Hemmm...
Saya buka artikel kali ini dengan sepatah kata itu sebagai gambaran rasa
tentang seandainya orang luar daerah berkehendak melabuh ke Wonogiri dengan
moda transportasi andalan warga aslinya yaitu bis malam, kira kira PO apa ya yg
bakal mereka pilih...
Pasalnya sepengetahuan saya yg terbatas, Wonogiri merupakan daerah yg paling banyak dijelajah nama bis malam jika disandingkan dengan daerah sekitar yg tentunya juga sebagai muara laju bis malam dari Jakarta.
Coba saja tengok berapa banyak nama operator bis yg menawarkan jasanya membawa diri kita ke Kudus dan sekitarnya, Nusantara, Haryanto, New Shantika, Muji Jaya, MJCM, Bejeu, Madu Kismo, Selamet, Sido Rukun, Pahala Kencana, Budi Jaya. Nyaris hanya diisi oleh pemain lokal, adapun operator luar daerah yg melayani penumpang tujuan Demak - Kudus - Pati - Rembang dsk mungkin sejatinya bertrayek hingga ke Jawa Timur, hanya saja demi mengisi rongga kursi yg masih tersisa, membawa penumpang tujuan lereng gunung Muria dihalalkan.
Lain lagi dengan Gemolong, yg walaupun dihuni oleh banyak nama operator, namun rutenya terbagi menjadi dua, via Purwodadi dan via Solo. Inilah uniknya Gemolong, pemain Solo seperti Sindoro, Laju Prima, Gunung Harta, Gunung Mulia, dan pemain Muriaan macam Haryanto, Bejeu serta pemain asli Gemolong yaitu Garuda Mas dan Zentrum bisa bermuara dalam satu terminal (selain ketika berada di Jabodetabek).
Idem, Jogja malah memiliki lebih dari dua pilihan rute, PO pribumi seperti Ramayana, Maju Lancar, dan Santoso mengambil rute via Ambarawa sebagai trayeknya. Sedangkan OBL memilih rute melewati daerah homebasenya Temanggung. Sumber Alam, Sinar Jaya dan Rosalia Indah menjadikan Brebes-Bumiayu-Kebumen-Purworejo
sebagai lintasan gerilyannya.
Sedangkan rute Jakarta-Jogja via Selatan
diisi oleh Murni Jaya dan sebagian seri dari Maju Lancar.
Tak membuahkan keheranan jikalau Kota Reog juga dirambah banyak nama PO, mengingat minimnya perusahaan lokal yg melayani trayek ke Ibukota, tercatat hanya Jaya lah PO asli Ponorogo yg berjuang memutarkan rodanya ke Jakarta dsk. Meski demikian, jumlah nama PO yg bertrayek Ponorogo tetap saja tak melebihi angka PO yg tercatat di Wonogiri.
Tunggal Dara, Tunggal Dara Putera, Gajah Mungkur, GMS, Tunggal Daya, Jaya Mulya, Timbul Jaya, New Ismo, Sedya Mulya, Purwo Widodo, Purwo Widodo Mulyo, Purwo Putro, Sari Giri, itu baru segelincir nama nama PO berdarah asli Wonogiri. Jika ditambah dengan nama PO pendatang seperti Gunung Mulia, Safari / Royal, Sindoro Satriamas, Putera Mulya, Lansung Jaya, Rosalia Indah, Handoyo, Pahala Kencana, Armada Jaya Perkasa, Cah Angon Bejo, Laju Prima, Agra Mas, dan Haryanto, mungkin jumlahnya akan sebanding dua kali lipat dari jumlah nama PO di beberapa daerah yg telah saya ulas di atas.
Mungkinkah karena Wonogiri terkenal dengan penduduknya yg lebih dominan merantau, sehingga sebanding pula dengan jumlah bis sebagai sarana transportasi unggulannya. Ataukah karena tempat tujuan akhir bis di Wonogiri terpecah menjadi tiga titik yaitu Pracimantoro, Baturetno, dan Purwantoro. Dan bisa juga lantaran benteng untuk menembus trayek Wonogiri itu memang rendah, sehingga banyak PO yg dengan mudah melompatinya.
Pasalnya sepengetahuan saya yg terbatas, Wonogiri merupakan daerah yg paling banyak dijelajah nama bis malam jika disandingkan dengan daerah sekitar yg tentunya juga sebagai muara laju bis malam dari Jakarta.
Coba saja tengok berapa banyak nama operator bis yg menawarkan jasanya membawa diri kita ke Kudus dan sekitarnya, Nusantara, Haryanto, New Shantika, Muji Jaya, MJCM, Bejeu, Madu Kismo, Selamet, Sido Rukun, Pahala Kencana, Budi Jaya. Nyaris hanya diisi oleh pemain lokal, adapun operator luar daerah yg melayani penumpang tujuan Demak - Kudus - Pati - Rembang dsk mungkin sejatinya bertrayek hingga ke Jawa Timur, hanya saja demi mengisi rongga kursi yg masih tersisa, membawa penumpang tujuan lereng gunung Muria dihalalkan.
Lain lagi dengan Gemolong, yg walaupun dihuni oleh banyak nama operator, namun rutenya terbagi menjadi dua, via Purwodadi dan via Solo. Inilah uniknya Gemolong, pemain Solo seperti Sindoro, Laju Prima, Gunung Harta, Gunung Mulia, dan pemain Muriaan macam Haryanto, Bejeu serta pemain asli Gemolong yaitu Garuda Mas dan Zentrum bisa bermuara dalam satu terminal (selain ketika berada di Jabodetabek).
Idem, Jogja malah memiliki lebih dari dua pilihan rute, PO pribumi seperti Ramayana, Maju Lancar, dan Santoso mengambil rute via Ambarawa sebagai trayeknya. Sedangkan OBL memilih rute melewati daerah homebasenya Temanggung. Sumber Alam, Sinar Jaya dan Rosalia Indah menjadikan Brebes-Bumiayu-Kebumen-
Tak membuahkan keheranan jikalau Kota Reog juga dirambah banyak nama PO, mengingat minimnya perusahaan lokal yg melayani trayek ke Ibukota, tercatat hanya Jaya lah PO asli Ponorogo yg berjuang memutarkan rodanya ke Jakarta dsk. Meski demikian, jumlah nama PO yg bertrayek Ponorogo tetap saja tak melebihi angka PO yg tercatat di Wonogiri.
Tunggal Dara, Tunggal Dara Putera, Gajah Mungkur, GMS, Tunggal Daya, Jaya Mulya, Timbul Jaya, New Ismo, Sedya Mulya, Purwo Widodo, Purwo Widodo Mulyo, Purwo Putro, Sari Giri, itu baru segelincir nama nama PO berdarah asli Wonogiri. Jika ditambah dengan nama PO pendatang seperti Gunung Mulia, Safari / Royal, Sindoro Satriamas, Putera Mulya, Lansung Jaya, Rosalia Indah, Handoyo, Pahala Kencana, Armada Jaya Perkasa, Cah Angon Bejo, Laju Prima, Agra Mas, dan Haryanto, mungkin jumlahnya akan sebanding dua kali lipat dari jumlah nama PO di beberapa daerah yg telah saya ulas di atas.
Mungkinkah karena Wonogiri terkenal dengan penduduknya yg lebih dominan merantau, sehingga sebanding pula dengan jumlah bis sebagai sarana transportasi unggulannya. Ataukah karena tempat tujuan akhir bis di Wonogiri terpecah menjadi tiga titik yaitu Pracimantoro, Baturetno, dan Purwantoro. Dan bisa juga lantaran benteng untuk menembus trayek Wonogiri itu memang rendah, sehingga banyak PO yg dengan mudah melompatinya.