28 December 2015

Wonogiri, Lahan Empuk Otobis

Hemmm...

Saya buka artikel kali ini dengan sepatah kata itu sebagai gambaran rasa tentang seandainya orang luar daerah berkehendak melabuh ke Wonogiri dengan moda transportasi andalan warga aslinya yaitu bis malam, kira kira PO apa ya yg bakal mereka pilih...
Pasalnya sepengetahuan saya yg terbatas, Wonogiri merupakan daerah yg paling banyak dijelajah nama bis malam jika disandingkan dengan daerah sekitar yg tentunya juga sebagai muara laju bis malam dari Jakarta.
Coba saja tengok berapa banyak nama operator bis yg menawarkan jasanya membawa diri kita ke Kudus dan sekitarnya, Nusantara, Haryanto, New Shantika, Muji Jaya, MJCM, Bejeu, Madu Kismo, Selamet, Sido Rukun, Pahala Kencana, Budi Jaya. Nyaris hanya diisi oleh pemain lokal, adapun operator luar daerah yg melayani penumpang tujuan Demak - Kudus - Pati - Rembang dsk mungkin sejatinya bertrayek hingga ke Jawa Timur, hanya saja demi mengisi rongga kursi yg masih tersisa, membawa penumpang tujuan lereng gunung Muria dihalalkan.
Lain lagi dengan Gemolong, yg walaupun dihuni oleh banyak nama operator, namun rutenya terbagi menjadi dua, via Purwodadi dan via Solo. Inilah uniknya Gemolong, pemain Solo seperti Sindoro, Laju Prima, Gunung Harta, Gunung Mulia, dan pemain Muriaan macam Haryanto, Bejeu serta pemain asli Gemolong yaitu Garuda Mas dan Zentrum bisa bermuara dalam satu terminal (selain ketika berada di Jabodetabek).
Idem, Jogja malah memiliki lebih dari dua pilihan rute, PO pribumi seperti Ramayana, Maju Lancar, dan Santoso mengambil rute via Ambarawa sebagai trayeknya. Sedangkan OBL memilih rute melewati daerah homebasenya Temanggung. Sumber Alam, Sinar Jaya dan Rosalia Indah menjadikan Brebes-Bumiayu-Kebumen-Purworejo sebagai lintasan gerilyannya. Sedangkan rute Jakarta-Jogja via Selatan diisi oleh Murni Jaya dan sebagian seri dari Maju Lancar.
Tak membuahkan keheranan jikalau Kota Reog juga dirambah banyak nama PO, mengingat minimnya perusahaan lokal yg melayani trayek ke Ibukota, tercatat hanya Jaya lah PO asli Ponorogo yg berjuang memutarkan rodanya ke Jakarta dsk. Meski demikian, jumlah nama PO yg bertrayek Ponorogo tetap saja tak melebihi angka PO yg tercatat di Wonogiri.
Tunggal Dara, Tunggal Dara Putera, Gajah Mungkur, GMS, Tunggal Daya, Jaya Mulya, Timbul Jaya, New Ismo, Sedya Mulya, Purwo Widodo, Purwo Widodo Mulyo, Purwo Putro, Sari Giri, itu baru segelincir nama nama PO berdarah asli Wonogiri. Jika ditambah dengan nama PO pendatang seperti Gunung Mulia, Safari / Royal, Sindoro Satriamas, Putera Mulya, Lansung Jaya, Rosalia Indah, Handoyo, Pahala Kencana, Armada Jaya Perkasa, Cah Angon Bejo, Laju Prima, Agra Mas, dan Haryanto, mungkin jumlahnya akan sebanding dua kali lipat dari jumlah nama PO di beberapa daerah yg telah saya ulas di atas.
Mungkinkah karena Wonogiri terkenal dengan penduduknya yg lebih dominan merantau, sehingga sebanding pula dengan jumlah bis sebagai sarana transportasi unggulannya. Ataukah karena tempat tujuan akhir bis di Wonogiri terpecah menjadi tiga titik yaitu Pracimantoro, Baturetno, dan Purwantoro. Dan bisa juga lantaran benteng untuk menembus trayek Wonogiri itu memang rendah, sehingga banyak PO yg dengan mudah melompatinya.

27 December 2015

Kenapa PO Nusantara Meniadakan Kap Depan Pada Armadanya?













Coba sejenak perhatikan gambar gambar di atas. Jika anda teliti, dari beberapa body Jetbus HD di atas ada sebuah kesamaan yg janggal dibanding body Jetbus pada umumnya.
Ya, dibagian face, di antara bawah kaca dan atas bumper depan, tempat menempelnya emblem pabrikan chasis dan nama PO, biasanya di desain dengan kap yg bisa di buka sebagai akses dalam maintenance pedal, sedangkan setelah anda cermati kesemua body Jetbus di gambar di atas tidak ada garis yg menunjukkan adanya kap depan yg bisa di buka bukan?
Saya juga bingung, kenapa ada sebuah PO besar yg hampir semua armada nya tidak dilengkapai dengan kap depan. Yups, satu di antara gambar di atas adalah PO Nusantara, dan dua lainnya adalah PO Bejeu dan PO Haryanto yg armadanya adalah eks dari Nusantara juga, makanya bisa ditebak jikalau ada armada tanpa adanya kap depan kemungkinan besar adalah armada bekas dari PO yg bermarkas di Kudus itu.






Entah kenapa dan apa tujuannya Nusantara memilih tidak melengkapi armadanya dengan kap depan, padahal menurut standarisasi Mercedes-Benz (mungkin juga pabrikan lainnya), karoseri dituntut untuk memberikan akses maintenance yg salah satunya adalah perawatan pedal melalui kap depan yg bisa dibuka, itu merupakan salah satu syarat dari Mercedes-Benz pada pihak karoseri untuk mengantongi sertifikasi darinya.
Kalau sekedar menciptakan varian Limited Edition dari Adiputro sebagai perancang body yg dipakai oleh Nusantara, namun kenapa kok berlaku hampir di semua armadanya. Atau kalau hanya untuk menegaskan kesan estetika yg digagas oleh Nusantara tentang keberadaan kap depan, rasanya juga kurang familiar, bukankah garis tepi dari kap depan itu sendiri malah turut andil sebagai aksen plus di segi desain muka body bus, nyatanya ketika Adiputro melakukan face-lift pada body New Marcopolo ke Jetbus, garis tepi kap depannya juga tak luput terkena sentuhan modifikasi, lebih lebih mana mungkin Nusantara mengesampingkan standarisasi dari pabrikan mesin hanya demi sebuah estetika semata.
  
Body Setra Selendang milik Nusantara tanapa Kap Depan


Sedangkan milik Harapan Jaya terlihat garis Kap Depannya


Begitupun New Travego'nya, tanpa Kap Depan


New Travego dengan Kap Depan


New Marcopolo Nusantara, setia polos tanpa Kap Depan



New Marcopolo Muji Jaya, disertai Kap Depan


Jetbus pun masih bertahan tanpa Kap Depan


Jetbus Efisiensi dengan standar Kap Depan


Apapun alasannya, pastilah ada sebab atau tujuannya kenapa Nusantara menanggalkan kap depan pada armadanya.

20 December 2015

Jumbuh Karo Abang'e



Agra Mas, yups... bis yg berbibit dari divisi AKAP jarak menengah ini rodanya bergulir secara resmi di aspalan Wonogiri beserta sub-country'nya pada tahun 2011 silam. Dimana ketika itu bukan saja wilayah trayeknya, pun juga rintisan di divisi bis malam memang benar benar pertama kalinya dijadikan pelebaran sayap bisnis.
Biarpun beberapa tahun sebelum trayeknya dilegalkan sempat mengalami masa sulit dalam menembus market Wonogiren dengan armada AC Ekonominya, bahkan seakan dicundangi oleh rival sesama plat B nya Laju Prima yg lebih dulu mencicipi line Wonogiri tanpa menampakkan rekasane babat alas di tahun tahun sebelumnya, nyatanya first-expansion nya itu bersambut ketertarikan para perantau keturunan nenek moyang petani ketela pohon.
Seperti tak ingin terlambat dalam merespon kepercayaan penumpang, berbagai hal baru dan menjadi yg pertama di Wonogiri perlahan terus dipelurukan.
Semenjak kelas yg diusungnya saat babat alas konon dilarang oleh UPT terminal Giri Adipura, PO yg kemudian memberikan kode BM di armadanya itu bermain di kelas VIP dengan jumlah seat 36 dengan konfigurasi 8 baris kiri 10 baris kanan, selangkah lebih maju dari armada lain di Wonogiri yg pada waktu itu umumnya menerapkan konfigurasi seat 9 baris kiri 11 baris kanan dengan total 40 tempat duduk untuk kelas VIP. Tak khayal, selain harga tiket yg kala itu memang lebih rendah, serta jam keberangkatan yg lebih pagi sehingga menjanjikan kedatangan lebih awal, para penumpang yg mulai menjadi pelanggan memujanya dengan kata 'longgar' karena jarak antar kursinya yg lebih lapang.

Setelah sekian waktu armada eks dipersenjatakan, seiring adanya aksen corak livery sebagai identitas pembeda divisi bis malam dengan bis AKAP dilingkup nama Anugerah Mas, lahirlah unit unit gres dari Randuagung-Singosari-Malang yg dimotori chasis Hino ErKaJes. Kehadiran Ventura menambah daftar nama baru species body di Wonogiri, bahkan ketika itu body New Travego dari Morodadi pun masih menjadi yg pertama berlalu lalang di jalanan Purwantoro – Slogohimo – Jatisrono – Sidoharjo - Ngadirojo hingga Wonogiri.

Selang beberapa waktu, produk yg konon dilabel kelas premium keluaran karoseri Rahayu Santosa pun diterjunkan bertepatan dengan arus mudik tahun 2014 silam. Ya, setelah Tunggal Dara menyudahi order lewat body Evolution dari karoseri penetas busway Komodo itu, nyaris tak nampak bis bis berbody Evo Series dan adik adiknya di Wonogiri. Agra Mas bagaikan membawa angin segar ke Wonogiri dengan turunnya unit baru bertajuk Skyliner SHD.


Hingar bingar perbisan tanah air, membuat semua bagian dari jagad bis itu sendiri enggan diam, termasuk karoseri Adiputro yg kembali memproduksi body setra yg dulu pernah moncer lantas tergerus akan popularitas New Travego itu. Dan nyatanya, body dengan pilar selendang yg jua berlabel Jetbus 2 itu pertama masuk ranah Wonogiri tak luput lewat operasional manajemen Agra Mas. Konon beberapa bodynya ditompang oleh chasis modular pabrikan Jerman bertenaga 260 kuda ber-built-up air suspension. Sebuah hal baru yg dilakukan PO yg belum lama membuka garasi di Wonokarto-Wonogiri itu, setelah armada armada pendahulunya didominasi chasis dari negeri Sakura.



Belum berhenti di situ, body jangkung yg dikenalkan Adiputro di GIIAS 2015 lalu rupanya menjadi obyek yg memikat hati bos Agra untuk dijadikan koleksi asetnya. Ya,,, Jetbus 2 Super High Decker, body yg awal kemunculannya dipelopori oleh karoseri milik PO Nusantara Kudus itu kini mulai melanglang di Wonogiri dengan kelir merah varian putih-hitam. Tak tanggung tanggung, mesin pendorongnya pun dipilih dari Mercedes-Benz dengan predikat teratas di kelas double-axle, OC 500 RF 1836, wooow bukan? Karena sebelumnya chasis premium paling wahid yg bermain di Wonogiri barulah OH 1830 milik pendatang dari Lingkar Barat Ngembal.


Sebagai PO yg terbilang baru dalam menekuni dunia malam, segala hal baru yg dilakukannya patut disandangkan kata berani, setara sebanding dengan pilihan warna cat bodynya.  Jumbuh karo abang'e, begitulah orang Wonogiri berkata.
Opini pribadi, gebrakan gebrakan yg menuai rekor perdana di area kabupaten penghasil gaplek ini disuguhkan penuh sebagai respon atas kepercayaan pelanggan yg makin hari makin mengikis tumpukan tiket. Tak ada sisipan ambisi menghalo panasnya persaingan antar PO, faktanya sebelum dan sesudanya gebrakan itu muncul, para kompetitornya masih keep calm and ora ilok-ilok.
Satu kebijakan langkah dari sebuah perusahaan, tanggap akan kepercayaan yg telah diraih, bukan malah terlena akan prestasinya sehingga soal kepuasan pelanggan dianggap bakal abadi tanpa ada usaha untuk mepertahankannya.
Scania series, Triple Axle, Double Decker, atau hal baru apalagi yg kini direncanakan sebagai imbuh bukti loyalitasnya pada penumpang?


sumber foto : facebook

18 October 2015

Ternyata, Bis Buatan Morodadi Itu Kacanya...

Setiap karoseri pastinya memiliki spesifikasi sendiri dalam membangun sebuah rumah rumah di atas chasis. Baik dalam hal bahan material, desain, atau fungsi dari suatu bagian tertentu.
Seperti halnya pemasangan kaca samping body bis, pada umumnya jumlah kaca yg menempel berjumlah lima atau enam buah di setiap sisi sampingnya, tergantung dari nama karoseri yg merancang bangunan yg bertumpu pada enam roda atau lebih itu.
Adiputro dan Tentrem biasanya mengadopsi lima buah kaca, sedang karoseri lain mempunyai jumlah kaca satu buah lebih banyak dari kedua builder dari Kota Apel itu.
Namun, ternyata hal ini tidak mengikat bagi karoseri Morodadi Prima. Bis bis karya karoseri yg jua berpondasi di Malang ini tak selalu memiliki jumlah kaca yg sama, ada yg berjumlah lima, ada pula yg berjumlah enam.
Awalnya saya hanya berpikir bahwa ini adalah suatu opsional dari pihak karoseri, sehingga konsumen lah yg menentukan berapa jumlah kaca yg dikehendaki untuk disenjatakan pada sisi sisi bis yg dipesannya, namun setelah menemukan gambar dari satu PO yg ternyata dari dua armadanya berkaca samping dengan jumlah selisih satu, maka argumen awal saya jadi melemah.

Jumlah Kaca Samping 6 Unit
Jumlah Kaca Samping 5 Unit
Begitu saya lihat gambarnya lebih detail, ternyata memang tersimpan alasan mengapa Morodadi tidak mematenkan berapa banyak kaca yg dipasang di body body buatannya.
Menurut opini pribadi, ukuran panjang chasis lah yg menjadi pasal sehingga Morodadi membedakan jumlah kacanya. Mungkin chasis pendek cukup dengan lima buah kaca, namun untuk chasis yg lebih panjang, jikalau pembagian kacanya disamakan lima buah, maka ukuran per kacannya otomatis akan lebih panjang juga, sehingga mungkin dirasa kurang kokoh. Perlu diingat bahwa dengan bertambahnya satu buah kaca maka bertambah pula satu pilar sebagai dudukannya sekaligus merangkap menjadi tiang penghubung antara dinding samping dan atap body. Dengan demikian, kekokohan body sedikit atau banyak juga bertambah.

Jumlah Kaca 6 Overhang Depan Lebih Panjang

Jumlah Kaca 5 Overhang Depan Lebih Pendek
Nah, rupanya perbedaan jumlah kaca pada bis buatan Morodadi juga berpengaruh pada bagian lainnya lho, meskipun ini hanya khusus untuk body New Travego dan Ventura.
Jika diperhatikan, body New Travego ala MP itu berbeda dengan buatan karoseri pada umumnya, perbedaannya terletak pada 'panggul' atas samping yg menjadi ciri khas dari body New Travego itu sendiri.
Garis bawah 'panggul' New Travego Morodadi ternyata dibuat segaris mengikuti pilar kaca, sedang untuk karoseri lain yg menjadi acuan peletakannya adalah as (tengah) body bis.
Sehingga body Morodadi yg berjumlah kaca lima buah, garis bawah 'panggulnya' tepat di atas kaca nomor tiga dari depan, dengan terusan ke belakang yg berakhir sejajar kaca nomor empat, sedang akhir dari terusan ke depannya segaris dengan kaca nomor dua.
Sedangkan untuk yg mengusung kaca berjumlah enam buah, garis bawah 'panggulnya' terletak di atas kaca nomor empat. Dengan terusan ke belakang hingga sejajar dengan akhir kaca nomor lima, dan terusan ke depannya sama sama berakhir segaris dengan kaca nomor dua. Sehingga bis dengan kaca enam buah ini 'panggul' bagian depannya terlihat lebih panjang dan lebih runcing.

Panggul Travego Terlihat Lebih Pendek



Panggul Travego Terlihat Lebih Panjang dan Lancip di Bagian Depan