepertinya kabut keraguan menyelimuti hati sang sopir, hingga niatannya pun tertutup keputihan safety driving.
Tercatat hingga tiga kali sopir melakukan tindakan yg sama, yaitu berhenti agak lama tepat di sebelah U-turn namun hasilnya juga nihil ngeblong alias kembali berjalan lurus mendekatkan jarak dengan mobil dihadapannya.
Hingga pada suatu U-turn selanjutnya, sopir pun mengungkapkan harapannya pada kenek "Kok yo oraenek sing ngeblong yo Jo, arep melu...".
Sekarang terjawab sudah keraguanku tentang apa yg dilakukan berulang kali oleh sopir itu, ternyata niatnya ngeblong, tapi nunggu nunutan toh...

4. Ndilalah
Pepatah Jawa mengatakan "Wong bodho kalah karo wong pinter, Wong pinter kalah karo wong bejo". Laksana kepandaian tupai dalam melompat yg niscaya akan jatuh juga, selihainya para sopir ngeblong akhirnya tak berkutik juga manakala petugas Lantas memergoki dan menghalonya.
Tak banyak sopir yg bisa masuk di grade ini, ini bukan sekedar nyali lagi, namun untung untungan lah hal yg mengangkat derajat para sopir nekat sehingga terdaftar dalam peringkat ndilalah ini.
Masih di kawasan kota Brebes di suatu saat yg lain, LP 40 yg kala itu tengah menjadi armada pengganti sebagai transisi kehadiran LP 108 akan minggirnya LP 39 dari jatah tetap Purwantoro.
Aku buta akan kapan sopir memindahkan pegangan armadanya ke jalur lawan, begitu mataku menorehkan tatapan menembus kaca, New Marcopollo itu telah menjadi ajudan di belakang Madu Kismo.
Jalur hasil rampasan milik lawan ini tak mulus lancar lantaran arus tuan rumah tak bisa dikategorikan sepi, kekosongan jalur hanya didapat setelah ada kendaraan yg berbelas kasihan sehingga ia rela untuk menepi, pun begitu namun jarak yg didapat dari keberanian sopir sopir nekat ini cukup panjang dengan waktu yg jelas lebih singkat jika diseimbangkan dengan kendaraan yg enggan mengikuti jejaknya.
Hingga pada suatu ketika tepat roda depan bisku nyaris sejajar dengan celah U-Turn, rupanya sopir Rosalia Indah yg menjadi crash'nya merambukan untuk segera kembali ke jalur asal karena di U-turn depan ada razia. Dengan sigapnya sopir segera mengalihkan posisinya ke jalur kiri, meninggalkan jejak Madu Kismo yg terlanjur berada di depan U-turn sehingga memaksanya untuk tetap berada di jalur lawan menembus oknum berompi hijau di depan, itulah yg namanya gak mujur, keganasannya dalam menjadi pimpinan goyang kanan harus tertebus oleh urusan dengan polisi, lebih ironisnya lagi yg hanya membuntutinya justru tidak.
Ya, inilah ndilalah, ndilalah kok dikasih tau sama sopir Rosalia Indah, ndilalah kok belum melewatkan titik U-turn sebagi akses kembali goyang kiri.

5. Netral
Sesuai namanya, sopir grade ini merupakan sopir yg tidak berulah, gak ingin neko neko, sehingga pasrah akan keadaan. Entah apa yg mendasarinya, lantaran tak bernyali bringas atau memang sadar akan budaya sopan santun berlalu lintas.
Belum beranjak dari Brebes di saat perjalanan dari Jakarta, LP 90 yg sedang menjadi squat Joker untuk line Cileungsi-Purwantoro.
Kendali setir dipegang oleh seorang yg menurut pengakuannya masih di usia 31 tahun, namun rona wajahnya seolah masih di bawah umur yg diakuinya tersebut, pesonanya terlihat masih dini sebagai seorang sopir bis. Dari paras yg berpenampilan remaja itu, seharusnya tak bisa disangkal bahwa jiwanya pun berdarah muda, jiwa yg berapi api, yg maunya menang sendiri.
Dari definisi yg terkutip dari lantun lagunya Bang Haji Haryanto Rhoma Irama tadi, semestinya bisa dipastikan bahwa sopir tak akan mempertahankan kesabaranya, namun lebih condong mengutarakan sisi emosinya untuk menembus liku liku kemacetan panjang itu meski dengan cara yg negatif.
Satu persatu U-turn yg dilewatkan mestinya menjadi tolak awal guna mengefisienkan waktu yg terbuang untuk menunggu, jalur lawan yg sepi patut menjadi acuan untuk menambah kebulatan tekadnya, namun nyatanya Legacy Sky SR-1 ini masih anteng di posisi aslinya, tiada tanda bersitegang untuk mulai menjamah jalur lawan.
Biar Coyo dan Sahabat telah melenggang bebas di jalur kanan, namun itu tak jua menjadi hal pedas yg membumbui emosi sopir untuk segera menyusulnya.
Hingga kemacetan mencair pun, Golden Dragon Yuchai 330 HP itu masih adem ayem meniti jalur yg sesungguhnya.

Ragam mental akan kelakuan sopir di jalanan ternyata lain ya, sehingga harapan untuk mendebarkan jantung ini menjadi lebih cepat tak tentu ku dapati, malah ada kalanya kenyataannya berbanding terbalik dengan keinginan hati.
Memang tak selalu kemacetan itu ditembus oleh sopir dengan langkah goyang kanan, pun langkah itu terambil maka di dalam menjalaninya juga tak selalu mulus dan mengesankan, memang Tak Selamanya Macet Itu Indah.

No comments:

Post a Comment